Dalam drama Allah yang Palsu karya Kwee tek hoay ini, saya merasa drama ini sangat menarik karena bahasa yang digunakan dalam drama ini merupakan percampuran bahasa. Seperti pada pengenalan lelakon, disini terlihat sekali bahasa belandanya seperti administrateur onderneming (administator usaha), eignenaar (pemilik), dan wijkmeester (lurah).
Dan drama ini memakai bahasa melayu juga yang dicampur dengan bahasa belanda, seperti pada teks samping drama bagian satu “Di depan jendela yang kiri ada satu meja kayu di atas mana ada lonceng tua, satu gendi, dan dua flesch kosong bekas limonande”. Dimana flesch disini merupakan bahasa belanda dari botol dan limonande adalah bahasa belanda dari limun. Jika kita pertama kali membaca drama ini pasti saat membaca bahasa belanda tersebut kita menerka-nerka arti dari bahasa tersebut. Namun setidaknya terkaan kita masih tidak jauh dari arti yang sebenarnya karena dicampur dengan bahasa melayu yang kita mengerti.
Selanjutnya bahasa sunda pun tak luput ia pakai, seperti percakapan pada drama di bawah ini :
Lau Pe (Sasudahnya mengawasin pada lonceng yang ada di atas meja): Kio Lie! Kio Gie! Ayo lekasan sedikit, nanti katinggalan kreta api. Apakah kau orang lagi bikin di dalem begitu lama?
Kio Lie (Kaluar sambil menengteng satu koffer tua di dalem mana ada berisi ia punya pakean): Saya baru cari saya punya handuk, ‘pa. Di manakah ditaronya?
Lau Pe : Apakah di pager belakang tidak ada?
Kioe Lie : Saya sudah cari kulilingan tidak ketemu.
Terlihat lucu juga saat membaca naskah drama ini, percampuran antara bahasa Melayu, Sunda, dan Belanda. Namun penafsiran dari bahasa sunda diatas tidak akan membingungkan karena bahasa sundanya sedikit mirip dengan kata yang ada dalam bahasa indonesia.
Bukan hanya bahasa Melayu, Sunda, dan Belanda saja, namun bahasa inggris pun masuk dalam drama ini, Kwee Tek Hoay juga memasukan Bahasa Inggris yang berupa kata percakapan dan juga lirik lagu dalam dramanya, seperti pada penggalan drama bagian enam di bawah ini.
Beng Sien (Tersenyum) : Betul, Hap, itu nyonya ada omong begitu , tapi enkim Cuma ceritaken sebagian saja dari omongannya. Yang lebih penting tida diceritaken, yaitu itu nyonya bilang .” for me it is really wonderfull to find a Chinese lady with such a skill tennis like you,” artinya: betul-betul itu nyonya merasa heran dapetken satu Tionghoa Hujin begitu pande bermaen tennis seperti enkim.
Disini terlihat bahwa Kwee Tek Hoay sangat paham dengan keempat bahasa tersebut. Mungkin karena dia tinggal dicicurug Sukabumi yang mayoritas warga sekitar semuanya menggunakan bahasa sunda, sedangkan untuk bahasa belandanya sendiri mungkin karena Kwee Tek Hoay lahir pada saat belanda berkuasa di indonesia yaitu pada tahun 1886, dan Kwee Tek Hoay menurut sumber yang saya baca, dia giat mempelajari bahasa Melayu, Belanda dan Inggris yang kemudian membuatnya sangat gemar membaca buku-buku dalam ketiga bahasa tersebut. Sehingga tidak sulit untuk dia membuat drama yang isinya mencampurkan beberapa bahasa.
Dalam drama ini juga banyak sekali sebutan-sebutan dalam bahasa Tionghoa, seperti enkim, thian, kho, enko, enku, baba dan lain-lain. Mungkin karena Kwee Tek Hoay adalah orang Tionghoa peranakan sehingga sebutan-sebutan itu juga yang dia gunakan sehari-hari dalam kehidupannya. Tetapi bahasa yang digunakan oleh Kwee Tek Hoay ini dapat mudah dimengerti oleh kita pada zaman sekarang walaupun drama ini dicetak pada tahun 1912, berbeda dengan bahasa yang digunakan pada drama “Satu Ibu Tiri yang Pandai Ajar Anak” bahasa Tionghoa yang digunakan pada drama tersebut ada yang memakai dialekTionghoa asli, sehingga saya sebagai pembaca merasa kebingungan dengan arti sebenarnya dari percakapan yang ada dalam drama tersebut.
Saya sebagai orang yang membaca drama Allah yang Palsu ini merasa sangat antusias dan tertarik sekali melihat percampuran bahasa di dalam drama karya Kwee Tek Hoay ini, karena dengan membaca naskah di Dalamnya saya jadi memiliki rasa ingin tau arti-arti dari bahasa belanda yang ada di dalam drama tersebut, sehingga saya mencari tahu artinya dan itu menambah pengetahuan saya tentang bahasa Belanda. Dan dari naskah drama tersebut juga saya tahu bahasa yang digunakan oleh orang Tionghoa peranakan yang tinggal di daerah sukabumi pada masa itu.
aulia - selasa 8 okt 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H