Kembali pada persoalan sidang MKD DPR, hal ini bukan sekedar persoala kode etik semata, namun membuka mata kita bahwa masih ada pelanggaran UU terkait Freeport ini,bahkan bisa dianggap bertentangan dengan Konstitusi jika mengacu pada pasal 33 Undang-Undang Dasar kita. Selain ini kasus menyadarkan bahwa kontrak karya Freeport akan segera habis di tahun 2019, kesempatan untuk melakukan renegosiasi yang beorientasi kesejahteraan rakyat, jika tidak maka bersiaplah pasal-pasal konyol terkait kontrak akan kembali terjadi. Hal ini tentu ironis jika melihat kondisi bangsa yang kini sudah dipenuhi dengan orang-orang pintar dan terdidik, jauh berbeda dengan kondisi empat dekade lalu dimana perjanjian Freeport pertama kali ditandatangani.
Satu lagi, buat mereka yang terbelah dalam dua kubu dalam menyikapi kasus ini, sebagai dampak dari Pilpres 2014 lalu saya sarankan untuk ngopi-ngopi dulu, jika kalian terlalu membabi buta mendukung salah satu kubu, sampai bikin petisi online dan tetek bengek yang lain, yakinlah menjadi demagog dan mengadili sepihak macam itu tak akan menjadikan kalian lebih mulia dan terhormat dibandingkan Mahkamah Yang sudah sering kita bilang Tidak Terhormat itu. Ingat pesan Om Pramoedya Ananta Toer, Adil itu sejak dalam Pikiran.()
 -----
[1] Ishak Rafick.2014.Jalan Pintas mencegah Revolusi Sosial.Change Publisher.Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H