Mohon tunggu...
Aulia Wasilah Fathonah Salim
Aulia Wasilah Fathonah Salim Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Negeri Makassar

Hanya ingin menulis disini untuk memenuhi kebutuhan tugas kuliah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Film Mahasiswa FTV UPI Bandung: "Awan di Atas Truk" dan "Sintas Berlayar"

30 September 2022   14:04 Diperbarui: 30 September 2022   14:10 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kang Laudza beserta poster film Awan di Atas Truk (sumber: IG @expdiff2022) (dokpri)

Seiring berjalannya waktu, Pak Uus telah menerima kondisi fisiknya dan tidak pernah mengeluh akan disabilitas yang menimpanya. Meskipun sekarang dirinya berjalan dengan alat bantu kaki palsu, ia bahkan menjadi nelayan yang paling bersemangat diantara teman-teman nelayannya yang lain. Pak Uus juga akhirnya menikah lagi dengan wanita bernama Dede Puji dan dikaruniai seorang anak bernama Aira. Atas ketulusan hati Dede Puji mencintai Pak Uus, dirinya yang dulu sempat mabuk-mabukan, berangsur menghilang dan mencoba untuk menjadi pribadi yang lebih baik, untuk istri dan keluarganya.

KEKURANGAN DAN KELEBIHAN FILM

Sebelumnya saya ingin mengapresiasi kepada seluruh mahasiswa FTV UPI Bandung yang telah menggarap dua film yang sangat luar biasa ini. Kelebihan kedua film ini tentu saja karena makna cerita yang begitu menginsprirasi dan bagaimana alur cerita yang dikemas dengan baik. Cara penggarap film dapat membawa kita ikut terhanyut akan kisah hidup mereka hingga merasakan susah payah keseharian mereka perlu diberi penghargaan. Mungkin karena keterbatasan waktu yang diberikan dan dana yang tidak begitu besar dalam pembuatan filmnya, saya sempat sedikit terganggu ketika shoot kamera yang kurang stabil (terlalu shaky) ketika merekam Pak Awan di atas mobil dan terdapat scene ketika posisi kamera yang tidak berpindah tempat untuk waktu yang lama ketika Pak Uus sedang mengobrol dengan istrinya di rumah. Alangkah baiknya jika dilakukan perpindahan angle kamera agar terhindar dari tampilan film yang monoton.

Adapun untuk film Sintas Berlayar, saya begitu menyukai latar lagu yang dibawakan ketika opening dan pemandangan hamparan lautan yang sangat menakjubkan. Saya bahkan tanpa sadar menangis saking indahnya mendengar lantunan melodi yang dibawakan. Secara keseluruhan, karena ini adalah film dokumenter, saya hanya ingin lebih berfokus dengan makna yang ingin mereka sampaikan dan saya rasa mahasiswa FTV UPI Bandung telah berhasil melakukannya. Salut kepada kalian semua :D

MAKNA FILM

Kedua film dokumenter ini cukup meluluhkan hati saya akan pesan yang mereka coba sampaikan kepada para penonton. Saya menyadari bahwa diluar sana masih begitu banyak manusia yang kita tidak pantas untuk menilai secara pribadi jalan hidup mereka tanpa melihat langsung apa yang mereka alami, derita, dan rasakan. Kita tidak punya hak mencela atau meremehkan dan memandang sebelah mata mereka, orang-orang yang berusaha bertahan hidup dalam situasi ekonomi dan keadaan fisik yang serba kekurangan. Melihat trauma Mang Awan akan bakso yang selalu mengingatkannya akan mendiang Tya dan bagaimana orang-orang sekitar memperlakukannya tidak seperti usaha keras yang telah Mang Awan kerahkan, membuat saya perlu mengingatkan diri untuk selalu bersyukur akan karunia yang telah saya dapatkan, baik besar atau kecilnya hal tersebut. Streotip masyarakat tentang orang yang kerja dari pagi hingga pagi yang dikira pasti suka main cewek, mabuk-mabukan atau pergi ke diskotik untuk berpesta, telah dipatahkan oleh kisah hidup Mang Awan.

Sementara itu, dari perjalanan hidup Pak Uus juga memberikan makna mendalam akan keterbatasan fisik bukanlah penghalang diri untuk meraih apapun yang kita inginkan. Untuk mencapai mimpi, semangat, dan nilai juang, manusia dapat melakukan itu semua dengan kondisi apapun. Mengeluh dan putus asa lah yang membuat kita sering melihat terlalu sempit dunia yang luas ini. Pikiran negatif seperti rasa kurang percaya diri, merasa tidak mampu, dan tidak berdaya, hal inilah yang sebenarnya membuat kita mengurung diri sendiri. Sesuatu hal dapat berhasil, jika diri kita sendiri meyakini akan keberhasilan itu dapat kita raih.

Sebagai penutup, ada satu quote yang saya suka setelah mengikuti acara ExpDif. 2.0 ini, yakni 

"Jika raga tidak bisa bersuara, maka karyaku yang akan berbicara." -Mita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun