-legitnya rasa manis dan gurih menyatu di lidahku,Â
saat menyantap pancake jawa bernuansa zaman dulu-
Sore ini aku meyusuri Kota Sukoharjo menggunakan sepeda motor seorang diri. Sebenarnya bukan tanpa sebab aku keluar rumah di sore hari, namun aku memiliki tujuan untuk mencari santapan otentik yang sudah jarang ditemui. Di pinggir jalan utama Sukoharjo-Solo tepatnya di seberang patung jamu aku memberhentikan motor untuk mampir membeli Serabi Jowo milik Mbah Giyem.Â
Makanan ini awalnya aku temui di salah satu video food vlogger Solo. Kali ini kali kedua aku mampir di tempat Mbah Giyem berjualan. Sebelumnya aku sudah pernah mampir kesini saat pulang dari Yogyakarta dan iseng-iseng membuat konten video untuk mempromosikan Serabi Mbah Giyem. Dari kejauhan terlihat Mbah Giyem sedang menuang adonan serabi ke dalam wajan gerabah.Â
Dimasak dengan kayu dan tungku gerabah, membuat harum khas dapur jawa yang disebut "pawon" mengingatkanku saat masa kecil di rumah simbah dahulu. Oh, sekarang aku paham ternyata ini yang membuat serabi Mbah Giyem menjadi otentik.
-Lalu lalang kendaraan di jalan raya menjadi teman Mbah Giyem saat menunggu pembeli datang-Â
Akhirnya, aku memesan Rp10.000 dan meminta satu porsi untuk aku santap di sana. Sambil mengobrol dengan Mbah Giyem, aku menyantap sedikit demi sedikit serabi ini. Aku memberitahu Mbah Giyem bahwa video yang sebelumnya aku buat dilihat oleh 919,8K orang di platform tiktok. Mbah Giyem pun menanggapinya dengan senang dan bercerita bahwasannya beliau juga pernah dishoot oleh seorang content creator. Setelah itu beliau bercerita kalau dagangannya semakin ramai.Â
Aku juga bertanya kepada beliau bahwa kemarin aku kesini dua kali tidak berjualan, lalu simbahnya bilang "kadang nek mboten buka ya capek kadang mpun telas" artinya, "terkadang kalau tidak buka ya sedang capek atau kadang sudah habis." Serabi Mbah Giyem ini biasanya buka dari pukul 15.00 WIB sampai menjelang maghrib. Lokasinya sudah ada di google maps dengan nama "Serabi Jowo Mbah Giyem", namun terkadang orang-orang masih sulit menemukannya. Mbah Giyem ini berjualan di sebelah warung tepatnya sebelah dagangan masker-masker, sehingga tidak terlalu terlihat jika hanya sekilas lewat jalan tersebut.Â
Saat aku menyantap serabi Mbah Giyem ini pertama kali merasakan gurihnya serabi yang dipadukan dengan manisnya gula jawa cair atau biasa disebut "juruh" dan parutan kelapa. Rasa gurih dan manis dengan tekstur lembut terasa di mulutku setiap kunyahannya. Tak jarang ada sedikit rasa pahit karena ada yang sedikit gosong dari serabinya. Tetapi rasa itu menambah kenikmatan karena terdapat aroma-aroma smokey dari tungku api yang menyala dari kayu. Bagiku rasa serabi ini nikmat dan baru aku dapatkan di sini.Â
Biasanya, serabi di Sukoharjo menggunakan topping cokelat, pisang, ataupun tanpa topping. Namun, serabi Mbah Giyem ini menggunakan juruh dan kelapa parut. Selain itu, alas daun pisang juga menambah aroma sedap sehingga lebih tergugah selera untuk menyantapnya. Serabi ini dipatok harga cukup murah, hanya dengan mengeluarkan uang Rp2000/pcs. Setelah membayar, aku berpamitan dengan Mbah Giyem, beliau bilang kepadaku "maturnuwun nggih, semoga sukses pinter sekolahe, lancar rezekine" artinya, "terima kasih ya, semoga sukses pintar sekolahnya dan dilancarkan rezekinya." Lalu aku membalas "nggih mbah, sami-sami. Mbah sehat-sehat nggih mbah, semoga makin rame dagangannya" artinya "iya mbah, sama-sama. Semoga simbah sehat selalu dan dagangannya semakin rame."Â
-Berbalut kain jarik dan kebaya tradisional, tubuh Mbah Giyem yang termakan usia mulai nampak lelah-
Kegigihan Mbah Giyem membuatku malu karena terkadang sering malas untuk mengerjakan suatu hal. Beliau yang sudah sepuh dengan umur yang sudah tidak muda masih bersemangat untuk berjualan menghidupi kehidupan sehari-harinya. Hal ini membuat orang-orang banyak berkomentar simpati pada video yang pernah aku unggah di tiktok. Tak jarang dari mereka yang memberikan doa kepada Mbah Giyem, hingga ingin menyicipi serabinya. Berharap dari adanya video itu bisa membantu Mbah Giyem. Dari Mbah Giyem aku belajar banyak bersyukur dan jangan mengeluh untuk menjalani kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H