Mohon tunggu...
Aulia Gurdi
Aulia Gurdi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

spread wisdom through writing...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Parnonya Jadi Ibu Masa Kini

24 April 2014   19:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Heboh kasus pelecehan seksual di sekolah bertaraf Internasional JIS seperti bongkahan fenomena gunung es. Kasus demi kasus terbongkar. Satu persatu fakta keji terkuak. Membuat siapapun orang tua utamanya para ibu miris dan prihatin sekaligus melipat kewaspadaan sampai tingkat dewa. Kenapa tingkat dewa? Karena kini semua lini harus dijaga. Tak peduli lagi pada orang dekat sekalipun, semuanya harus diwaspadai. Fakta betapa banyaknya kasus anak korban pelecehan oleh orangtua, paman, kakak, adik, cukuplah menjadi pelajaran.

Saya sebut judul ini dengan ibu, tentu tanpa mengurangi rasa hormat saya pada para ayah yang tentunya punya keprihatinan yang sama. Saya mengupasnya dari sisi ibu, selain karena saya seorang ibu, juga pada umumnya ibulah yang menjadi madrasah tempat anak belajar dan bermain menghabiskan hari-harinya. Ditangan merekalah anak-anak tumbuh.

Paranoid. Itu kata paling pas menggambarkan kondisi darurat proteksi anak seperti ini. Kemana lagi berlindung, kalau sekolah saja yang selama ini dianggap sebagai rumah kedua seorang anak juga tidak lagi bisa dianggap aman dan nyaman bagi keselamatan mereka. Bahkan prestis sekolah yang tinggi dengan bayaran mahal plus label internasional saja tak mampu mengcover rasa aman dan nyaman bagi orang tua untuk menitipkan pendidikan putra putrinya.

Tak selesai sampai disana. Bahkan orang tua anak korban pelecehan seksual karyawan sekolah JIS itu, masih harus mengalami babak baru dalam perkembangan kasus hukum yang membelit anaknya yakni berupa pengaduan balik dari pihak sekolah JIS karena dianggap melakukan pencemaran nama baik sekolah. Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin itulah kondisi paling tepat menggambarkan keadaan ibu malang itu :(

Berharap pada institusi atau lembaga pemerintah seringnya tak menjadi solusi. Respon yang lambat, hanyalah satu dari aneka sebab, belum lagi belitan masalah hukum yang menyertainya memperparah rasa pesimis orangtua untuk menggantungkan harapan. Walau KPAI selaku badan yang bertanggung jawab pada perlindungan anak bersama mitra startegisnya sudah menggalang Gerakan Semesta Perlindungan Anak. Beritanya bisa dilihat di sini. Namun tentu itu belumlah cukup menenangkan orang tua. Butuh solusi nyata dan langkah konkrit.

Satu-satunya cara melindungi anak adalah dengan mengajarkan self-protect bagi diri anak itu sendiri. Bagaimana mereka bisa defense dari aneka ancaman dari hantu jahat berwujud manusia di luar sana. Karenanya langkah-langkah dan tutorial bagaimana anak memproteksi dirinya beredar luas. Dan saya kira harus jadi pelajaran wajib yang harus ditanamkan di kepala anak agar alam bawah sadarnya juga merespon hal ini dengan sangat baik. Adik saya menyebut sewajib kita memberi pemahaman agama, harus sejak dini.

Untuk semua alasan itulah, sedikit saya bagi beberapa hal yang bisa  anda lakukan sebagai upaya memproteksi anak anda:


  • Tetaplah menjadi ibu siaga. terutama bila anak anda masih Balita. Bilapun karena keadaan memaksa harus dititipkan dengan orang lain, tetaplah mengeceknya secara berkala, terlebih bila dalam waktu yang lama. Anda yang menjadi ibu bekerjapun kini harus ekstra hati-hati mengingat tak banyak waktu bersama buah hati, dan cenderung mengandalkan peran pengasuh dan sekolah. Bila tak siaga, perubahan tingkah laku anak, kerap tak disadari bila terjadi hal-hal buruk padanya. Pola komunikasi yang intensif dengan anak menjadi salah satu kunci agar apapun yang terjadi pada hari-hari yang dilalui anak, bisa selalu diupdate dengan baik. Bagaimana membuat anak mau bercerita tanpa perlu kita tanya. Namun inipun menjadi masalah tersendiri bila kita mempunyai anak yang cenderung introvert. Untuk ini orangtua pasti lebih mengerti untuk mencari solusinya.


  • Ubahlah mindset tabu mengenalkan seks dan organ vital pada anak. Karena bukan jamannya lagi mengadopsi pola pikir seperti itu. Betapapun risihnya anda, usahakan untuk tetap menjelaskan hal ini dengan bahasa yang bisa mereka mengerti sesuai usia mereka.


  • Saat memandikan anak adalah saat paling krusial bagi ibu yang memiliki anak balita untuk banyak berkomunikasi perihal organ seksual. Mengenalkan alat kelamin dengan bahasa yang jelas adalah lebih baik tanpa harus mengganti dengan kata-kata analogi lainnya. Bagi ibu bekerja, pastikan untuk sering memeriksa kondisi-kondisi organ vital anak. Seperti contoh memeriksa anus pada anak laki-laki, adakah keadaan yang tidak lazim? Demikian halnya dengan organ intim lainnya. Berkaca pada kasus JIS, perbuatan pelecehan seksual yang tidak hanya terjadi sekali dan tentunya dilakukan dengan pemaksaan, bisa dipastikan sudah merusak organ vital anak. Terbukti pada beberapa berita yang sempat saya baca, si anak merasa anusnya seperti rusak. Bila saja orangtua intensif memeriksa sejak awal, mungkin bisa segera terbongkar lebih dini.


  • Bilapun akhirnya terjadi hal buruk itu, jangan pernah menyimpannya sendiri untuk alasan apapun. Beranilah bersuara. Karena boleh jadi kebaranian anda akan menjadi spirit bagi orang tua lain. Bila saya yang ditanya, sebagai seorang ibu tentu saya tak akan pernah takut pada apapun selama itu membela kepentingan anak. Nyawapun mungkin akan saya pertaruhkan. Sampai keujung langitpun akan terus saya tuntut kebenaran. Saya amat yakin keberanian sebagai ibu yang membela dan menuntut hak anak-anak kita yang terabaikan, tak hanya akan mendapatkan perlindunganNya, namun juga akan mendapat pembelaan dari semesta. Keep fight till the end!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun