Pendahuluan
Ketika berbicara tentang doom spending, fenomena ini sering kali diasosiasikan dengan perilaku konsumsi berlebihan di sektor-sektor seperti mode, elektronik, atau gaya hidup. Namun, dalam konteks yang lebih luas, perilaku konsumtif serupa juga terjadi di sektor energi, terutama ketika dunia dihadapkan pada ketidakpastian global yang semakin meningkat.Â
Ancaman Perang Dunia ke-3, dengan ketegangan geopolitik yang terus memanas dan perang energi yang tak terelakkan, menambah kecemasan ini. Akibatnya, kebijakan energi global, konsumsi bahan bakar, hingga investasi besar-besaran di sektor energi mulai memperlihatkan gejala doom spending yang potensial.
Ancaman perang dunia ke-3 semakin menghantui berbagai sektor global, termasuk sektor energi. Ketidakstabilan geopolitik yang meningkat membuat negara-negara di seluruh dunia mulai bersiap menghadapi potensi konflik skala besar, dan salah satu area yang paling rentan terkena dampaknya adalah pasokan dan distribusi energi.Â
Dalam situasi seperti ini, muncul fenomena yang disebut sebagai doom spending, yaitu pengeluaran yang berlebihan atau berfokus pada sektor-sektor kritis akibat rasa takut akan ketidakpastian masa depan. Dalam konteks energi, doom spending menjadi nyata ketika negara dan perusahaan energi melakukan investasi besar-besaran yang mungkin tidak berkelanjutan, semua karena bayangan ketidakstabilan global dan ancaman perang.
Doom Spending dalam Konteks Energi
Dalam bidang energi, doom spending dapat diartikan sebagai pola pengeluaran yang tidak bijak atau berlebihan pada sumber daya energi sebagai respons terhadap kekhawatiran geopolitik, perang, atau krisis yang tampak di depan mata.
Alih-alih mengambil langkah-langkah strategis dan berkelanjutan untuk mengatasi krisis energi, banyak negara dan perusahaan energi tergoda untuk melakukan investasi besar dalam infrastruktur energi atau eksplorasi minyak dan gas tanpa perencanaan jangka panjang.
Di bidang energi, doom spending mengacu pada pengeluaran besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan energi sebagai respons terhadap ancaman konflik global, khususnya dalam hal memperkuat infrastruktur energi, memperluas cadangan energi, atau mengamankan pasokan energi dari sumber-sumber yang dianggap tidak stabil. Perang dunia, atau ancamannya, membuat negara-negara lebih bersikap defensif terhadap aset-aset energi mereka, sering kali menyebabkan pemborosan sumber daya atau investasi yang tidak tepat sasaran.
Ancaman konflik global seperti Perang Dunia ke-3 telah menciptakan kecemasan besar di pasar energi. Ketidakpastian ini memicu negara-negara untuk mengamankan pasokan energi mereka melalui berbagai cara, termasuk meningkatkan produksi bahan bakar fosil atau mempercepat proyek-proyek energi yang mungkin belum matang secara teknis maupun finansial.
Sebagai contoh, ketika Rusia menginvasi Ukraina pada tahun 2022, harga minyak dan gas melonjak tajam. Negara-negara Eropa yang selama ini bergantung pada pasokan gas Rusia tiba-tiba menghadapi krisis energi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hal ini menyebabkan mereka harus mengalihkan investasi besar-besaran ke sektor energi alternatif, termasuk energi terbarukan dan sumber daya nuklir, dalam waktu yang sangat singkat. Namun, langkah-langkah cepat ini juga memicu doom spending, di mana keputusan investasi sering kali dibuat berdasarkan ketakutan akan kekurangan energi, tanpa perencanaan matang terkait keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.