Mohon tunggu...
Aulia NurLita
Aulia NurLita Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Menengah Pertama

Tech savvy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mungkin Musuhnya Terlalu Kecil

27 Mei 2020   09:39 Diperbarui: 27 Mei 2020   09:36 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia masih belum usai dan belum menemukan titik terang. Beberapa waktu lalu masyarakat diminta Bapak Jokowi bisa berdamai dengan Covid-19. 

Keramaian menjelang lebaran mungkin adalah manisfetasi dari masyarakat terhadap himbauan Pak Jokowi. Bagaimana tidak, saat itu sepertinya masyarakat sudah mulai berdamai dengan Covid-19 dan mau hidup berdampingan dengan virus ini. 

Fenomena masyarakat yang berkumpul di supermarket untuk membeli baju lebaran, kerumunan saat McD Sarinah ditutup, berebut masuk ke sebuah toko emas, bahkan mengantri untuk membeli pizza adalah bukti-bukti bahwa masyarakat sudah berdamai dengan virus ini. 

Hal yang kontra terjadi di rumah sakit dimana petugas medis justru berjuang melawan Covid-19 yang semakin hari semakin banyak memakan korban. 

Entah bagaimana ini bisa terjadi, mungkin karna ukuran virus terlalu kecil untuk bisa disadari keberadannya, atau karna kurangnya edukasi pada masyarakat kita. 

Namun bagi saya fenomena "perdamaian" ini adalah hal yang sangat disesalkan dan menyakitkan, saya termasuk orang yang mengikuti anjuran untuk menjaga jarak dan sangat membatasi berbagai kegiatan sehari-hari dalam rangka memutus penyebaran virus ini. 

Ada beberapa indikator yang bahkan saya buat sendiri untuk memilah kegiatan apa saja yang bisa dan tidak saya lakukan saat ini. 

Ada 3 hal: pertama, identifikasi kegiatan itu urgent atau tidak,harus dilakukan sekarang atau bisa nanti, kedua, apa kegiatan itu bisa dilakukan dengan cara lain, ketiga, pertimbangkan kemaslahatan diri dan orang lain. 

Contoh sederhananya, jika kamu memang harus keluar untuk bekerja, dalam hal Ini tempatmu bekerja tidak menerapkan WFH, itu sangat diperbolehkan tentu dengan protokol kesehatan yang benar, karna pertama hal itu tidak bisa digantikan, penting tentu saja untuk mencari uang untuk menyambung kehidupan. 

Ini juga penting untuk kemaslahatan kamu dan dan orang yang bergantung dengan pekerjaanmu, untuk hal lain seperti kewaspadaan terhadap aktifitas interaksimu dengan orang lain, kamu bisa tangani itu dengan protokol kesehatan yang benar dan ketat. Contoh ke dua, berbelanja kebutuhan pokok, itu juga boleh dilakukan. 

Penting untuk keluargamu tetap makan menyambung hidup. Untuk beberapa orang mungkin kegiatan berbelanja sayuran bahkan bisa dilakukan dengan sistem online, tapi tidak semua bisa melakukan hal yang sama. Maka tidak ada cara lain selain harus berangkat sendiri. 

Kalau bisa ya sekali belanja semua yang dibutuhkan bisa terpenuhi dan usahakan datang pagi hari jika yang dituju pasar tradisional,ini untuk menghindari kerumunan orang banyak, dan untuk menjaga kamu yang berbelanja, serta mungkin menjaga orang lain kalau ternyata tanpa sengaja kamu adalah penderita tanpa kamu sadari. 

Contoh yang tidak boleh dilakukan, hal yang mudah dan sangat bisa dilihat beberapa waktu lalu adalah kegiatan buka bersama. Tujuan bukber itu selain makan bersama saat berbuka, tentu untuk menyambung tali silaturahmi, dan lagi kegiatan bukber tidak bisa digantikan dengan cara lain. Tujuanya baik, tapi ketika kamu ada di dalam kegiatan itu, kamu tidak tau bagaimana kondisi teman-teman bukbermu. 

Tidak tahu ada atau tidak dari mereka yang terkena Covid-19 tanpa mereka sadari, atau bahkan penderita tapi tanpa gejala yang ndableg. Dan lagi lihat efek jangka panjang setelah itu, kalau kebetulan ada satu temanmu yang terkena covid, kita anggap saja dia si "x" ,dia akan menularkan kepadamu dan semua yang ada disana. Singkat saja mungkin untukmu virus itu akan membuat kamu menjadi asimtomatic carrier, justru inilah yang di khawatirkan ketika kamu pulang dan bertemu anggota keluargamu, bagaimana kalau mereka juga tertular. 

Karena dibalik kata "tertular" itu sebenarnya kamu sudah tidak akan bisa mengendalikan berbagai dampak klinis yang ditimbulkan dari manuver Covid-19 dalam tubuh orang-orang yang kamu tulari, kecuali kamu bisa bicara dengan virus itu. Lebih jauh lagi untuk teman-temanmu yang ikut buka bersama selain si x tadi, jika sudah tertular bagaimana daya sintas mereka setelah itu, dan bagaimana jika setelah bukber itu kebetulan mereka bertemu orang lain lagi, itu akan merembet ke banyak orang, bahkan berkali lipat jumlah nya dari jumlah orang yang hadir bukber bersama kamu. 

Alasan pembenarannya mungkin bukber dengan protokol kesehatan tapi dari awal saja sebenarnya hal itu adalah hal yang tidak urgent harus dilakukan, tidak lucu kalo akhirnya harus tertular karna hal-hal yg sebenarnya bisa dijaga untuk tidak dilakukan to. 

Karna ketika kamu memutuskan menjaga mereka(keluarga atau teman-temanmu) dari bahaya dengan tidak mengadakan atau ikut datang bukber itu sudah menjadi tindakan kemanusiaan yang sangat berarti untuk dilakukan saat ini. Akan lebih baik kamu menjaga kehidupan mereka saat ini agar nanti bisa bertemu lagi jika kondisi sudah lebih baik. Jadi bagaimana, dari contoh itu masihkah berpikir melakukan kegiatan secara sembrono? 

Harus diingat, pemikiran semacam itu pada diri kita bukan untuk menakuti maupun mempersempit ruang gerak, melainkan untuk meningkatkan pemahaman, kewaspadaan dalam melakukan kegiatan, dan tentu saja memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Pemahaman semacam ini perlu dimiliki sebagai bekal menuju "new normal" yang akhir-akhir ini digaungkan pemerintah. Penjagaan sekecil apapun tidak akan pernah salah untuk dilakukan dan pasti akan sangat memiliki manfaat besar, iya besar, bagi kalian yang mau berfikir.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun