Beberapa langkah yang diterapkan oleh RSPO termasuk penangguhan konversi hutan primer, melarang perusahaan anggotanya untuk membuka lahan di kawasan hutan yang sangat sensitif, dan memastikan perusahaan menghormati hak-hak masyarakat lokal serta memberikan manfaat yang adil kepada mereka. Selain itu, RSPO mendorong praktik pertanian yang ramah lingkungan, seperti pengelolaan limbah yang lebih baik, penggunaan pestisida yang bijaksana, dan pengelolaan air yang efisien.
Namun, meskipun RSPO menawarkan solusi yang berpotensi efektif, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa perusahaan mungkin tidak sepenuhnya menerapkan standar RSPO atau bahkan mencari celah dalam peraturan yang ada untuk melanjutkan praktik yang merusak lingkungan. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat dan transparansi lebih besar dari pihak perusahaan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa standar yang ditetapkan benar-benar diterapkan secara efektif.
Rencana pembukaan 20 juta hektare lahan hutan oleh pemerintah untuk pangan dan energi yang mencakup perkebunan sawit memang menawarkan potensi peningkatan ketahanan pangan dan energi, namun risiko kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sangat besar. Hal ini mengharuskan kita untuk terus mengevaluasi dampak dari setiap kebijakan yang diambil, agar tidak mengorbankan keberlanjutan alam dan kehidupan manusia.
Keberhasilan dalam mengelola industri sawit secara berkelanjutan tidak hanya bergantung pada regulasi yang ada, tetapi juga pada komitmen kuat dari semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Jika tidak, dampak deforestasi akan semakin memperburuk perubahan iklim global dan memperburuk ketimpangan sosial di Indonesia dan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H