Oleh: Aulia Ghina Syafira, Retno Nia Nur Ramadhani, Adilla Syahara Putri, Ahmad Ariel Baha UdinÂ
Dunia kerja merupakan aktivitas yang dilakukan manusia dalam suatu tempat yang menggunakan program pembagian kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Dunia kerja ini biasanya dilakukan dalam suatu perusahaan, instansi, maupun organisasi yang memerlukan aktivitas sumber daya manusia untuk memenuhi tujuan perusahaan. Setiap perusahaan mengambil sumber daya manusia yang bisa diandalkan dan mempunyai kemampuan lebih dalam menghadapi perubahan dalam persaingan dunia kerja (Diah Astuti et al., 2023).
Pencapaian dalam dunia kerja yang inklusif, menggunakan kemampuan yang tidak hanya diperankan oleh gender laki-laki melainkan gender perempuan juga memiliki hak dalam dunia kerja. Dari konsep gender tersebut saling berkaitan dengan lingkungan sosial. Perbedaan peranan kedudukan laki-laki dan perempuan di lingkungan masyarakat yaitu peran perempuan masih dianggap pasif dan sering kali tidak terlihat dibandingkan laki-laki menurut sudut pandang masyarakat (Qory dalam Nuraeni & Lilin Suryono, 2021).
Keberadaan gender untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan karakteristik sosial seharusnya tidak menjadi masalah selama perbedaan tersebut tidak menyebabkan ketidakadilan. Namun, dalam praktiknya perbedaan gender sering kali menimbulkan ketidakadilan bagi salah satu jenis kelamin, terutama perempuan. Ketidakadilan gender merupakan suatu sistem atau struktur yang menjadikan perempuan dan laki-laki sebagai korban dari tatanan yang ada (Chandra et al., 2024).
Pandangan ini memiliki naungan yang wajar, khususnya mengakui adanya segala ragam dalam aktivitas publik antara laki laki dan perempuan, keragaman kapasitas pergaulan sosial, harus ada bagian individu yang layak menjadi pionir, dan orang-orang yang menjadi sekretaris atau individu standar, jelas, situasi seseorang dalam kontruksi hierarki (jenjang) akan menentukan individu yang bersangkutan.Â
Pada dunia kerja sering kali terjadi ketidaksetaraan yang memandang perempuan lebih rendah derajatnya. Dalam konteks ini biasanya disebut diskriminasi, yaitu membeda-bedakan antara perempuan dan laki laki. Perilaku ini digunakan untuk membatasi hak perempuan dan menganggap kaum perempuan termasuk dalam mayoritas orang yang lemah (Kurniawan et al., 2024).
Pemerintah harus terlibat dalam pengesahan undang-undang mengenai kesetaraan dan keadilan gender yang melindungi pekerja perempuan, memastikan bahwa mereka mendapatkan hak yang adil serta bekerja dalam kondisi yang aman dan nyaman. Kesetaraan gender berarti memberikan perlakuan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam hal kesempatan, partisipasi, pengambilan keputusan, serta pengembangan, kesejahteraan dan akses sosial (Subagja, 2022).
Perempuan dan penyandang disabilitas sering kali menjadi sorotan dalam isu diskriminasi. Kedua kelompok ini dinggap rentan oleh sebagian masyarakat karena adanya stereotip yang telah berakar lama dalam masyarakat Indonesia. Budaya patriarki yang kuat menyebabkan perempuan sering terpinggirkan, dianggap tidak mampu untuk mandiri dan hanya berfungsi sebagai pendukung laki-laki. Di sisi lain, diskriminasi terhadap penyandang disabilitas lebih terlihat jelas, karena keterbatasan fisik atau mental mareka dianggap mengurangi produktivitas di lingkungan kerja.
Prinsip non-diskriminasi terhadap perempuan telah dimasukkan dalam beberapa konvensi ILO, seperti konvensi gaji setar (No. 100) dan konvensi diskriminas dalam pekerjaan (No. 111), yang telah diakui oleh Indonesia. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang keternagakerjaan, yang telah diganti dengan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, juga memuat ketentuan tentang hak-hak pekerja perempuan, termasuk perlindungan selama kehamilan.Â
Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 mengenai penyandang disabilitas diperbolehkan bekerja dan mengharuskan pekerja disabilitas dapat diterima dalam suatu badan usaha. Namun, hal seperti ini sering kali tidah dihiraukan oleh pihak pengusaha perusahaan. Masih sering terjadi penolakan terhadap calon karyawan disabilitas yang mendaftar di suatu perusahan. Oleh karena itu, dibutuhkan bantuan kerja sama berbagai pihak, termasuk pengusaha, pekerja, pemerintah, ILO, untuk memastikan penerapan prinsip non-diskriminasi berjalan sesuai undang-undang (Banjarani & Andreas dalam Kurniawan et al., 2024).