Mohon tunggu...
Auliya Solihin
Auliya Solihin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia

Saya adalah seorang Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi yang memiliki kegemaran Nonton Drama Korea dan Menganalisis peristiwa atau kasus di dalam Drama Korea tersebut dan Saya juga Memiliki Hobi Menulis cerita yang terinspirasi dari Drama Korea itu, Mulai dari Deskripsi Tokoh dan membuat Alur cerita yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Simfoni Kesedihan: Karna, Pria yang Membawa Beban Bukan Sampah

5 Januari 2024   18:55 Diperbarui: 5 Januari 2024   19:01 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi: Penulis

Karna namanya, akrab disapa Mang Karna oleh warga sekitar. la adalah seorang tukang sampah di daerah tempat tinggalku yang menjalani kehidupannya dengan penuh keikhlasan, tapi juga dengan beban kesedihan yang mendalam. Kisah hidupnya menyimpan nuansa pilu yang tidak terlihat oleh banyak orang. 

Namun, ketika saya menggali kisah hidupnya lebih dalam akan menemukan alur kisah yang penuh warna tentang keberanian, perjuangan, dan cinta seorang ayah. Setiap pagi, seiring terbitnya matahari, Karna mulai melangkah dengan langkah-langkah yang mungkin tak sekuat tekadnya. Wajahnya yang kerap disapa senyum lebar oleh warga terlihat kini hanya sebagai tirai tipis yang menyembunyikan kelelahan dan kekhawatiran. Bagi banyak orang, Karna hanyalah seorang tukang sampah biasa, tetapi bagi anaknya yang sedang menuntut ilmu di kota yang jauh, ia adalah pilar kehidupan.

Karna memiliki seorang putri remaja yang  berbakat, mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi di kota besar. Namun, kebahagiaan ini diiringi oleh beban finansial yang tak terelakkan. Biaya hidup dan pendidikan di kota tersebut jauh melampaui apa yang dapat dijangkau oleh seorang tukang sampah. 

Meski sang anak telah mendapatkan beasiswa, tetapi masih ada kebutuhan lain yang perlu dipenuhi. Karna harus bekerja lebih keras, menyisihkan sebagian kecil penghasilannya untuk memastikan bahwa sang anak memiliki alat komunikasi yaitu sebuah ponsel, agar mereka dapat tetap terhubung meskipun berjauhan dan untuk kehidupan sehari-hari anak yang ia cintai tersebut,

Setiap kaleng yang dikumpulkan, setiap kardus yang diangkut, Karna menyisipkan harapan dan cinta kepada anaknya. la bermimpi bahwa suatu hari anaknya akan menjadi orang yang sukses, melampaui keterbatasan yang selama ini mengekangnya. Namun, di dalam kecerahan matanya, tersembunyi kerisauan yang mendalam. la terkadang terhempas oleh pemikiran bahwa apa yang ia lakukan mungkin tidak akan cukup, bahwa dunia yang dipilih oleh ananya mungkin terlalu keras baginya.

Pekerjaan sebagai tukang sampah, sebuah profesi yang sering diabaikan oleh banyak orang, menjadi panggung perjuangan Karna. Setiap pagi, ia bangun untuk menyapu bersih sisa-sisa kehidupan kota yang seringkali tak terlihat oleh mata manusia. Seakan sampah-sampah itu menjadi metafora dari kesedihan dan keterbatasannya. Namun, di balik setiap kertas bekas dan setiap botol plastik yang ia angkat, tersimpan cerita hidup yang penuh warna. Karna tidak hanya tercermin dalam kerja kerasnya untuk menyediakan kebutuhan ananya, tetapi juga dalam cara ia menghadapi pandangan sinis dan sikap merendahkan dari beberapa orang. Ada banyak yang melihatnya sebagai "hanya" seorang tukang sampah, lupa bahwa setiap pekerjaan memiliki kehormatan dan martabatnya sendiri.

Bagi Karna, pekerjaannya adalah pengabdian, dan ia melakukannya dengan bangga. Di samping kesulitan finansial, ada satu lagi perjuangan yang membebani hati Karna. Istri tercinta yang ia cintai dan hargai begitu banyak, telah lama berjuang melawan penyakit yang merayap perlahan. 

Kesehatannya yang rapuh membuatnya tidak dapat membantu Karna dengan pekerjaannya atau urusan rumah tangga. Keduanya berjuang bersama melawan gelombang masalah yang terus menerus menghantam kehidupan mereka.Istrinya yang tetap berusaha tersenyum meski tubuhnya melemah. 

Karna menghiburnya, menyampaikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, di dalam dirinya, ada rasa takut yang menghantui setiap kali ia melihat istrinya berjuang untuk bernapas. Di satu sisi, Karna adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang seringkali terlupakan. Di sisi lain, ia adalah manusia biasa yang merasakan beban kehidupan sehari-hari. Ia bukan hanya seorang tukang sampah tetapi ia adalah seorang ayah yang rela berkorban demi masa depan anaknya, seorang suami setia yang bersikeras menjaga api cinta di tengah badai kesulitan.

Melalui kisah hidup Karna, kita dapat melihat bahwa kehidupan seringkali tidak adil, dan setiap orang memiliki rintangan dan ujian masing-masing. Meskipun kita mungkin tidak bisa merubah nasib mereka secara langsung, kita bisa membantu dengan memberikan pengertian, menghormati, dan memberikan dukungan. Mari kita bersama-sama mendoakan agar Karna dan para tukang sampah lainnya dapat terus berjuang, dan bahwa kehidupan yang lebih baik menanti mereka di ujung perjalanan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun