Mohon tunggu...
Aulia IkaDemifta
Aulia IkaDemifta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Keamana Perang dalam Prespektif Realisme Klasik dan Neo-Realisme

17 Oktober 2023   21:40 Diperbarui: 17 Oktober 2023   21:58 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu perang dan konflik di tingkat internasional selalu menjadi topik menarik dalam kerangka studi Hubungan Internasional. Terdapat perbedaan pandangan antara teori realisme klasik, neo-realisme defensif, dan neo-realisme ofensif dalam pemahaman terhadap peristiwa konflik global. Artikel ini akan mengulas beberapa contoh kasus yang dapat diinterpretasikan melalf.

Isu perang dan konflik di tingkat internasional selalu menjadi topik menarik dalam kajian hubungan internasional. Terdapat perbedaan pendapat antara teori realisme klasik, realisme defensif dan realisme ofensif dalam memahami peristiwa konflik global. Artikel ini akan mengkaji beberapa contoh tipikal yang dapat diinterpretasikan melalui kacamata berbagai teori hubungan internasional, termasuk realisme klasik, neorealisme defensif, dan neorealisme.

Realisme Klasik

Realisme klasik merupakan salah satu aliran dalam Ilmu Hubungan Internasional yang mengikuti prinsip dasar bahwa negara-negara bertindak berdasarkan kepentingan nasional mereka sendiri, keamanan, dan kekuasaan (negara sebagai aktor utama yang anarki).

Contoh kasus yang menggambarkan aliran ini yaitu Perang Teluk II terjadi pada tahun 1990-1991 ketika Irak yang dipimpin oleh Saddam Hussein menyerbu Kuwait. Sebagai hasil dari invasi ini, koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat campur tangan untuk mengusir pasukan Irak dari Kuwait. Aspek yang menggambarkam Realisme Klasik, dimana Irak, di bawah Saddam Hussein, melihat Kuwait sebagai ancaman terhadap kepentingan keamanan nasional mereka dan sebagai sumber potensi kekayaan (khususnya sumber daya minyak). Invasi Kuwait oleh Irak adalah contoh tindakan yang dilakukan untuk memperoleh lebih banyak kekuatan dan sumber daya, sesuai dengan logika realisme.

Neo-Realisme Defensif

Neo-realisme defensif adalah salah satu aliran dalam teori Hubungan Internasional yang merupakan turunan dari neo-realisme, yang pertama kali dikembangkan oleh Kenneth Waltz. Neo-realisme defensif fokus pada dinamika sistem internasional dan berupaya menjelaskan perilaku negara-negara dalam konteks anarki global.

Contoh kasus yang mencerminkan sudut pandang aliran neo-realisme defensif adalah inisiatif peluncuran satelit anti (ASAT) oleh Tiongkok. Tiongkok menghadapi peningkatan dominasi Amerika Serikat dalam ruang angkasa dan merasa tertinggal dalam perlombaan kekuatan tersebut. Tiongkok melihat ruang angkasa sebagai wilayah yang setara dengan daratan, laut, dan udara di bumi, dan oleh karena itu, mereka merasa perlu untuk bersaing di bidang ini agar memiliki kedudukan yang sebanding dengan negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat dan Rusia. Tiongkok mengambil langkah-langkah dalam mengembangkan program luar angkasa, termasuk sistem anti-satelit ko-orbital, senjata energi terarah, ASAT langsung, dan kemampuan ASAT dalam ranah siber.

Neo-Realisme Ofensif

Aliran neo-realisme ofensif, yang juga dikenal sebagai "realisme struktural ofensif," adalah salah satu cabang dalam teori realisme internasional yang menekankan pada perilaku agresif dan ambisi negara dalam sistem internasional. Aliran ini Dominasi dan Kepentingan Nasional, Perilaku Rasional, serta Ketidakpercayaan Terhadap Anarki.

Contoh yang mencerminkan perspektif teori neo-realisme adalah invasi Rusia terhadap Ukraina yang melibatkan aneksasi Krimea pada tahun 2014. Pada saat itu, Rusia mencoba secara paksa mengambil alih wilayah Krimea, yang merupakan bagian selatan Ukraina. Saat itu, Ukraina menghadapi ketegangan internal yang meningkat. Upaya Rusia untuk merebut wilayah Ukraina menimbulkan kekhawatiran dan intimidasi terhadap Uni Eropa, sebuah organisasi regional. Rusia juga merasa terancam oleh hubungan dekat Ukraina dengan Uni Eropa, terutama jika Ukraina menjadi anggota Uni Eropa. Di bawah pimpinan Vladimir Putin, Rusia berusaha meningkatkan pengaruhnya di wilayah sekitarnya. Mereka melihat Ukraina sebagai komponen penting dalam ekspansi pengaruhnya dan berusaha mengamankan posisi strategis di Krimea. Tindakan tersebut dapat dilihat sebagai usaha untuk memperkuat peran dan kekuatan Rusia di wilayah tersebut. Dalam konteks perspektif teori neo-realisme ofensif, invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2014 menunjukkan ambisi Rusia untuk memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut dan untuk menunjukkan kekuatan politik dan militer mereka di arena internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun