Biografi Singkat KH. Samanhudi
Kyai Haji Samanhudi atau biasa dikenal dengan KH. Samanhudi merupakan salah satu Pahlawan Nasional. Beliau lahir pada tanggal 8 Oktober 1878 di Surakarta, Jawa Tengah. Ia merupakan pendiri dari Sarekat Dagang Islam (1905).
Sebelum mendirikan SDI, Samanhudi pada saat sekolah hanya mendapatkan pendidikan hingga Sekolah Dasar Bumi Putera (Inlandshe School) dan Sekolah Bumi Putera kelas satu (Eerste Inlandshe School). Kemudian beranjak dewasa, ia menikahi seorang putri dari KH. Bajuri bernama Siti Suginah dan menghasilkan enam putra-putri.
1904, Samanhudi melaksanakan ibadah haji, dalam perjalannnya itu ia banyak berkenalan dengan kaum pergerakan disana hingga saat pulang haji ia berniat untuk membuat sebuah organisasi sederahan yang akhirnya bernama Mardhi Budhi dengan tujuan mengumpulkan saudagar kaya untuk turut andil dalam melakukan kegiatan sosial dengan memberikan bantuan kepada keluarga tak mampu.
Selain itu, Samanhudi juga memperdalam agama islam di beberapa pondok pesantren di Jawa. Setelah itu ia pulang ke Surakarta dan melanjutkan bisnis keluarganya yang kemudian membuat ia dikenal oleh banyak orang sebagai saudagar yang memiliki pengaruh di Laweyan, Surakarta.
Hubungan KH. Samanhudi dengan Sarekat Dagang Islam
Setelah membentuk perkumpulan Mardhi Budhi, Samanhudi membentuk pula Rekso-Roemekso atau perkumpulan ronda dimana untuk mengantisipasi pencurian kain batik saat dikeringkan juga menghadapi persaingan dari para pedagang china. Setelah itu, Rekso-Roemekso beralih nama menjadi Sarekat Dagang Islam.
Sarekat Dagang Islam awal mulanya adalah perkumpulan para pedagang yang berlandaskan pada agama islam yang dibangun oleh KH. Samanhudi pada tahun 1905 dengan tujuan awal yang hampir sama dengan Rekso-Roemekso, yaitu agar pedagang muslim mampu bersaing dengan para pedagang china, tetapi karena china lebih maju dan memiliki status tinggi di warga Hindia Belanda sehingga menimbulkan perspektif sosial berbeda untuk warga pribumi yang biasa disebut dengan Inlander.
Dibawah pimpinan dari Samanhudi, SDI berkembang dengan pesat dimana menjadi perkumpulan yang berpengaruh hingga menjadikannya memiliki kelompok-kelompok yang serupa dengan SDI.
Setelah Samanhudi digantikan oleh Tjokoaminoto sebagai pimpinan dari Sarekat Dagang Islam tetapi kemudian bergati nama menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dibuat agar SI ini tidak hanya berfokus pada bidang ekonomi saja tetapi politik juga. Kemudian, berjalannya waktu SI ini diberi pengakuan sebagai badan hukum (1916).
Setelah pemerintah memperbolehkan untuk membuat partai politik saat itulah Sarekat Islam (SI) berganti menjadi partai politik juga mengiriminkan wakilnya, yaitu HOS Tjokroaminoto ke Volksraad tahun 1917. Tetapi, HOS Tjokroamonoto keluar dar Volksraad kaarena menurutnya Volksraad ini dianggap sebagai boneka belanda yang mana hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia tetapi mengabaikan hak-hak dari kaum pribumi.
Akhir Hayat KH. Samanhudi
1920, diketahui bahwa kesehatan dari Samanhudi mulai memburuk dan menyebabkan ia tidak bisa aktif dalam organisasi. Tetapi begitu, ia tetap memberikan ide-ide yang cemerlang terhadap pergerakan nasional. Beliau wafat pada 28 Desember 1956 di Klaten, pada umur 78 tahun dan dimakamkan di Sukoharjo.
Pada tahun 1961, Samanhudi dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional berdasarkan dari Surat Keputusan Presiden RI No 590 tahun 1961 pada tanggal 09 November 1961. Selain diberi gelar Pahlawan Pergerakan Nasional,untuk mengenang jasa beliau, dibuatkan pula sebuah museum KH. Samanhudi di Kampung Batik Lewiyan pada tahun 2018 yang dibangun oleh Yayasan Warna Warni dan juga museum tersebut berada di jalan KH Samanhudi No. 75 Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Surakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H