Bahasa Gaul dan Interferensi Bahasa Inggris dalam Portal Berita Catch Me Up!
Bahasa merupakan salah satu elemen fundamental dalam kehidupan manusia yang tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk mencerminkan identitas, menyalurkan emosi, serta membangun relasi sosial. Dalam perkembangannya, bahasa selalu mengalami perubahan makna yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kemajuan teknologi dan dinamika sosial. Salah satu bentuk perubahan tersebut adalah munculnya bahasa gaul, yang kini telah menjadi bagian integral dari identitas generasi muda, khususnya Generasi Z.
Sebagaimana dikemukakan oleh Chaer (2009), bahasa memiliki fungsi mendasar untuk menyampaikan ide, kehendak, dan perasaan manusia. Karena sifatnya yang fleksibel, bahasa terus berkembang seiring dengan kebutuhan zaman. Di Indonesia, perubahan makna bahasa sering kali terjadi akibat pergeseran, perluasan, atau bahkan penyimpangan makna aslinya (Rahma, 2018). Bahasa gaul, sebagai salah satu wujud perkembangan ini, merepresentasikan kreativitas manusia dalam merespons perubahan sosial dan budaya yang terus berlangsung.
Kemunculan bahasa gaul tidak dapat dilepaskan dari pengaruh teknologi informasi dan komunikasi. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter) telah menjadi wadah bagi Generasi Z untuk menciptakan istilah-istilah baru yang khas. Bahasa gaul tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana pembentukan identitas sosial. Dalam perspektif Foucault, bahasa memiliki peran strategis sebagai alat kontrol sosial yang memungkinkan generasi muda mendominasi tren dan norma baru di dunia digital (Saefulah, 2019).
Perubahan global yang ditandai dengan era globalisasi turut membawa dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya. Kemajuan teknologi telah mengubah pola konsumsi informasi masyarakat. Saat ini, akses terhadap berita tidak lagi terbatas pada media konvensional seperti surat kabar, televisi, atau radio, melainkan telah meluas ke portal daring. Portal berita seperti Kompas.com dan Tribunews.com menawarkan berbagai keunggulan, seperti fleksibilitas, kecepatan, dan kemudahan akses. Namun, portal berita daring juga menghadapi sejumlah kendala, khususnya terkait akurasi dan aspek kebahasaan yang sering kali diabaikan (Romli, 2018).
Catch Me Up!, salah satu layanan berita daring yang populer, menyajikan berita dengan format yang ringan, menarik, dan mudah dipahami, khususnya untuk Generasi Millenial dan Generasi Z. Portal ini menggunakan gaya bahasa gaul yang bercampur dengan bahasa Inggris, menyesuaikan ragam bahasa yang digunakan oleh generasi muda yang umumnya bilingual atau bahkan multilingual. Fenomena ini mencerminkan adanya interferensi bahasa, yaitu pengaruh unsur bahasa lain terhadap sistem bahasa utama (Chaer dan Agustina, 2014).
Interferensi semacam ini, jika dibiarkan, berpotensi menggeser penggunaan bahasa Indonesia ragam baku, terutama dalam ranah jurnalistik. Menurut Sumadiria (dalam Romli, 2018), bahasa jurnalistik seharusnya memiliki karakteristik lugas, gramatikal, serta menghindari penggunaan bahasa sehari-hari. Namun, Catch Me Up! dengan sengaja mengadopsi gaya bahasa yang santai dan populer untuk menarik perhatian khalayak muda.
Fenomena ini menggambarkan dinamika bahasa yang terjadi di era digital, sekaligus memberikan tantangan bagi pelestarian bahasa Indonesia sebagai identitas nasional. Kajian mengenai interferensi bahasa tidak hanya penting untuk menjaga kelestarian bahasa Indonesia ragam baku, tetapi juga untuk memahami adaptasi bahasa terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat modern.
Interferensi bahasa dapat dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan asal unsur serapan, yaitu interferensi sekerabat (internal interference) dan interferensi bukan kerabat (external interference). Interferensi yang terjadi dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia merupakan contoh interferensi bukan kerabat. Berdasarkan arah unsur serapan, interferensi diklasifikasikan menjadi interferensi reseptif, yaitu serapan yang hanya berlangsung satu arah, dan interferensi produktif yang bersifat timbal balik antara bahasa sumber dan bahasa penerima.
Interferensi sering dipandang sebagai bentuk penyimpangan, terutama ketika unsur serapan tersebut sudah tersedia dalam bahasa penerima. Fenomena ini biasanya terjadi secara individu, yang dikenal sebagai interferensi perlakuan (performance interference). Chaer dan Agustina (2014) menjelaskan bahwa interferensi perlakuan umum terjadi pada individu yang mempelajari bahasa kedua, sehingga sering disebut interferensi belajar (learning interference) atau interferensi perkembangan (developmental interference).
Menurut Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2014), interferensi sistemik mengacu pada perubahan dalam sistem bahasa akibat kontak dengan bahasa lain, yang dapat mencakup aspek fonologi, morfologi, dan lainnya. Salah satu contohnya adalah interferensi morfologi, yang terjadi ketika unsur bahasa asing memengaruhi proses pembentukan kata dalam suatu bahasa. Proses morfologi, sebagaimana dijelaskan oleh Chaer (2015), melibatkan afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimasi, dan konversi. Dalam konteks ini, interferensi morfologi menunjukkan pengaruh bahasa asing dalam perkembangan bahasa Indonesia.
Bilingualisme, yang disebut juga kedwibahasaan, merujuk pada kemampuan individu untuk menggunakan dua bahasa secara bergantian. Chaer dan Agustina (2014) menyebutkan bahwa bilingualisme terkait dengan penguasaan bahasa pertama dan bahasa kedua, sedangkan multibilingualisme mengacu pada penggunaan lebih dari dua bahasa dalam interaksi sosial. Dalam masyarakat bilingual, interferensi bahasa kerap muncul sebagai hasil dari kontak antarbahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Platform berita daring Catch Me Up!, yang dirancang untuk generasi Milenial dan Generasi Z, menyediakan konten dalam bahasa Inggris dan Indonesia, yang sering kali menjadi sumber interferensi bahasa. Generasi Milenial dan Gen Z, yang memiliki keunggulan dalam penguasaan teknologi dan bahasa asing, cenderung mencampurkan elemen bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, yang menunjukkan fenomena alih kode, campur kode, serta interferensi bahasa sebagaimana dikemukakan oleh Chaer dan Agustina (2014).
Interferensi dalam tataran sintaksis terjadi ketika konstruksi bahasa Inggris memengaruhi struktur bahasa Indonesia. Beberapa aspek yang berpotensi memunculkan interferensi meliputi penggunaan kopula, pronomina relatif, serta konstruksi kalimat pasif. Selain itu, interferensi leksikal tampak melalui pemakaian kosakata bahasa Inggris dalam kalimat bahasa Indonesia.
Interferensi bahasa merupakan fenomena linguistik yang terjadi ketika elemen dari suatu bahasa masuk ke dalam bahasa lain, baik dalam bentuk struktur gramatikal, morfologi, maupun kosakata. Pada platform berita daring Catch Me Up!, terdapat berbagai bentuk interferensi bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini mencerminkan pengaruh signifikan bahasa Inggris dalam ranah komunikasi digital di Indonesia. Berdasarkan analisis, interferensi tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori utama, yakni interferensi morfologi, sintaksis, dan leksikal.
Interferensi morfologi pada Catch Me Up! terjadi melalui pembentukan kata dalam bahasa Indonesia yang melibatkan afiks bahasa Inggris. (1) "In that sense, perlu ada usaha yang lebih kuat lagi kan gimana caranya supaya masyarakat nggak sering sering dan nggak banyak-banyak mengonsumsi MBDK, gengs." (M/2 Februari 2023/01). Kata "gengs" yang terbentuk dengan penambahan sufiks -s pada kata "geng", kata tersebut mengadopsi bentuk jamak dalam bahasa Inggris, meskipun dalam bahasa Indonesia tidak ada pengindikasian jamak seperti itu dalam kata "geng". (2) Demikian juga dengan kata "jujurly" yang terbentuk dari kata dasar "jujur" yang mendapat imbuhan sufiks -ly, yang merupakan ciri khas dari pembentukan kata dalam bahasa Inggris. "Jujurly KPK juga speechless mengetahui hal ini, guys." (M/2 Maret 2023/01). (3) Dalam contoh lain, "ke-elevate" berasal dari prefiks ke- yang ditambahkan pada kata dasar "elevate", mengindikasikan perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. "Nah dengan adanya pengelolaan sampah yang bener ini, maka kesejahteraan masyarakat pun bisa ke-elevate gitu, guys." (M/21 Februari 2023/01).Â
Selain itu, terdapat pula penggunaan prefiks bahasa Indonesia yang diterapkan pada kata dasar bahasa Inggris seperti pada kata "me-reverse", yang merupakan hasil dari penambahan prefiks "me-" pada kata dasar bahasa Inggris "reverse". (4) Â "Ga mau populasinya menurun, Pemerintah China kemudian melakukan berbagai upaya untuk me-reverse kondisi." (M/26 April 2023/01). Proses ini mengindikasikan bagaimana kata-kata bahasa Inggris dipadukan dengan afiks bahasa Indonesia dalam konteks bahasa Indonesia yang lebih luas. (5) Penting untuk dicatat bahwa interferensi morfologi ini tidak hanya terbatas pada perubahan kata dasar, tetapi juga melibatkan perubahan pada struktur kalimat. Kata-kata seperti "di-highlight" (dari "highlight"), "nge-refer" (dari "refer"), dan "se-strict" (dari "strict") menunjukkan bagaimana bahasa Indonesia mengadaptasi dan mengubah kata-kata asing untuk lebih sesuai dengan struktur dan pola morfologi bahasa Indonesia. Selain itu, penggunaan istilah-istilah seperti "event-event" juga menunjukkan bagaimana kata bahasa Inggris diulang untuk memberikan penekanan dalam bahasa Indonesia. Kutipan-kutipannya sebagai berikut. (5) "Ini yang juga di-highlight sama FIFA di mana transformasi yang berjalan sejauh ini dinilai nggak serius." (M/3 April 2023). (6) "Dari situ kan banyak orang langsung nge-refer keGanjar Pranowo dan chance beliau untuk maju sebagai calon RI 1 yah." (M/24 April 2023/02). (7) "Kenapa sampai dijaga se-strict itu, ya biar objektif dari Nyepi ini sendiri untuk merenung dan intropeksi diri tadi tuh bisa tercapai secara maksimal, guys" (M/23 Maret 2023/01). (8) "Pak Jokowi juga udah kasih instruksi ke Mas Erick Thohir selaku Ketua PSSI gimana caranya Indonesia nggak terkena sanksi sama FIFA dan dipercaya buat nge-host event-event FIFA di waktu yang akan datang." (M/3 April 2023/06). Hal terdapat proses morfologi yang menggabungkan morfem dasar bahasa Inggris dengan prefiks atau sufiks bahasa Indonesia, seperti prefiks ke-, me-, di-, nge-, dan se-, serta sufiks -an. Proses ini menunjukkan bagaimana elemen bahasa Inggris secara aktif berasimilasi dengan struktur bahasa Indonesia.Â
Interferensi sintaksis melibatkan penggunaan konstruksi kalimat yang dipengaruhi oleh kaidah gramatikal bahasa Inggris. Dalam kasus ini, ditemukan pemakaian kopula dan pronomina relatif yang menyerupai struktur kalimat bahasa Inggris. Selain itu, penggunaan unsur-unsur sintaksis seperti klausa bahasa Inggris muncul pada kalimat sisipan, kalimat majemuk subordinatif, dan kalimat majemuk koordinatif. Contohnya dalam kalimat (9) "FYI, adalah Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Anies Baswedan yang menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan di daerah itu" (S/8 Maret 2023/01), penggunaan singkatan "FYI" yang berasal dari bahasa Inggris ("For Your Information") merupakan bentuk interferensi leksikal. Dalam hal ini, singkatan ini lebih sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari, terutama dalam media daring, untuk menyampaikan informasi secara singkat dan efektif. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, "Sekadar info," menunjukkan adaptasi dari bahasa Inggris yang disesuaikan dengan konteks bahasa Indonesia.
Begitu pula dengan kalimat (10) "Well, first of all kamu harus tahu dulu nih gengs kalau sesuai pangkat yang ada di depan namanya, Brigjen Endar ini adalah seorang polisi yang ditugaskan Polri berdasarkan usulan KPK untuk mengabdi di sana." Di sini, penggunaan "Well, first of all" yang merupakan ungkapan khas dalam bahasa Inggris, menunjukkan interferensi sintaksis yang berasal dari struktur kalimat bahasa Inggris. Kalimat ini diadaptasi dalam bahasa Indonesia dengan mempertahankan ekspresi tersebut, namun dengan penyesuaian untuk mudah dipahami oleh pembaca Indonesia.
Interferensi leksikal pada berita Catch Me Up! mencakup penggunaan kosakata bahasa Inggris yang meliputi kata dasar, kata berafiks, singkatan, kata majemuk, dan frasa. Kosakata dasar mencakup berbagai kategori, seperti adjektiva, nomina, pronomina, verba, adverbia, hingga konjungsi. Selain itu, ditemukan pula kata berafiks seperti kata bersufiks -ly dan kata berprefiks dalam berbagai kategori. Singkatan seperti AKA, FYI, OTW, dan BTW juga kerap digunakan. Penggunaan kata majemuk terdiri atas closed compound words, open compound words, dan hyphenated compound words, dengan kategori nomina, adjektiva, adverbia, serta verba. Sementara itu, interferensi frasa mencakup jenis frasa verba, preposisional, adverbial, dan nominal.
Dengan demikian, interferensi bahasa Inggris pada berita daring Catch Me Up! mencerminkan adanya pengaruh lintas bahasa yang luas, meliputi aspek morfologi, sintaksis, dan leksikal. Fenomena ini menunjukkan adaptasi bahasa Indonesia terhadap pengaruh bahasa Inggris, khususnya dalam konteks globalisasi dan perkembangan media digital. Dalam konteks ini, bahasa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai wadah untuk menyerap berbagai elemen dari bahasa asing yang berpengaruh pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H