PROFIL SINGKAT:
Jauhari Afdal Umam, seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun, lahir di Tangerang, 07 Agustus 2007. Jauhari adalah peserta didik kelas XI Akuntansi di SMK LETRIS INDONESIA 1. Sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, Jauhari tumbuh dalam lingkungan keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang. Pengalaman tumbuh bersama saudara-saudaranya telah membentuk karakternya yang pemberani dan percaya diri.
LENSA PSIKOLOGI:
Psikologi adalah ilmu yang secara mendalam mengkaji segala aspek kehidupan manusia, mulai dari bagaimana kita berpikir, merasakan, dan berperilaku hingga bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Cakupan psikologi begitu luas, mencakup berbagai proses mental, emosi, dan perilaku manusia. Salah satu cabang psikologi yang menarik untuk dipelajari adalah psikologi perkembangan. Cabang ini khusus mempelajari bagaimana manusia tumbuh dan berubah seiring berjalannya waktu, mulai dari masa bayi hingga dewasa. Dalam psikologi perkembangan, kita dapat menemukan berbagai teori yang berusaha menjelaskan proses perkembangan manusia, salah satunya adalah teori konsep diri yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock.Â
Konsep diri merupakan gambaran mental yang kita miliki tentang diri sendiri. Ini mencakup segala hal yang kita yakini tentang siapa kita, kemampuan kita, nilai-nilai yang kita anut, dan peran kita dalam masyarakat. Konsep diri terbentuk secara bertahap sepanjang hidup kita melalui berbagai pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Lingkungan sosial, khususnya keluarga dan teman sebaya, memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk konsep diri seseorang. Pengalaman masa kanak-kanak, cara orang tua mendidik, dan interaksi dengan teman-teman sebaya dapat membentuk pandangan kita tentang diri sendiri secara positif maupun negatif.
 Konsep diri seseorang terbentuk dari berbagai faktor kompleks yang saling memengaruhi. Elizabeth B. Hurlock mengidentifikasi sejumlah faktor yang turut membentuk konsep diri, antara lain: penampilan fisik (bentuk tubuh, kondisi kesehatan, pakaian), nama, tingkat kecerdasan, aspirasi hidup, emosi, latar belakang budaya, lingkungan sekolah, status sosial, dan pengaruh keluarga. Interaksi dari berbagai faktor ini melahirkan dua jenis konsep diri yang berbeda, yaitu:Â
1. Konsep diri positif dicirikan oleh penerimaan diri yang tulus, keseimbangan emosional yang baik, kepercayaan diri yang kuat, sikap optimis, serta kemampuan menjalin hubungan sosial yang sehat. Individu dengan konsep diri positif cenderung merasa puas dengan diri sendiri, mampu menghadapi tantangan, dan memiliki pandangan hidup yang positif.Â
2. Konsep diri negatif, di sisi lain, ditandai oleh pandangan diri yang pesimistis, perasaan tidak aman, rendah diri, pesimisme, kurang percaya diri, dan kecenderungan untuk mengisolasi diri. Individu dengan konsep diri negatif seringkali merasa tidak berharga, sulit menerima pujian, dan cenderung menyalahkan diri sendiri atas kegagalan.Â
Masa remaja adalah periode krusial dalam perkembangan individu, di mana seorang remaja tengah aktif mencari jati diri dan memahami siapa dirinya. Proses pencarian ini seringkali diwarnai oleh berbagai emosi kompleks dan tantangan yang harus dihadapi.
Artikel ini bertujuan untuk mengupas lebih dalam mengenai konsep diri remaja melalui studi kasus seorang siswa kelas 11 SMK LETRIS INDONESIA 1 yang berinisial JAU. Melalui wawancara mendalam, penulis berusaha menggali lebih jauh mengenai persepsi JAU terhadap dirinya sendiri, tantangan yang dihadapinya, serta faktor-faktor yang memengaruhi konsep dirinya. Â Hasil wawancara menunjukkan bahwa JAU telah menunjukkan perkembangan yang positif dalam membangun konsep dirinya. Ia telah mulai menerima kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Namun demikian, JAU masih menghadapi beberapa tantangan, seperti kurangnya rasa percaya diri dalam situasi sosial baru dan konflik batin antara keinginan pribadi dengan harapan orang tua.Â
KONSEP DIRI POSITIF DALAM KEHIDUPAN:
JAU menunjukkan tanda-tanda memiliki konsep diri positif yang cukup baik. Optimisme dan kemampuannya melihat sisi baik dari setiap situasi merupakan indikator yang kuat. Selain itu, penerimaan diri yang tinggi juga menjadikannya merasa nyaman dengan siapa dirinya. Namun, ketika diminta untuk secara spesifik menyebutkan kelebihan dan kekurangannya, JAU tampak kesulitan.Â
Meskipun demikian, JAU berhasil membangun hubungan sosial yang sehat dengan keluarga dan teman-temannya. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks hubungan interpersonal, konsep dirinya cukup positif. Penerimaan dari lingkungan sosial terdekatnya telah menjadi fondasi yang kuat bagi kepercayaan dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain. Â Kemampuan seseorang dalam berinteraksi sosial seringkali menjadi cerminan dari konsep diri yang positif. JAU, dengan mudah menjalin hubungan dengan orang lain, menunjukkan bahwa ia memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi dalam berinteraksi. Pengakuan dan penerimaan dari lingkungan sosialnya telah membantunya membangun citra diri yang positif.Â
JAU merasakan peningkatan rasa percaya diri ketika berinteraksi dengan orang lain, terutama saat suasana interaksi menjadi menyenangkan. Interaksi sosial yang positif ini memperkuat persepsinya bahwa JAU diterima dan dihargai oleh lingkungan sekitar. Hal ini sejalan dengan teori Hurlock yang menyatakan bahwa lingkungan yang mendukung berperan penting dalam membentuk konsep diri positif. Â Lingkungan yang ramah dan suportif telah menanamkan benih keberanian dan percaya diri dalam JAU. Sikap oini memungkinkannya untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik. Ketika dihadapkan pada kesulitan, JAU cenderung melihatnya sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang, bukan sebagai hambatan. Â
JAU menunjukkan kematangan emosional yang cukup tinggi dalam menghadapi konflik. Ia mampu mengelola emosi dengan baik, sehingga dapat menyelesaikan masalah tanpa melibatkan amarah yang berlebihan. Menurut Elizabeth B. Hurlock, kemampuan mengelola emosi dengan bijaksana merupakan salah satu indikator dari konsep diri positif. Individu dengan konsep diri positif umumnya memiliki pemahaman yang baik tentang diri mereka sendiri dan situasi yang dihadapi. Â Selain itu, JAU juga menunjukkan sikap percaya diri yang tinggi. Ia mampu menerima kekurangannya dengan lapang dada dan bangga dengan pencapaian yang telah ia raih. Kegagalan baginya bukan akhir dari segalanya, melainkan sebuah kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri. Sikap positif ini semakin memperkuat konsep dirinya yang positif.Â
KONSEP DIRI NEGATIF DALAM KEHIDUPAN:
Meskipun memiliki sisi positif, JAU juga bergumul dengan beberapa aspek negatif dari konsep dirinya. Kurangnya pengakuan dan apresiasi dari keluarga, terutama ketika dibandingkan dengan teman-temannya, telah meninggalkan bekas luka emosional yang mendalam. Perasaan kurang dihargai ini menunjukkan betapa besar pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan harga diri seseorang. Â Dalam melakukan wawancara, terdapat celah yang menarik untuk diperhatikan. Ketika diminta untuk mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan dirinya secara spesifik, JAU tampak ragu-ragu. Kesulitan ini mengindikasikan adanya kemungkinan adanya kerendahan diri yang tersembunyi di balik kepercayaan dirinya yang tampak. Salah satu faktor yang mungkin berkontribusi pada hal ini adalah kurangnya pengakuan atas pencapaiannya di masa lalu. Kurangnya apresiasi dari lingkungan sekitar, seperti pujian atau penghargaan, dapat menghambat pertumbuhan kepercayaan diri seseorang. Ketika individu jarang menerima pengakuan atas usaha dan keberhasilannya, mereka cenderung meragukan kemampuan diri sendiri dan merasa tidak layak untuk dipuji.Â
Ketidakpercayaan diri JAU juga terlihat dalam situasi tertentu, seperti saat presentasi di kelas. Ketakutan akan kesalahan membuat dirinya merasa tidak nyaman dan kurang percaya diri. Namun, JAU Â menunjukkan kedewasaan dengan mampu mengubah kegagalan menjadi motivasi untuk memperbaiki diri. Ketika menerima kritik, ia tidak serta-merta merasa tertekan, melainkan berusaha memahami maksud dari kritik tersebut untuk kemudian melakukan perbaikan. Â Di sisi lain, kontrol yang terlalu ketat dari keluarga juga memberikan dampak pada perkembangan konsep diri JAU. Perasaan kurang leluasa dalam menentukan pilihan hidup dapat menghambat pertumbuhannya sebagai individu yang mandiri. Tetapi, JAU telah menunjukkan kemampuannya untuk belajar dari pengalaman dan terus berusaha mengembangkan diri.
SIMPULAN:
Berdasarkan hasil wawancara dengan Saudara JAU, dapat disimpulkan bahwa konsep diri seseorang, baik positif maupun negatif, sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Lingkungan yang suportif dan penuh kasih sayang, di mana individu merasa diterima dan dihargai, berperan penting dalam membangun rasa percaya diri dan konsep diri positif. Sebaliknya, kurangnya apresiasi dan pengakuan dari lingkungan terdekat, terutama keluarga, dapat memicu munculnya perasaan tidak berharga dan merendahkan diri, yang pada akhirnya membentuk konsep diri negatif.
Apresiasi, sekecil apapun, memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap perkembangan seorang individu. Pujian dan pengakuan atas usaha dan pencapaian, meskipun terlihat sederhana, dapat meninggalkan kesan yang mendalam pada diri anak. Pengalaman-pengalaman positif ini tertanam dalam ingatan dan membentuk pandangan anak tentang dirinya sendiri. Dengan kata lain, lingkungan sosial awal seseorang berperan sebagai fondasi bagi terbentuknya konsep diri yang akan terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H