Mohon tunggu...
Aulia Meynisa Wirshananda
Aulia Meynisa Wirshananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Mahasiswi Ilmu Sejarah yang juga suka dan tartarik di bidang kesenian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680" oleh Anthony Reid

10 Oktober 2020   14:21 Diperbarui: 10 Oktober 2020   14:30 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Buku “Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680” mengisahkan tentang kondisi di Asia Tenggara dalam berbagai macam aspek. Anthony Reid menggambarkan bagaimana karakteristik Asia Tenggara, baik pada aspek geografis, sosial, budaya, dan ekonomi, dan juga banyak menggambarkan kondisi Indonesia. Di dalam buku ini terdapat beberapa bab dengan pembahasan yang berbeda-beda dan menarik untuk disimak.

Pada bab pertama, Reid menuliskan bagaimana kondisi geografis dan sosial masyarakat Asia Tenggara. Asia Tenggara merupakan wilayah yang didominasi oleh hutan dan perairan. 

Wilayah hutan sangat banyak karena didukung oleh curah hujan dan iklim yang tropis. Dengan luasnya wilayah perairan, maka terdapat banyak kawasan di Asia Tenggara yang terdiri dari pulau-pulau, salah satunya adalah kepulauan Nusantara. 

Di wilayah Asia Tenggara juga sangat terbuka bagi jalur perniagaan karena wilayah perairannya sangat luas, dan jalurnya tidak hanya jalur laut namun juga terdapat jalur darat yang mendukung berjalannya perdagangan di Asia Tenggara. 

Dalam segi sosial dan budaya, masyarakat di Asia Tenggara berasal dari ras dan rumpun yang sama. Namun dalam masing-masing wilayah terdapat berbagai macam kebudayaan yang berbeda-beda dan masyarakatnya memiliki ciri khasnya masing-masing, yang dipengaruhi oleh keterbukaan historis terhadap perniagaan samudera. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Asia Tenggara adalah masyarakat yang multikultural.

Bab kedua buku ini menggambarkan tentang demografi dan mata pencaharian masyarakat di Asia Tenggara. Di beberapa wilayah seperti Jawa, Siam, Birma, dan Vietnam memiliki tradisi menghitung jumlah penduduk dalam suatu kerajaan dalam urusan perpajakan dan pengerahan tenaga kerja. 

Pada tahun 1600, penduduk di Asia Tenggara termasuk jarang jika dibandingkan dengan negeri-negeri lain yang berbatasan dengan Asia Tenggara seperti Asia Selatan dan Asia Timur. 

Makanan pokok masyarakat Asia Tenggara adalah beras, dan dua jenis pangan yang diperdagangkan adalah garam dan ikan. Selain itu, bahan pangan lain juga dipergunakan untuk beberapa tujuan dan fungsi tertentu. Seperti daging untuk ritual keagamaan, air dan anggur, sirih dan tembakau, dan rempah-rempah yang digunakan sebagai bahan obat-obatan, aren, dan lain sebagainya. 

Selain beras, talas, ubi, sagu, dan sejenis gandum juga merupakan makanan pokok di wilayah Asia Tenggara. Namun memang Sebagian besar petani menanam padi, yang kemudian pada abad ke-16, pertanian berpindah ke lereng-lereng yang rendah. Peralatan pertanian masyarakat Asia Tenggara sangatlah sederhana dan seragam. 

Peralatan yang digunakan salah satunya adalah luku kayu yang ujungnya berbahan logam serta garuk dari kayu, yang keduanya ditarik oleh kerbau atau sapi untuk membajak sawah.

Pada bab ketiga buku ini, Reid membahas tentang kebudayaan-kebudayaan material masyarakat Asia Tenggara. Gaya arsitektur rumah di wilayah ini sangat beragam, walaupun terdapat ciri umum pada tiap rumah yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada di Asia Tenggara. Misalnya bentuk atap yang digunakan untuk menahan hujan lebat, atau adanya tiang kayu yang menopang rumah untuk menghindari banjir. Sebenarnya, baik bentuk rumah maupun perabotan yang digunakan sangatlah sederhana. Seperti penggunaan peralatan makan yang sangat sederhana karena masyarakat masih menggunakan alas yang sederhana tanpa meja, kursi, sendok, maupun garpu. 

Perabotan rumah tangga utama yang mereka gunakan antara lain periuk dari tanah liat, tempat tamping dari bambu dan keramik, tempat sirih dari kuningan, teko, dan baki. Terdapat pula bangunan makam maupun candi yang dibangun cukup megah dan terbuat dari batu. Sedangkan pada rumah terbuat dari bahan kayu, jerami, dan daun kelapa. 

Dalam hal penerangan, masyarakat Asia Tenggara menggunakan lilin dan alat penerangan sederhana lainnya. Masyarakat Asia Tenggara cenderung lebih mementingkan keindahan pada tubuhnya. Berbagai cara pun dilakukan agar mendapatkan bentuk tubuh yang sesuai dengan standar kecantikannya, antara lain menghitamkan gigi, memakai minyak wangi, dan menata rambut yang panjang bagi perempuan maupun laki-laki.

Dalam bab empat, Reid menuliskan tentang peraturan-peraturan atau hukum dalam masyarakat terutama mengenai peperangan di kawasan Asia Tenggara. Ikatan vertikal di Asia Tengara dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (1) penguasaan tenaga kerja dipandang sebagai petunjuk kekuasaan dan status yang menentukan karena tenaga kerja adalah sumber daya yang langka, bukan tanah, (2) transaksi manusia pada umumnya dinyatakan dalam hitungan uang, sehingga masyarakat Asia Tenggara sudah berpikir bahwa dirinya sendiri adalah aset yang memiliki nilai tunai karena didukung oleh adanya perdagangan maritim yang telah dikenal sejak berabad-abad lamanya, (3) perlindungan hukum dan finansial yang diberikan negara relatif rendah sehingga baik pihak pelindung maupun yang dilindungi harus saling membantu. 

Peperangan di wilayah Asia Tenggara pada umumnya bukanlah untuk memperluas daerah kekuasaan. Peralatan perang yang digunakan juga bukanlah peralatan yang canggih seperti yang dimiliki oleh tentara professional. Saat terjadi penyerangan, masyarakat Asia Tenggara akan bersembunyi menuju ke bukit maupun hutan yang jauh dari kota hingga para musuh sudah tidak ada.

Bab kelima berisi tentang pesta keramaian dan dunia hiburan. Pada bab ini, Reid menuliskan masyarakat Asia Tenggara sebagai Homo Ludens, atau sebagai manusia yang bermain-main. Hal ini digambarkan dengan sebagaimana masyarakat Asia Tenggara berpesta dan menggunakan waktunya untuk santai. Jika dibandingkan dengan masyarakat di wilayah lain seperti Eropa, masyarakat Asia Tenggara memiliki lebih banyak waktu luang untuk melakukan pesta maupun acara-acara hiburan lainnya. 

Pesta kerajaan dan keagamaan memberikan peluang bagi raja untuk menunjukkan dirinya di hadapan rakyatnya bersama dengan kaum istana, pejabat, prajurit, pengikut, dan orang-orang asing yang diberikan tempat dalam arak-arakan. Selain itu, dalam acara kerajaan juga menampilkan pertunjukan seni musik, teater, dan olahraga. Tak jarang pula terdapat acara perlombaan hewan maupun manusia. 

Di kerajaan-kerajaan seperti di Jawa, Aceh, Siam, dan Birma selalu terdapat pertarungan hewan seperti gajah, harimau, kerbau, dan lain-lain. Sedangkan di kota-kota kecil terdapat pertarungan antar hewan kecil seperti sabung ayam. Serangkaian acara juga diisi oleh masyarakat yang menyanyi, menari, dan juga pentas.

Buku “Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680” karya Anthony Reid merupakan buku yang sangat menarik untuk dibaca. Reid menuliskan kondisi Asia Tenggara beserta masyarakat dan segala aspek kehidupannya dengan baik dan menarik. Terdapat pula gambar-gambar yang dapat membantu pembaca untuk lebih memahami maksud dan isi dari buku tersebut. Pada buku ini, sudut pandang Nederland-sentris atau Neerlando-sentris dikesampingkan. Reid memberikan fokus utamanya pada peran masyarakat Asia Tenggara sebagai pelaku sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun