Historiografi atau penulisan sejarah, diawali dari masa klasik yang dipelopori oleh Bapak Sejarah yaitu Herodotus (490-430 SM) yang menulis sejarah tentang History of the Persian Wars. Selain Herodotus, ada pula Thucydides (456-404 SM) yang menulis sejarah History of the Peloponessian War. Thucydides dianggap sebagai “sejarawan pertama di dunia yang menulis sejarah secara kritis”.
Historiografi memiliki dua makna. Pertama, penulisan sejarah (historical writing). Kedua, sejarah penulisan sejarah (historical of historical writing) (Kuntowijoyo, 1996: 25). Abdurrahman (1999: 79) mengatakan bahwa historiografi adalah cara penulisan, pemaparan, atau laporan dari hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan, dari penulisan itu akan terlihat bagaimana gambaran proses penelitian sejak fase perencanaan hingga penarikan kesimpulan.
Historiografi adalah metode sejarah terakhir yang dilakukan dalam penulisan sejarah, yang memiliki beberapa tahapan yaitu (1) pemilihan topik, (2) heuristik, (3) verifikasi, (4) interpretasi, dan tahapan yang terakhir yaitu (5) historiografi atau penulisan. Melakukan penulisan sejarah atau historiografi bukanlah pekara yang mudah. Veyne dalam Writing History (Shihab: 2000: 12) mengatakan bahwa sukses atau tidaknya sejarawan dalam tulisannya tergantung pada kepiawaiannya dalam menganalisis dan menghubungkan data yang diperoleh, keahliannya dalam menerjemahkan sikap pelaku sejarah, dan ketajaman intuisinya dalam menelusuri jalan pikiran, mentalitas, juga kecenderungan kelompok atau bangsa yang diteliti dan ditulis.
Dalam perkembangannya, historiografi di Indonesia dibagi ke dalam tiga kategori. Yang pertama adalah historiografi tradisional, kemudian historiografi kolonial, dan yang terakhir adalah historiografi modern. Historiografi tradisional adalah tulisan sejarah kuno, yang kebanyakan berasal dari cerita-cerita lokal yang banyak mengandung unsur-unsur mitologi.
Selanjutnya adalah historiografi kolonial, yang merupakan hasil tulisan orang-orang Eropa khususnya Belanda. Historiografi kolonial bersudutpandang orang Belanda atau Neerlandosentris, dimana peran orang-orang bumiputera tidak ditonjolkan. Dan yang terakhir adalah historiografi modern, yang sudah bersudutpandang orang Indonesia atau Indonesiasentris. Pada historiografi modern, orang-orang Indonesia menjadi pemeran utama dari hasil tulisan sejarah.
Historiografi memiliki berbagai macam titik fokus yang dikaji di dalamnya. Tema-tema yang diangkat bermacam-macam dan hampir di semua aspek kehidupan masyarakat. Seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lain-lain. Tujuan dari banyaknya tema yang dikaji dalam historiografi adalah untuk mengungkapkan sejarah dari masing-masing tema yang ada.
Salah satu bagian dari kehidupan masyarakat yang juga penting adalah transportasi. Transportasi memiliki peranan yang sangat penting, khususnya dalam perekonomian. Kegiatan perdagangan, industri, dan pertanian sangat bergantung pada sarana transportasi. Transportasi meringankan pekerjaan manusia dalam mengangkut barang maupun sebagai angkutan manusia untuk menuju ke suatu tempat lainnya. Sarana transportasi tentunya mengalami perubahan dan perkembangan dari zaman ke zaman. Dan karena betapa pentingnya transportasi bagi kehidupan manusia serta perubahan dan perkembangannya, maka kajian historiografi bertema transportasi tentunya akan sangat menarik untuk dibahas.
Pada buku Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doloe, mengisahkan tentang bagaimana awal mula adanya kereta api uap di Pulau Jawa. Buku ini mengisahkan sejarah perkembangan kereta api uap dengan media kartu pos. Pada masa kolonial, kartu pos merupakan salah satu media komunikasi yang populer di masyarakat. Kartu pos selalu terdapat bagian gambar, yang berisi berbagai macam gambar seperti pemandangan. Salah satu gambar yang terdapat di kartu pos adalah kereta api. Dari banyak kartu pos bergambar kereta api, Raap menganalisisnya dan menuliskannya dalam bentuk sejarah.
Di buku ini juga ditampilkan segala hal yang berhubungan dengan kereta api, seperti sejarah kereta api, jaringan rel, perekeretaapian dari gula hingga tembakau, arsitektur stasiun, serta jembatan kereta uap dengan deskripsi kondisi lingkungannya. Awal mula jalur perkeretaapian di Indonesia dimulai dari rute Semarang-Tanggung pada tahun 1867, yang dibangun oleh perusahaan kereta api pertama yaitu Nederlandsh-Indische Spoorwegmaatschappij (NIS).
Dalam perkembangannya, perusahaan kereta api di Indonesia mulai banyak, hingga pada saat itu terdapat 17 perusahaan, termasuk Staats Spoorwegen (SS) yang merupakan perusahaan perkeretaapian milik Negara. Di dalam buku ini mencakup keterangan yang sangat lengkap mengenai kereta api uap di Pulau Jawa. Informasi tentang masih dibuka atau tidaknya jalurnya kereta api, periode waktu kereta lokomotif beroperasi, pabrik produsennya, serta dimana lokomotif tua tersebut saat ini disimpan, terdapat dalam setiap keterangannya.
Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doloe karya Olivier Johannes Raap, fokus membahas tentang sejarah kereta api uap di Pulau Jawa pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Buku ini membahas secara detail mengenai sejarah awal mula dan perkembangan kereta api uap di Pulau Jawa pada masa pemerintahan Hindia Belanda dengan media kartu pos. Dengan informasi yang detail mengenai seluk-beluk kereta uap di Jawa, disertai dengan gambar-gambar kartu pos dengan keterangan yang lengkap, membuat buku ini menarik untuk dibaca.
Buku kedua dengan judul Arkeologi Transportasi: Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Keresidenan Banyumas 1830-1940an, mengisahkan tentang transportasi di wilayah Banyumas yang dikaitkan dengan perekonomian. Di bagian awal buku ini dijelaskan tentang peran penting transportasi dalam perekonomian, serta bagaimana kondisi geografis dan politik Banyumas pada abad ke-19. Selain itu, buku ini juga membahas tentang hal-hal yang berhubungan dengan transportasi di Banyumas, seperti kebijakan yang sedang diberlakukan, perubahan dan perkembangan yang terjadi pada sistem transportasi di Banyumas, serta perkembangan wilayah dan pemukiman di Banyumas.