Mohon tunggu...
Auliya Ahda Wannura
Auliya Ahda Wannura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Seorang Penulis freelance dan solo traveler.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Terperangkap di Dalam Dinding Sunyi: Bagaimana Broken Home Menjadi Akar Penyebab Anak Merasa Terisolasi dan Rendah Diri

5 Februari 2024   18:18 Diperbarui: 5 Februari 2024   18:35 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.wattpad.com

Terperangkap di Dalam Dinding Sunyi: Bagaimana Broken Home Menjadi Akar Penyebab Anak Merasa Terisolasi dan Rendah Diri

Pada era modern ini, maraknya kasus broken home telah menjadi suatu fenomena yang menghantui kehidupan keluarga. Namun, perlu diingat bahwa broken home tidak selalu berarti perceraian orang tua. Ketidakharmonisan dan pertengkaran yang tak kunjung usai di antara orang tua juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan anak. Dalam kenyataannya, hal ini seringkali membuat anak merasa tertekan dan hidup dalam dunia yang terisolasi.

1. Dinding Sunyi yang Menyiksa:

Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa broken home menciptakan dinding sunyi di dalam hati anak. Meskipun mungkin ada banyak orang di sekitarnya, tetapi ketidakharmonisan di rumah dapat membuat anak merasa terisolasi dan sendirian. Rasa terabaikan dan kesepian ini bisa menjadi beban yang sangat berat, menghantui anak setiap hari.

2. Rendah Diri sebagai Bayang Kelam:

Dampak yang paling merugikan dari broken home adalah rasa rendah diri yang mendarah daging. Anak-anak yang hidup dalam lingkungan tidak harmonis cenderung mengalami penurunan harga diri. Mereka mungkin merasa bahwa kesalahan di rumah adalah tanggung jawab mereka, sehingga mereka merasa tidak berharga dan tidak layak mendapatkan kasih sayang.

3. Ekspresi Rasa Rendah Diri:

Rasa rendah diri pada anak korban broken home dapat diekspresikan secara beragam. Ada yang memilih untuk memendam semuanya, menjadi orang yang tertutup dan melukai diri sendiri sebagai bentuk pelarian dari rasa sakit yang mendalam. Sebaliknya, ada pula yang mengalihkan ketidakpuasan mereka dengan melakukan tindakan destruktif, seperti menjadi pelaku bullying dan melukai orang lain untuk meredakan kecemasan mereka sendiri.


4. Dampak pada Anak dan Remaja:

Dampak broken home bukan hanya terbatas pada masa anak-anak, tetapi juga dapat berlanjut hingga masa remaja. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tidak harmonis cenderung mengalami kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat. Selain itu, mereka mungkin juga mengalami kesulitan dalam merencanakan masa depan mereka karena kurangnya dukungan dan panduan dari lingkungan keluarga.


5. Merangkul para Korban Broken Home:

Dalam upaya merangkul para korban broken home, kita perlu memahami bahwa mereka adalah individu yang berharga dan layak mendapatkan cinta dan dukungan. Memberikan perhatian ekstra kepada mereka, seperti mendengarkan keluh kesah mereka atau memberikan dorongan positif, dapat membantu memperkuat mental mereka.

6. Memberikan Pengertian dan Pendidikan:

Penting bagi masyarakat untuk memberikan pengertian tentang kompleksitas permasalahan broken home. Pendidikan tentang pentingnya komunikasi yang sehat dan keharmonisan dalam keluarga dapat membantu mencegah terjadinya broken home. Selain itu, membuka ruang untuk terapi keluarga juga dapat menjadi solusi untuk keluarga yang mengalami konflik.

7. Menilai Kembali Pentingnya Keluarga:

Melalui artikel ini, kita diingatkan untuk menilai kembali pentingnya keluarga dalam membentuk pribadi dan karakter anak-anak. Masyarakat perlu bersatu untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan memelihara kebahagiaan keluarga. Dengan begitu, kita dapat mencegah terjadinya broken home dan memberikan peluang yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Dalam kegelapan dinding sunyi yang diciptakan oleh broken home, mari bersama-sama menerangi jalan bagi anak-anak yang terperangkap di dalamnya. Mereka bukanlah beban, tetapi potensi yang perlu kita bangkitkan. Dengan memberikan cinta, dukungan, dan pemahaman, kita dapat membangun jembatan menuju masa depan yang lebih cerah bagi mereka.

(Auliya Ahda)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun