Bullying atau tindakan perundungan merupakan bentuk kriminalitas yang seringkali dinormalisasi. Pelaku, korban, serta jenis perundungan yang dilakukan sangatlah beragam. Bobot yang dimiliki juga beragam, bisa ringan hingga berat, tergantung perbuatan seperti apa yang digunakan sebagai senjata untuk menyerang korban. Di tanah air sendiri, berbagai macam kasus perundangan dengan latar belakang dan motif yang berbeda pula telah mendominasi kehidupan masyarakat. Mulai dari yang sangat ringan dan bersifat abstrak, hingga sangat berat dan mengundang maut.
Perilaku bullying tidak seharusnya dinormalisasi, termasuk jika pelakunya di bawah umur. Jika dilihat dari kacamata psikologi, baik pelaku maupun korban bullying adalah sama-sama bermasalah. Pelaku bermasalah sehingga menciptakan mental perundung, dan korban bermasalah akibat dari perundungan yang didapatkan. Dan jika dikonklusikan secara pribadi, pelaku adalah masalah terbesar dari perundungan itu sendiri. Karena apabila si pelaku tidak memulai penyerangan maka peristiwa bullying tidak akan terjadi.
Oleh karena itu, konseling bagi pelaku perundungan menjadi sangat dianjurkan sama halnya dengan korban agar tidak terulang kasus serupa dengan pelaku yang sama, sehingga fenomena bullying dapat diminimalisir. Dalam hal ini, teknik yang paling tepat diawali dengan komunikasi terapeutik sebelum masuk ke teknik konseling yang lebih spesifik. Dengan melakukan pendekatan melalui komunikasi, konselor diharapkan dapat memberikan pendampingan yang dapat diterima oleh konseli.
Merujuk pada materi dasar Bimbingan dan Konseling, dalam melakukan komunikasi terapeutik konselor diharuskan menguasai sepuluh keterampilan yang tercakup; keterampilan attending, membuka percakapan, bertanya, restatement, empati, klarifikasi, genuine, refleksi, konfrontasi, dan keterampilan merangkum.
Empat keterampilan paling krusial dari sudut pandang penulis yang kelak dijabarkan dalam teks ini, antara lain:
1. Keterampilan bertanya
Konselor dapat mengajukan pertanyaan berupa pertanyaan terbuka dan tertutup untuk memperoleh pemahaman-pemahaman yang baik terhadap konseli.
Pertanyaan terbuka atau probing merupakan pertanyaan yang memungkinkan konseli untuk memberikan jawaban yang lebih luas. Contohnya: "Bagaimana perasaan anda setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya?"
Sedangkan pertanyaan tertutup merupakan bentuk pertanyaan yang memiliki spesifikasi jawaban, hanya bisa dijawab dengan perkataan ya atau tidak.Â
Dalam aturannya, probing menjadi bentuk pertanyaan yang lebih baik, sementara pertanyaan tertutup tidak boleh terlalu banyak frekuensinya.
2. Keterampilan klarifikasi