Mohon tunggu...
Aulia Rahmi Sofiyatin
Aulia Rahmi Sofiyatin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Legalize all means or die✨

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perseteruan Antar Negara oleh Kejahatan Terorisme Osama Bin Laden pada Serangan 911

26 Oktober 2021   23:17 Diperbarui: 27 Oktober 2021   00:03 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Tidak dapat disanggah lagi bahwa terorisme adalah isu global yang telah terjadi cukup lama dengan lahirnya pemikiran-pemikiran radikal. Seperti yang dapat dipahami terorisme hanya memberikan dampak negatif dengan menggiring berbagai kekacauan dunia terutama bagi masyarakat yang menjadi sasarannya. 

Berdasarkan pengamatan penulis, adapun dampak yang tak terelakkan adalah berbagai kehancuran sektor pariwisata, sektor ekonomi, mental masyarakat, ketentraman, kondisi fisik lingkungan, dan termasuk keamanannya. Masyarakat baik didalam maupun di luar wilayah sasaran terorisme akan terjebak dalam teror dan menimbulkan ketakutan massal. 

Tidak hanya dampak-dampak tersebut, khususnya dalam sektor keamanan menjadi penghambat bagi publik untuk bebas beraktivitas disebabkan minimnya keamanan suatu wilayah.

Luis de la Corte, menyatakan sebuah teori bahwa terorisme tidak serta merta lahir tanpa adanya penyebab sehingga ia merumuskan adanya 7 faktor yang memicu terjadinya tindak kejahatan terorisme. Pertama, karakteristik organisasi dari segi internal dicerminkan melalui kegiatan dan pergerakan pelaku teroris.

 Kedua, tingkat rasionalitas masing-masing anggota dalam sebuah kelompok. Ketiga, meroketnya jumlah pengikut suatu organisasi teroris dan bertambahnya kekuatan organisasi tersebut disebabkan karena persebaran ideologi serta propaganda terhadap masyarakat awam. Keempat, banyak dan sedikitnya sumber daya yang dimiliki serta yang dibutuhkan sebagai penunjang pelaksanaan misi para pelaku teroris. 

Kelima, dalam memperoleh masifnya jumlah dukungan dari individu atau kelompok sejenis, suatu organisasi terorisme cenderung melakukan ekspansi dengan menargetkan masyarakat radikal dan anti nasionalis. Keenam, ekstrimnya interaksi terhadap individu untuk bergabung bersama organisasi tersebut. 

Ketujuh, pertentangan serta pemberontakan terhadap kaum mayoritas oleh kaum minoritas. Dari ketujuh faktor tersebut, penulis dapat memvalidasi bahwa seluruhnya sangat berpengaruh terkait lahirnya suatu gerakan terorisme yang anti-nasionalis, mengingat bahwa peristiwa serangan teroris didominasi oleh kaum minoritas yang radikal.

Maka dari itu penulis menyusun artikel ini untuk menganalisis lebih jauh terkait peristiwa serangan 11 September 2001. Pada tanggal tersebut pesawat komersil American Airlines yang dibajak oleh 19 teroris menabrak gedung kembar World Trade Center (WTC) yang berlokasi di New York, Amerika Serikat. 

Adanya peristiwa melegenda yang memakan ribuan korban jiwa, memecah kerusuhan warga Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena gedung WTC adalah simbol supremasi ekonomi Amerika Serikat. Tidak hanya penyerangan terhadap WTC, gedung Pentagon tepatnya bagian Departemen Pertahanan turut diserang oleh tabrakan pesawat komersil.

Pertanyaan besar tentu mencuat di tengah-tengah masyarakat Amerika Serikat mengenai bagaimana serangan terorisme dapat terjadi ketika kecanggihan pengamanan penerbangan Amerika Serikat sangat kuat dan ketat, yang kemudian berujung pada kemarahan masal. 

Kericuhan akibat perasaan tidak aman tersebut kemudian menyebabkan George W. Bush selaku Presiden Amerika Serikat untuk memulai penumpasan terhadap para teroris melalui pernyataan perang. 

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bush bahwa langkah balasan yang akan ditempuh terhadap aksi terorisme ini disebutnya sebagai "crusade" yang mengingatkannya pada perang salib di masa yang lalu. 

Meskipun tanpa bukti yang jelas AS mengatakan Osama bin Laden sebagai pelaku. Osama bin Laden yang berasal dari Arab Saudi tertuduh sebagai dalang dibalik peristiwa 11 September 2001 oleh Bush, dimana Osama turut berperan sebagai pemimpin jaringan terorisme Al-Qaeda dengan dukungan dari rezim Taliban yang memiliki markas di Afganistan. 

Terkait dengan urgensi keamanan negara, PBB menerbitkan peraturan baru dengan mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan No 1368 tahun 2001 yang menyatakan bahwa eksistensi terorisme menjadi wujud ancaman yang meretakkan perdamaian dan keamanan secara global. 

Berlandaskan pada pasal 39 piagam PBB maka Dewan Keamanan diserahkan wewenang untuk mendeklarasikan keberadaan ancaman yang mengganggu perdamaian serta keamanan, dengan syarat terorisme telah mengacaukan perdamaian dan keamanan internasional. 

Pasal 41 maka Dewan Keamanan diperijinkan untuk menggunakan kekuatan militer, dan pasal 42 memberi akses bagi Dewan Keamanan untuk memanfaatkan kekuatan militer udara, darat, serta laut demi kepentingan agresi. 

Menurut penulis, dengan menerapkan pasal 42 dapat menyulut peperangan internasional yang bisa berujung terhadap perang dunia 3 karena melibatkan peperangan antar ras dan agama. 

Peningkatan serta memperkokoh garis pertahanan dan keamanan adalah langkah yang tepat guna menghalau serangan terorisme, dan seyogyanya diadakan penumpasan pelaku teroris agar seluruh umat manusia tidak menyamaratakan kejahatan salah satu individu atau kelompok terhadap sebuah kaum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun