Mohon tunggu...
Aulia Rasel Widodo
Aulia Rasel Widodo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi dan Dampak Implementasi IA-CEPA bagi Peluang Pasar Indonesia-Australia

8 Desember 2024   15:34 Diperbarui: 8 Desember 2024   15:35 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana Hubungan Indonesia-Australia?

Hubungan baik Indonesia-Australia telah terjalin selama beberapa dekade, yang mana hubungan baik ini dilandasi oleh sejumlah faktor kompleks, di antaranya adalah faktor geografis dan faktor sejarah. Kedekatan geografis yang signifikan antara Indonesia dan Australia dibuktikan dengan adanya Paparan Sunda dan Paparan Sahul sebagai penghubung kedekatan geografis antara kedua negara. Banyaknya persamaan jenis flora dan fauna di Australia, Sulawesi, Irian Jaya, dan Nusa Tenggara turut serta mendukung pengaruh faktor geografis (Ribawati, 2023). Setiap negara akan selalu mengutamakan kepentingan nasionalnya, termasuk Indonesia dan Australia yang menempatkan pembangunan perekonomian sebagai prioritas. Untuk memastikan pembangunan perekonomian negaranya berjalan lancar tanpa adanya gangguan, maka sebagai negara tetangga yang dekat secara geografis, baik Indonesia maupun Australia akan mengupayakan keamanan dan kestabilan maritimnya. Meski kedua negara tersebut kerap kali mengalami ketegangan, pada akhirnya kedua negara tersebut akan memilih damai sebab berkonflik dengan negara tetangga akan berpotensi memperkecil akses perdagangan internasional. Akibat faktor kedekatan geografis inilah Indonesia dan Australia memilih untuk menjalin kerja sama dengan tujuan menjamin keamanan dan stabilitas perdagangan internasional.

Dilihat melalui sejarahnya, menurut Sultani, dkk (2019), sejak dulu para pelaut Bugis Makassar telah memanfaatkan laut sebagai media perantara dalam menjalin diplomasi hubungan perdagangan tradisional dengan suku asli Australia, yakni suku Aborigin. Hubungan erat antara kedua suku tersebut didukung pula oleh adanya pertahanan jalur dan jaringan pelayaran yang kuat, sehingga kedua suku dapat saling memperkenalkan budaya mereka selama diplomasi perdagangan tradisional berlangsung. Diperkirakan bahwa hubungan suku Bugis dengan suku Aborigin dimulai pada masa pemerintahan Kerajaan Gowa, Makassar di tahun 1650. Suku Bugis Makassar diketahui melakukan pelayaran hingga ke pantai utara Australia. Adhuri (2013) menjelaskan bahwa suku Bugis Makassar berburu ikan dan teripang ke Ashmore Reef pada abad ke-17 sampai 1616. Kala itu, suku Bugis Makassar bahkan turut mempekerjakan suku Aborigin untuk memperoleh ikan dan teripang. Sebagai kompensasi, suku Bugis Makassar akan menukar barang dengan suku Aborigin dan kerap kali barang-barang tersebut dibawa pulang ke daerah asal mereka. Akibat diplomasi perdagangan tradisional ini, wilayah Australia Utara dapat dikatakan sebagai tempat singgah sementara bagi suku Bugis Makassar selama proses “memperkenalkan kebudayaan baru”. Fenomena antara kedua suku tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk diplomasi soft power. Akan tetapi, letak Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dengan Australia kerap kali mengalami tumpang tindih, sehingga hal ini menjadi tantangan bagi kedua negara dalam mempertahankan hubungan baik.

Selain itu, Australia merupakan salah satu negara tetangga yang turut mendukung kedaulatan Indonesia, yang mana dalam dimensi politik, hubungan baik antara kedua negara bermula pada periode awal kemerdekaan Indonesia di tahun 1945-1949. Kala itu, Australia memberikan bantuan berupa dana dan memboikot kapal-kapal Belanda yang diprakarsai oleh Partai Buruh, yang mana insiden pemboikotan tersebut dikenal dengan nama Black Armada. Ningsih (2022) menyampaikan bahwa dalam aksi pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda dilakukan oleh para buruh Australia pada 23 September 1945 dengan mogoknya empat orang awak asal Indonesia yang ditempatkan di kapal Belanda dalam menyuplai logistik ketika berada di pelabuhan Sydney. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap gugatan Belanda pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia. Aksi pemboikotan tersebut memperoleh dukungan dari pemerintah Australia dengan maksud bahwa pihaknya tak akan mendukung tindak penindasan terhadap Indonesia. Pada 25 September 2024, diketahui bahwa sebanyak 1.400 para buruh Australia menggelar rapat untuk membahas lebih rinci mengenai pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda. Kemudian, pada oktober 1945, pemerintah Australia dengan sengaja tidak “menyentuh” kapal Belanda yang bertujuan ke Indonesia. Tindakan tersebut tentu menyulitkan Belanda sebab mereka tak akan memperoleh konsumsi dan amunisi, serta tak memperoleh bantuan perbaikan terhadap kapal-kapalnya. Selain itu, Australia turut menjadi co-sponsor untuk Indonesia agar dapat bergabung dengan forum PBB. Akan tetapi, sebagai negara tetangga, Indonesia dan Australia tentu mengalami sejumlah bentrokan, seperti pada krisis Timor Timur, teror Bom Bali, sampai insiden pengeboman Kedutaan Australia di Jakarta. Banyaknya bentrokan yang terjadi antara kedua negara tersebut sempat menimbulkan ketegangan yang menyebabkan mereka saling menarik duta perwakilan mereka.

Julukan “strange neighbour” atau istilah “roller coaster” diperoleh untuk menggambarkan dinamika hubungan Australia dan Indonesia yang pasang surut sebab kedua negara kerap menganggap satu sama lain sebagai ancaman, tetapi tetap berusaha menjalin hubungan bilateral dengan baik. Hal ini tentu didasari oleh banyaknya perbedaan antara kedua negara, baik dari segi kebudayaan, orientasi politik, dan pembangunan ekonomi. Menyadari adanya ketidakstabilan antara kedua negara inilah yang menyebabkan Indonesia dan Australia mulai mengajukan beberapa bentuk kerja sama bilateral yang didasari oleh mutual understanding, seperti Perjanjian Keamanan Australia-Indonesia pada Desember 1995 dan Perjanjian Lombok yang ditandatangani pada 13 November 2006. Tak sampai di situ, akibat letak geografis yang strategis, muncullah pertimbangan mengenai kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Australia, yang mana hal ini seharusnya menjadi prioritas bagi hubungan antara kedua negara. Baik Indonesia maupun Australia, kedua negara tersebut berkeinginan untuk meningkatkan perekonomian negara, terlebih dengan adanya pengaruh posisi Indonesia dalam ASEAN menyebabkan negara ini menjadi jembatan potensial bagi produk Australia guna menjangkau pasar yang lebih luas. Sebagai bentuk inisiasi oleh Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia, yakni John Howard, maka dibentuklah Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada 2005 dengan tujuan utama membahas tuntas strategi kerja sama ekonomi Indonesia-Australia melalui Joint Declaration Comprehensive Partnership.

Apa itu IA-CEPA?

IA-CEPA merupakan perjanjian komprehensif yang mencakup beberapa hal, seperti investasi, perdagangan bebas dan elektronik, fasilitas visa kerja, hingga hak kekayaan intelektual. Salah satu poin utamanya adalah hampir semua tarif bea masuk untuk produk yang diperjualbelikan antara Indonesia dan Australia dihapuskan, yang mana hal ini turut mempermudah perusahaan berinvestasi di kedua negara. Indonesia sendiri berencana menghapus tarif impor untuk produk Australia sebesar 94%, sedangkan Australia berencana memberikan kebebasan pada akses produk Indonesia. Demikian hal ini diharapkan akan meningkatkan kualitas daya saing produk di pasar negara.

Pada 2007, Indonesia dan Australia telah melakukan studi kelayakan terkait Free Trade Agreement (FTA), yang mana studi kelayakan ini berfungsi untuk mengevaluasi potensi, manfaat, dan tantangan kerja sama bilateral Indonesia-Australia. Studi kelayakan tersebut selesai dilakukan pada tahun 2009 dengan hasil bahwa FTA akan memberikan banyak manfaat dalam meningkatkan integrasi ekonomi antara Indonesia dengan Australia. Oleh karena itu, Indonesia dan Australia segera melakukan perundingan guna membahas kerja sama ekonomi bilateral lebih lanjut (Michael, 2018).

Perundingan IA-CEPA secara resmi dilaksanakan pada putaran pertamanya tanggal 2 Desember 2010 dan dilaksanakan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia, Julia Gillard. Kemudian, putaran keduanya dilaksanakan pada tahun 2013. Akan tetapi, memasuki November 2013 sampai dengan Februari 2016, perundingan IA-CEPA sempat dihentikan sebab Indonesia dan Australia terlibat konflik, yang mana kala itu Australia terbukti melakukan penyadapan pada Presiden Indonesia di tahun 2013 dan Perdana Menteri Australia, Abbott menolak mengajukan permohonan maaf. Suasana antara kedua negara semakin memburuk sebab Indonesia mengabaikan pengajuan permohonan ampun oleh Abbott terhadap  dua warga negaranya yang terlibat dalam penyelundupan narkoba di Bali. Setelah ketegangan antara kedua negara berhasil mereda, pada Maret 2016 IA-CEPA direaktivisasikan, perundingan putaran ketiga IA-CEPA dimulai sejak Mei 20106. Kemudian, perundingan putaran IA-CEPA kembali dilanjutkan hingga putaran keenam pada tahun yang sama. Perundingan pertama IA-CEPA berisikan negosiasi kerja sama bilateral yang bersifat komprehensif, perundingan kedua berisikan hasil diskusi pertimbangan position paper mengenai Indonesia-Australia Business Partnership Group (AIPBG). Pertemuan ketiga membahas standar kualitas dan keamanan produk makanan yang akan diekspor Indonesia ke Australia, dan pertemuan selanjutnya membahas kesepakatan awal IA-CEPA. Di tahun 2017, perundingan IA-CEPA telah memasuki putaran kesebelas, sementara putaran keduabelasnya dilaksanakan pada Juli 2018.

Pada Agustus 2018, perjanjian IA-CEPA akhirnya mencapai proses finalisasi, yang mana kedua negara mengutus Menteri Perdagangannya untuk menandatangani Deklarasi Penyelesaian IA-CEPA yang kemudian dilaksanakan pada 4 Maret 2019. Kesepakatan ini mencakup beberapa aspek, seperti investasi, perdagangan barang dan jasa, hingga kolaborasi pembangunan inovasi dan industri. Adanya ratifikasi IA-CEPA menimbulkan harapan bahwasanya perjanjian ini dapat melebarkan peluang bagi kedua negara, khususnya pada sektor ekonomi (Rusmin, 2021).

Bagaimana Implementasi IA-CEPA dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun