Sastra adalah jenis karya lisan dan tulis yang menunjukkan berbagai kualitas, kesenian, orisinalitas dan keindahan dalam substansi dan ekspresi. Pada umumnya karya sastra hanyalah teks-teks fiktif, baik puisi maupun prosa, yang nilainya ditentukan oleh kedalaman pemikiran dan ekspresi jiwa.Â
Banyak yang menggambarkan sastra sebagai bahasa yang digunakan dalam buku (baik bahasa maupun gaya). Sastra sama dengan sastra, karya seni yang dibuat dengan menggunakan kata-kata.
Periodisasi umumnya digunakan untuk mengklasifikasikan sastra Indonesia ke dalam periode tertulis dan lisan. Unit Sastra Melayu Bekas, Unit Sastra Melayu Bekas, Unit Balai Pstaka, Unit Puisi Baru, Unit 1945, Â 195-1960-an, Â 1966, Â 1970, Â 1980, 1990 Unit, Unit Reformasi, Â 2000 Unit Sejarah Sastra Indonesia Itu adalah unit yang dibagi lagi menurut ke.Â
Dalam urutan kronologis. Jenis publikasi reguler ini tidak dapat mencakup karya sastra awal. Menurut sebagian kalangan, kerusuhan terjadi karena kebijakan pendidikan, pengetahuan umum, dan bahkan identitas budaya kita semuanya didasarkan pada gagasan sastra Indonesia yang berbasis sastra Melayu.
Sastra Indonesia modern dimulai pada tahun 20-an, ketika sebagian besar masyarakat Indonesia masih bersekolah pada pergantian abad. Kemudian disusul oleh generasi ke-33 yang juga dikenal dengan New Poetry Army yang mencapai puncaknya pada tahun 1938, generasi ke-45 yang mencapai puncaknya pada tahun 1950-an, dan generasi baru  yang terbentuk pada tahun 1966, yaitu generasi ke-66.Â
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa setiap 15 sampai 25 tahun akan muncul generasi baru  yang sesuai dengan pertumbuhan pribadi  manusia. Sebab, setiap 15 hingga 25 tahun sekali, lahir generasi baru  dengan cara pandang dan sikap yang berbeda dari generasi sebelumnya. Status Indonesia berubah drastis pada masa Pacake kemerdekaan, termasuk transisi kejayaan yang brutal menuju kemerdekaan Indonesia.Â
Tidak mengherankan, situasi ini membantu penulis memahami karakteristik sastra  tahun 1950-an dan kesulitan budaya Indonesia, yang memungkinkannya untuk dibedakan dari generasi sebelumnya. Akibatnya, para penulis saat itu mulai mencari referensi melalui budaya asli Indonesia yang dipengaruhi oleh budaya lain.
Setiap partai  memiliki kekuatannya sendiri pada  1950-an. Akibatnya, Indonesia pada saat itu menganut sistem politik parlementer  yang mengharuskan pemerintah bertindak sebagai pejabat administrasi yang bertanggung jawab atas parlemen. Tentu saja,  pemerintahan parlementer memiliki kekuasaan dan kewenangan yang besar. Akibat sistem ini, partai-partai politik yang bisa bergerak bebas setelah kemerdekaan mulai bermunculan kembali.
Setiap partai politik pada saat itu memiliki lembaga budayanya sendiri, termasuk PKI, yang memiliki filosofi sastra realisme sosialis. Pada awal 1960-an, konflik yang meluas antara penulis Indonesia menghentikan kemajuan sastra  dalam politik aktual, berakhir pada tahun 1965 dengan runtuhnya G30S / PKI di Indonesia.
 HB Jassin adalah bagian dari Batch 50 karena ia bertugas mengedit majalah sastra yang disebut "Kisah". Untuk alasan ini, nama "majalah sastra" diberikan. Ungkapan ini pertama kali digunakan oleh Nugroho Notsanto dalam artikelnya "Situasi 1954" dan kemudian muncul di majalahnya "Kompas".Â
Selama periode ini, puisi dan balada mendominasi perkembangan sastra. Teknik penulisan cerita  pengarang dikembangkan dengan baik melalui puisi. Suasananya tenang karena menceritakan kisah kehidupan yang sulit, seperti puisi Lendra "The Ballad of the Killing of Atmo Carpo" dan "The Song of the Goose".