Mohon tunggu...
Aulia Risma
Aulia Risma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan dan bersenang-senang

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ekowisata Indonesia: Studi Kasus Taman Nasional Komodo

6 Desember 2022   04:01 Diperbarui: 6 Desember 2022   04:15 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Komodo | Sumber : hollandamerica.com 

Kenaikan tarif masuk ini dicurigai dilakukan hanya untuk kepentingan pebisnis kelas tertentu yang sudah mengantongi izin sewa lahan di dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Karena bagi masyarakat dan pengusaha lokal kenaikan tarif ini hanya akan membunuh usaha kecil mereka. 

Dispensasi yang dilakukan sebelum menaikkan tarif masuk baru Januari mendatang justru menjadi kesempatan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas wisata baru secara masif bagi para pemilik modal yang telah bermitra dengan PT Flobamor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov NTT . Yang telah diberikan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) dan Izin Usaha Penyedia Sarana Wisata Alam (PSWA) di TNK. Tak heran apabila banyak yang mengatakan bahwa perusahaan buatan pemprov tersebut melakukan monopoli.

Zonasi Taman Nasional Komodo | Sumber : sunspiritforjusticeandpeace.org
Zonasi Taman Nasional Komodo | Sumber : sunspiritforjusticeandpeace.org

Terlebih dengan ramainya isu pembangunan mega proyek dengan tema jurassic park di Pulau Rinca yang tentu akan berdampak pada kerusakan habitat asli komodo dan juga menyampingkan penduduk demi tujuan investasi. Berdasarkan peta zonasi TNK tahun 2015, area Pulau Rinca merupakan zona inti taman nasional yang memiliki fungsi utama sebagai habitat alami perlindungan komodo dan mutlak tidak boleh ada aktivitas manusia. 

Maka tak seharusnya pengerjaan mega proyek ini dilakukan, karena wilayah tersebut merupakan zona inti dan komodo membutuhkan ruang yang luas untuk berkembang tanpa gangguan dalam bentuk apapun yang justru akan mempengaruhi aktivitas dan perkembangan mereka. Rencana pengembangan dan pembangunan di wilayah konservasi seperti Taman Nasional Komodo harus dikaji dan dipertimbangkan dengan pemikiran jangka panjang. Jika sejak awal pembukaan Taman Nasional ini memiliki tujuan konservasi, maka tak seharusnya pembangunan infrastruktur dan fasilitas wisata secara masif dilakukan.

Keterlibatan masyarakat lokal dalam melakukan pengelolaan terhadap potensi alam yang dimiliki daerahnya juga masih minim. Terlihat dari kasus pembangunan fasilitas wisata yang tidak disosialisasikan kepada masyarakat terlebih dahulu. Para pemilik usaha tersebut baru melakukan sosialisasi ketika isu privatisasi ini naik di media. 

Yang diharapkan oleh masyarakat adalah para perusahaan swasta melakukan dialog publik terlebih dahulu sebelum melakukan rencana pembangunan. Menurut masyarakat setempat ketika ada penolakan dari mereka pun tidak akan banyak yang berubah, karena izin dari pusat telah dikantongi oleh para pengusaha ini. Jika begitu hanya mengambil keuntungan dari pembangunan fasilitas yang hanya bisa dilakukan oleh masyarakat. 

Kemudahan yang diberikan bagi para perusahaan swasta ini sangat bertolak belakang dengan sosialisasi konservasi yang dilakukan di kawasan tersebut. Bahkan masyarakat tidak diperbolehkan untuk membangun apapun di kawasan taman nasional, tidak memperbolehkan penggunaan perangkap ikan, dan masih banyak lagi larangan demi tujuan konservasi katanya. Penguasaan lahan oleh perusahaan swasta ini justru tidak memberikan manfaat terhadap ekonomi masyarakat setempat dan pengusaha lokal sehingga tidak sesuai dengan prinsip ekowisata.

Jika penerapan konsep ekowisata hanya sebatas label belaka dengan penjalanan prinsip yang masih belum sesuai dengan kaidahnya, sebaiknya perlu dilakukan peninjauan ulang apakah label ekowisata pantas disematkan atau tidak. Atau justru penggunaan label ini hanya menjadi dalih dari perampasan dan monopoli lahan masyarakat dengan topeng konservasi dan lingkungan. 

Apabila destinasi wisata lain berlabel ekowisata dalam pengelolaanya serupa dengan studi kasus Taman Nasional Komodo, masa depan ekowisata Indonesia akan semakin buruk. Hal tersebut didukung dengan bukti-bukti nyata dari minimnya keberhasilan penerapan prinsip ekowisata mulai dari prinsip konservasi yang belum sejalan dengan tujuan pengembangan, keterlibatan masyarakat yang masih minim, prinsip edukasi yang belum muncul, dampak ekonomi yang rendah bagi masyarakat lokal, dan prinsip keberlanjutan yang perlu dipertanyakan. Terlebih jika tidak ada perbaikan atau ketegasan kedepannya dalam penerapan konsep ekowisata pada sebuah destinasi wisata.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun