Mohon tunggu...
Aulia Wasilah Fathonah Salim
Aulia Wasilah Fathonah Salim Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Negeri Makassar

Hanya ingin menulis disini untuk memenuhi kebutuhan tugas kuliah

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

A Day in Kampung Adat Cirendeu

19 November 2022   11:20 Diperbarui: 19 November 2022   11:26 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencoba nasi singkong bersama rekan PMM 2 lainnya (sumber: dokumentasi pribadi)

Artikel kali ini mungkin tidak begitu formal seperti artikel-artikel yang telah saya buat sebelumnya. Kali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya dengan para mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2 UPI Bandung selama berkunjung ke Kampung Adat Cireundeu pada hari Ahad, tanggal 30 Oktober 2022. Kami berangkat bersama sejak pukul 08.00 pagi menggunakan bis. Perjalanan menuju lokasi memakan waktu sekitar satu jam lebih dan itu cukup membuat saya tertidur sejenak, hehe. Ketika sampai di lokasi, saya sempat tersesat bersama Nadia, teman PMM 2 UPI Bandung juga lantaran jalanan ke kawasan villa tempat kita berkumpul cukup berkelok-kelok.

Villa tempat berkumpul PMM 2 UPI Bandung (sumber: dokumentasi pribadi)
Villa tempat berkumpul PMM 2 UPI Bandung (sumber: dokumentasi pribadi)

Dari perspektif saya, villa ini adalah tempat perkumpulan masyarakat luar yang hendak berkunjung ke Kampung Cireundeu. Kami di sambut oleh tiga penduduk asli Cireundeu dan mengobrol bersama selama sejam. Banyak hal menarik yang saya dapatkan dari sesi bincang ini, Kampung Adat Cireundeu menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, yakni kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang bersatu dengan alam. Kepercayaan ini hanya dianut oleh masyarakat asli suku Sunda. Selain itu, makanan pokok mereka bukannya nasi dari padi, melainkan singkong. Kisah singkat di balik pemakaian singkong ini juga cukup unik. Dahulu ketika masih zaman penjajahan, kolonial Belanda merampas habis lahan sawah yang mengakibatkan masyarakat Cireundeu tidak bisa makan nasi lagi. Mereka kemudian mengganti makanan pokok mereka dengan singkong. Kebiasaan memakan nasi singkong dan berhenti memproduksi nasi padi akhirnya terus dilakukan sampai sekarang sebagai wujud kemerdekaan mereka yang tetap bertahan meski sumber makanan pokok mereka di ambil tak tersisa.

Kepercayaan Sunda Wiwitan seperti arti maknanya tadi, penduduk disini sangat dekat dengan alam dan begitu menjaga kelestarian lingkungan, sumber daya, dan ekosistem yang ada. Ritual yang mereka lakukan agar senantiasa dekat dengan alam terbuka ini adalah dengan bersemedi. Kami bersemedi bersama di pegunungan menuju Puncak Salam, salah satu lokasi di Cireundeu yang menampilkan hamparan rerumputan yang luas. Untuk menuju ke wilayah ataupun naik bukit di pegunungan ini kita tidak diperbolehkan mengenakan alas kaki apapun, termasuk kaos kaki. Ini adalah cara penduduk Cireundeu menghargai dan menghormati alam di sekitarnya. Pemaknaan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali menyatu dengan tanah maka biarlah fisik tubuh ini menyentuh permukaan tanah dan sekitarnya tanpa perantara (alas kaki).

Jalanan menuju Puncak Salam (sumber: dokumentasi pribadi)
Jalanan menuju Puncak Salam (sumber: dokumentasi pribadi)
Saya cukup kesulitan menuju Puncak Salam lantaran permukaannya licin dan terjal. Beberapa batu kerikil mengenai telapak kaki saya dan itu cukup membuat saya kesakitan. Yah, beginilah jika tidak terbiasa nyeker kemana-mana, hahaha. Akan tetapi, perjalanan ini sangat menyenangkan. Melihat pemandangan pegunungan luas yang menyatu dengan langit biru indah dan terik cahaya matahari yang hangat membuat saya merasakan relaksasi di tempat ini. Sangat menyegarkan. Jarak tempuh dari lokasi villa tempat kita berkumpul hingga ke Puncak Salam ini tidak begitu lama, mungkin setengah jam-an. Bagi kalian yang menyukai hiking, berkunjunglah ke Puncak Salam.

Puncak Salam (sumber: dokumentasi pribadi)
Puncak Salam (sumber: dokumentasi pribadi)
Setelah dari Puncak Salam, kami diajak penduduk sini untuk makan makanan khas mereka. Yup! Nasi singkong! Makanan disediakan layaknya prasmanan dengan hidangan pelengkap yang sangat menggugah selera. Saya kurang tahu nama masakan-masakan tersebut, namun semuanya lezat! Apakah rasa nasi padi dengan nasi singkong berbeda? Sangat berbeda. Nasi singkong lebih seperti tekstur nasi goreng yang belum diberi bumbu. Jika di makan secara terpisah dengan makanan pendamping, kalian dapat menyadarinya bahwa ini bukanlah rasa "nasi" pada umumnya. Namun, jika kalian memakan nasi tersebut beserta lauk pauknya, saya rasa nasi singkong tetap terasa sama dengan dengan nasi pada umumnya.

Mencoba nasi singkong bersama rekan PMM 2 lainnya (sumber: dokumentasi pribadi)
Mencoba nasi singkong bersama rekan PMM 2 lainnya (sumber: dokumentasi pribadi)
Terakhir, sebelum kami kembali ke dormitory UPI Bandung, kami para mahasiswa pertukaran pelajar diajarkan cara bermain angklung khas Sunda. Angklung berasal dari bahasa Sunda, angkleung-angkleungan yang berarti "gerakan" dan suara bambu "klung" ketika dipukul. Angklung juga merupakan pengembangan dari alat musik calung, yakni tabung bambu yang dipukul. UNESCO juga telah menetapkan angklung sebagai karya agung warisan budaya lisan dan nonbendawi manusia pada tahun 2010. Dalam tradisi Sunda masa lalu, instrumen angklung sebenarnya memiliki fungsi ritual keagamaan untuk mengundang Dewi Sri (Dewi padi lambang kemakmuran) agar turun ke bumi dan memberikan kesuburan pada padi.

Bermain angklung tangga nada pentatonis (sumber: dokumentasi pribadi)
Bermain angklung tangga nada pentatonis (sumber: dokumentasi pribadi)
Permainan angklung yang diajarkan kepada kami menggunakan nada pentatonis, yakni skala dalam musik yang hanya terdiri dari 5 tangga nada per oktaf. Tangga nada tersebut adalah Da-Mi-Na-Ti-La atau setara dengan nada do-re-mi-fa-sol. Kami diajarkan nada pentatonis ini secara perkloter, satu kloter terdiri atas 20 orang dan nantinya akan bergantian dengan kloter lainnya. Hari yang menyenangkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun