Mohon tunggu...
Aulia Lutfitawati
Aulia Lutfitawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IPB University

Mahasiswa Jurusan Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Produktivitas Fungsi Hutan Lindung Kota Tarakan Pengaruhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

27 Maret 2021   18:33 Diperbarui: 27 Maret 2021   22:42 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kekayaan hutan Indonesia yang sedemikian luas semakin hari semakin berkurang karena pemanfaatan hutan yang tidak terkendali. Penguasaan dan pemanfaatan hutan di Indonesia telah mengabaikan aspek pelestarian dan perlindungan lingkungan itu sendiri. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup serta mempercepat laju deforestasi dan degradasi lahan di Indonesia yang juga menyebabkan berkurangnya luas hutan di Indonesia.

Untuk mewujudkan tujuan SDGs yaitu Menjaga Ekosistem Darat atau Pembangunan berkelanjutan dengan upaya sadar dan terencana perlu memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk mencapai keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dirumuskan melalui definisi yuridis, yang disebutkan sebagai tujuan dari pengelolaan lingkungan dalam asas pengelolaan lingkungan hidup yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dirumuskan sebagai berikut “Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk mencapai keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan”.

Pengelolaan Hutan Lindung Kota Tarakan Pengaruhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Dalam perspektif sistem hukum (legal system), persoalan pengelolaan hutan lindung berada dalam bingkai hukum publik, dikarenakan adanya campur tangan pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengenai kewenangan dan keputusan aparatur pemerintah terhadapnya. Disamping itu, Unit Pengelolaan Hutan terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Pada setiap Unit Pengelolaan Hutan dibentuk institusi pengelola yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi: perencanaan pengelolaan; pengorganisasian pelaksanaan pengelolaan; pengendalian serta pengawasan.

Menteri menetapkan organisasi KPHK, sedangkan untuk KPHP dan KPHL ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja KPHP dan KPHL. Untuk KPHP dan KPHL penetapannya yang wilayahnya lintas Kabupaten ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi dan bertanggungjawab kepada Gubernur, sedangkan untuk KPHP dan KPHL yang berada di dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. KPHL model Kota Tarakan sendiri ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 783/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009.

Adapun kewenangan aparatur pemerintah dalam pengelolaan hutan lindung di Kota Tarakan dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai berikut: Pertama, melakukan kegiatan tata hutan pada wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Kegiatan tata hutan pada wilayah Kelola KPH dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pemanfaatan dan penggunaan sumber daya hutan dilakukan secara terencana berdasarkan informasi kondisi sumber daya hutan, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan yang akurat serta kebijakan-kebijakan yang terkait dengan memerhatikan tata ruang. Kegiatan tata hutan di KPH dari tata batas (yang dilakukan setelah kegiatan pembagian blok dan petak dan dilaksanakan untuk menjamin kepastian batas blok dan petak tersebut (Permenhut P.06/2010)), inventarisasi hutan, pembagian ke dalam blok atau zona, pembagian petak dan anak petak, dan pemetaan. Hasil kegiatan tata hutan berupa penataan hutan yang disusun dalam buku dan peta penataan KPH.

Dikutip dari Aditia Syaprillah dan Sapriani dalam artikel yang berjudul Pengelolaan Hutan Lindung Kota Tarakan : Perspektif  Pembangunan Berkelanjutan, Kegiatan tata hutan merupakan hal utama dalam pengelolaan hutan karena dapat menghasilkan kawasan hutan yang relatif tetap selama masa pengelolaannya. Dalam penetapan tersebut diperlukan perhatian memerhatikan kondisi bentang alam mengingat: 

  1. Fungsi utama hutan sebagai salah satu komponen ekosistem (penyangga kehidupan) yang apabila fungsi ini terganggu akan memengaruhi fungsi lainnya (fungsi ekonomi, sosial dan budaya).
  2. Fungsi ekonomi hutan tidak terbatas pada penghasil jasa/barang yang memiliki nilai ekonomis semata, namun juga sebagai penyedia berbagai jasa lingkungan yang seringkali tidak memiliki nilai pasar (not marketable).
  3. Bentuk bentang alam tidak mudah berubah sehingga dapat dilakukan overlay dengan peta administrasi wilayah untuk memastikan bahwa batas luar kawasan hutan tetap berada pada lingkup kawasan pemerintahan atau berbatasan dengan kawasan pemerintahan tetangga. 
  4. Batas dengan mengacu pada bentang alam dapat mengurangi kemungkinan berubahnya kawasan hutan (KPH) ketika terjadi pemekaran wilayah atau perubahan pembagian wilayah administrasi. Hal ini dikarenakan perubahan wilayah KPH akan mengganggu pengaturan kelestarian hutan tersebut.

Pentingnya fungsi hutan lindung di Kota Tarakan menyebabkan perlu terkelola dengan baiknya hutan lindung untuk kepentingan manusia. Pemerintah dituntut untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan lindung. Hal tersebut terutama dikarenakan berkembangnya negara kesejahteraan (welfare state). Pengelolaan hutan lindung di Kota Tarakan mengalami kendala-kendala yang menyebabkan kurang produktifnya fungsi hutan tersebut dikarenakan oleh ulah masyarakat sendiri seperti pembalakan kayu hutan dan penyerobotan kawasan hutan untuk kepentingan perorangan

Pertambahan jumlah penduduk di suatu kawasan hutan pun menjadi salah satu penyebab terjadi peningkatan kebutuhan masyarakat untuk membuka lahan permukiman, pertanian dan hasil hutan. Penggunaan fungsi hutan yang hanya melihat dari segi ekonomis membuat semakin menurunnya kualitas maupun kuantitas kawasan hutan.  Kurangnya pendidikan masyarakat di sekitar kawasan hutan seperti keterampilan bercocok tanam menjadi penyebab terjadinya pembukaan lahan.

Tak jarang pula masyarakat yang merasa memiliki lahan di dalam kawasan hutan lindung akan bersikukuh untuk mempertahankannya, sehingga terjadi kesenggangan antara pihak Pemerintah Daerah Kota Tarakan (Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi) dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan tersebut, baik mereka yang menggarap hutan untuk pertanian maupun yang memanfaatkannya sebagai pemukiman. Sehingga kondisi hutan di Indonesia semakin memburuk setiap tahunnya.

Solusi yang digunakan untuk mengurangi kesenggangan tersebut ialah dengan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan lindung yang bertujuan untuk :

  1. Menciptakan kondisi kehidupan sosial disekitar hutan yang kondusif;
  2. Mencegah meningkatnya perambahan hutan dan pencurian kayu;
  3. Salah satu upaya solusi masalah konflik lahan;
  4. Pelestarian sumber daya hutan; dan
  5. Pemberdayaan masyarakat di sekitar Hutan Lindung

Adapun implementasi dari pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan lindung ialah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil, dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan kewajiban Pemerintah, Provinsi, Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

Pasal 84 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan mengatur tentang pemberdayaan masyarakat setempat melalui: a) hutan desa; b) hutan kemasyarakatan; dan c) kemitraan.

Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan adalah terwujudnya masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat secara langsung melalui penguatan kapasitas dan pemberian akses, ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari, dan secara bertahap dapat berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan profesional.

Untuk kepentingan pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat melalui Kemitraan Kehutanan, perlu dibangun struktur pembuatan keputusan dengan menggunakan pendekatan desentralisasi dan subsidiaritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun