Mohon tunggu...
Aulia Nidaus Syafaqoh
Aulia Nidaus Syafaqoh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

Penikmat sastra dan secangkir teh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Keterampilan dalam Komunikasi Terapeutik pada Konseling bagi Pelaku Bullying

4 Agustus 2024   22:29 Diperbarui: 4 Agustus 2024   22:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bullying atau tindakan perundungan merupakan bentuk kriminalitas yang seringkali dinormalisasi. Pelaku, korban, serta jenis perundungan yang dilakukan sangatlah beragam. Bobot yang dimiliki juga beragam, bisa ringan hingga berat, tergantung perbuatan seperti apa yang digunakan sebagai senjata untuk menyerang korban. Di tanah air sendiri, berbagai macam kasus perundangan dengan latar belakang dan motif yang berbeda pula telah mendominasi kehidupan masyarakat. Mulai dari yang sangat ringan dan bersifat abstrak, hingga sangat berat dan mengundang maut.

Perilaku bullying tidak seharusnya dinormalisasi, termasuk jika pelakunya di bawah umur. Jika dilihat dari kacamata psikologi, baik pelaku maupun korban bullying adalah sama-sama bermasalah. Pelaku bermasalah sehingga menciptakan mental perundung, dan korban bermasalah akibat dari perundungan yang didapatkan. Dan jika dikonklusikan secara pribadi, pelaku adalah masalah terbesar dari perundungan itu sendiri. Karena apabila si pelaku tidak memulai penyerangan maka peristiwa bullying tidak akan terjadi.

Oleh karena itu, konseling bagi pelaku perundungan menjadi sangat dianjurkan sama halnya dengan korban agar tidak terulang kasus serupa dengan pelaku yang sama, sehingga fenomena bullying dapat diminimalisir. Dalam hal ini, teknik yang paling tepat diawali dengan komunikasi terapeutik sebelum masuk ke teknik konseling yang lebih spesifik. Dengan melakukan pendekatan melalui komunikasi, konselor diharapkan dapat memberikan pendampingan yang dapat diterima oleh konseli.

Merujuk pada materi dasar Bimbingan dan Konseling, dalam melakukan komunikasi terapeutik konselor diharuskan menguasai sepuluh keterampilan yang tercakup; keterampilan attending, membuka percakapan, bertanya, restatement, empati, klarifikasi, genuine, refleksi, konfrontasi, dan keterampilan merangkum.

Empat keterampilan paling krusial dari sudut pandang penulis yang kelak dijabarkan dalam teks ini, antara lain:

1. Keterampilan bertanya

Konselor dapat mengajukan pertanyaan berupa pertanyaan terbuka dan tertutup untuk memperoleh pemahaman-pemahaman yang baik terhadap konseli.

Pertanyaan terbuka atau probing merupakan pertanyaan yang memungkinkan konseli untuk memberikan jawaban yang lebih luas. Contohnya: "Bagaimana perasaan anda setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya?"

Sedangkan pertanyaan tertutup merupakan bentuk pertanyaan yang memiliki spesifikasi jawaban, hanya bisa dijawab dengan perkataan ya atau tidak. 

Dalam aturannya, probing menjadi bentuk pertanyaan yang lebih baik, sementara pertanyaan tertutup tidak boleh terlalu banyak frekuensinya.

2. Keterampilan klarifikasi

Klarifikasi adalah suatu respons dari konselor untuk menyamakan persepsi yang diutarakan konseli. Keterampilan ini digunakan untuk menanggapi pernyataan ambigu, dan mendorong konseli untuk memperjelas kebenaran dari perasaan yang sedang dialami.

Pernyataan ambigu yang dimaksudkan seperti, "Saya merasa telah ditendang amat jauh dari impian saya."

3. Keterampilan konfrontasi

Merupakan keterampilan yang berguna apabila konselor mendapati adanya ketidakstabilan atau sesuatu yang tidak konsisten pada konseli. Ketidakstabilan tersebut dapat ditelisik melalui ungkapan awal dan selanjutnya yang dilontarkan oleh konseli, dan perbedaan antara ungkapan verbal dan bahasa tubuh konseli.

Misalnya, konseli mengutarakan hal menyebalkan yang telah direlakannya, tetapi dari sorot mata yang terlihat ia masih menyimpan dendam atau amarah yang belum tersalurkan dengan benar.

Keterampilan konfrontasi tidak diperbolehkan untuk digunakan di awal fase konseling. Apabila konselor berhasil membangun hubungan yang baik, maka keterampilan ini akan mudah untuk diaplikasikan.

4. Keterampilan genuine

Keterampilan ter-krusial terakhir menurut pandangan penulis yaitu keterampilan genuine, yang berarti asli; tidak menipu. Konselor harus bersikap apa adanya dalam menghadapi konseli. Pikiran, perkataan, maupun perasaan yang sedang dialami konselor harus ditunjukkan secara jujur dengan tetap mempertahankan hubungan baik dengan konseli.

Pantang sekali untuk menutup-nutupi hal yang sesungguhnya terdapat dalam diri konselor. Keterampilan genuine diterapkan untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman kecil maupun besar selama proses konseling berlangsung.

Dengan menguasai terutama keempat keterampilan dasar dalam komunikasi terapeutik secara luwes, diharapkan teknik konseling apapun yang digunakan dapat menghasilkan pendampingan yang layak dan mengantarkan kepada keberhasilan pelayanan konseling yang dilakukan.

Jika konseling pada pelaku perundungan dijalankan sesuai prosedur serta penanganan yang tepat, juga telah memenuhi standar keberhasilan yang ditetapkan, kasus bullying yang marak di berbagai kalangan umur ini dapat sedikit demi sedikit dihilangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun