[caption caption="Alvin menyeka air mata yang meleleh seusai laga amar digelar"][/caption]
Alvin Tuasalamony tak kuasa menahan air matanya ketika menerima bantuan dari beberapa kalangan yang dihelat dalam laga amal di GOR Pertamina Simprug hari Minggu kemarin (28/6). Laga amal ini dihelat oleh Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), bekerja sama dengan beberapa mitra seperti Dompet Dhuafa dan MSG,-Specs. Beberapa pemain professional yang sudah menghiasi wajah timnas Indonesia turut hadir memeriahkan laga ini seperti Bambang Pamungkas, Firman Utina, Ponaryo Astaman,Budi Sudarsono, Kurniawan Dwi Yulianto dan sederet pemain lain. Alvin Tuasalamony, mendapat musibah dimana dirinya ditabrak oleh SPG Mobil sehingga kakinya patah dan harus menjalani beberapa kali operasi, Nahas Klub dimana Alvin Bermain, Persija, tak membiayai seluruh perawatan dan kompetisi tengah berhenti, gaji Alvin pun beberapa bulan belum dibayar. Sementara biaya yang ditanggung oleh Alvin untuk pengobatan cukup besar, secara jujur dalam penghujung laga amal itu, Alvin menyampaikan bahwa dia benar-benar membutuhkan dana untuk biaya pengobatannya.
Alvin tak sendiri, masih ada beberapa pemain lain yang menjadi korban dan kesulitan biaya hidup akibat ketidakprofesionalan dalam manajemen persepakbolaan nasional. Pembekuan PSSI dan kacaunya pembayaran gaji pemain yang tertunda dibeberapa klub adalah persoalan serius lain. Wawan Febrianto , akibat gaji yang belum dibayar, kini pemain yang pernah membela timnas U23 itu kesulitan untuk membiayai pengobatan ibunya yang sakit tumor, padahal memerlukan pengobatan segera, tragis memang. APPI menginiasi beberapa laga amal ini untuk menggalang dana dan memberikan pada beberapa pemain yang benar-benar memerlukan bantuan. Alam, pemain asal medan punya cerita lain lagi, tahun 2013 dia pernah mengajukan ke pengadilan terkait tunggakan gaji terhadap klub, namun akhirnya kalah, kini dia bekerja mencari besi tua dan dijual, selain itu juga menjadi tukang angkat tabung gas, sehari bisa dapat 20-30 ribu, temannya bahkan ada yang alih profesi bekerja sebagai satpam,kebutuhan menyambung hidup membuat mereka tak punya banyak pilihan, APPI memiliki data beberapa pemain lain yang terlantar oleh klub seperti ini.
Alvin, Wawan dan Adam adalah korban, tak ubahnya seperti nasib buruh yang kehilangan pekerjaan akibat salah kaprah kebijakan dan buruknya manajemen. Kasus ini tak jauh lebih baik dari dari nasib ratusan pedagang di kompleks stasiun KRL yang harus kehilangan pekerjaan mereka akibat penggusuran dan revitalisasi kawasan jalur KRL tahun 2013 yang lalu. Mereka semua sama, senasib, terancam “dimiskinkan” akibat kebijakan. Terlalu jauh jika berbicara politik, Kita hanya perlu menjadi Manusia untuk kemudian memahami dan berempati bahwa mereka harus dibantu, dalam aneka macam bentuk bantuan dalam jangka pendek dan membuat mereka lebih berdaya dan mandiri dalam jangka panjang, jika memang sepakbola tak menjadi sektor yang bisa diharapkan. Semoga arah pembenahan persepakbolaan kita makin baik kedepan, hingga kisah tragis mereka tak terulang lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H