Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Etika Profesi: Tren Kepemimpinan Generasi Muda Terjerat Korupsi dan Upaya Pencegahan

6 Juni 2024   12:45 Diperbarui: 6 Juni 2024   12:45 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Di era modern, peran orang muda dalam dunia politik semakin krusial. Bukan hanya sebagai pemilih, generasi muda juga didorong untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai ranah politik, mulai dari kepemimpinan formal hingga gerakan aktivisme.

Alasan utamanya adalah karena jumlah orang muda di Indonesia sangatlah besar. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, generasi muda (usia 15-34 tahun) mencapai 27,6% dari total populasi. Angka ini menjadikan mereka sebagai kelompok terbesar di Indonesia, dan potensi mereka untuk membawa perubahan sangatlah signifikan.

Partisipasi politik orang muda membawa berbagai keuntungan. Pertama, mereka membawa perspektif baru dan ide-ide segar yang dapat memajukan bangsa. Kedua, mereka memiliki semangat dan energi yang tinggi untuk mewujudkan perubahan. Ketiga, mereka melek teknologi dan mudah beradaptasi dengan perkembangan zaman, sehingga dapat membantu dalam proses modernisasi sistem politik.

Namun, partisipasi politik orang muda di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti minimnya pengetahuan politik, apatisme terhadap politik, dan kurangnya akses terhadap ruang politik.

Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan partisipasi politik orang muda. Pertama, edukasi politik harus digalakkan sejak dini melalui pendidikan formal dan non-formal. Kedua, perlu disediakan ruang bagi orang muda untuk berpartisipasi dalam politik, seperti melalui organisasi kepemudaan dan partai politik. Ketiga, media massa juga harus berperan dalam mendorong partisipasi politik orang muda dengan menyajikan informasi yang objektif dan edukatif tentang politik.

Tren Korupsi

Di era modern, peran orang muda dalam dunia politik semakin krusial. Mereka diharapkan membawa angin segar, ide-ide baru, dan semangat inovatif untuk membawa perubahan positif bagi bangsa. Namun, di balik harapan besar ini, ironisnya tren peningkatan persentase koruptor berusia 20-55 tahun terjadi sejak tahun 2019 hingga 2023. Hal ini bagaikan bom waktu yang mengancam masa depan bangsa.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2019, 32,4% koruptor berusia 20-55 tahun. Angka ini terus meningkat hingga mencapai 42,8% pada semester pertama 2023. Tren ini menunjukkan bahwa semakin banyak generasi muda yang terjerumus dalam praktik korupsi. Berikut beberapa contohnya:

1. Mantan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin, divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Palembang pada 17 Oktober 2023. Ia terbukti bersalah melakukan suap terkait izin pertambangan batu bara di wilayahnya. Pria kelahiran 1 November 1970 itu merupakan anak kandung dari Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2018 Alex Noerdin.

2. Mantan Walikota Tegal (2018-2023): Menurut JPU, Siti dan Amir terbukti menerima suap dari sejumlah pihak dengan total nilai mencapai Rp 7,1 miliar. Uang suap tersebut diduga terkait dengan pengelolaan dana jasa RSUD Kardinah Kota Tegal.

3. Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin, divonis 13 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Medan pada 17 Oktober 2023. Ia terbukti bersalah melakukan suap dan gratifikasi terkait berbagai proyek di wilayahnya.

Terjebak Kourupsi

Faktor-faktor yang diduga berkontribusi terhadap tren ini adalah:

1. Kurangnya Pengalaman dan Pengetahuan

Berdasarkan penelitian Universitas Indonesia tahun 2022, 67% pemimpin muda yang terjerat kasus korupsi mengaku kurang memahami regulasi dan tata kelola keuangan publik.

Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin muda mungkin belum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk mengelola keuangan dan sumber daya publik secara bertanggung jawab. Kurangnya pemahaman ini dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.

2. Tekanan Politik

Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2021 menunjukkan bahwa 72% pemimpin muda mengaku pernah mendapat tekanan dari pihak lain untuk melakukan tindakan koruptif.

Tekanan politik dari berbagai pihak, seperti partai politik, sponsor, dan konstituen, dapat mendorong pemimpin muda untuk melakukan tindakan koruptif demi mendapatkan keuntungan politik atau finansial. Hal ini dapat terjadi karena sistem politik yang masih kental dengan budaya transaksional dan politik uang.

3. Gaya Hidup Mewah

Studi Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada tahun 2023 menemukan bahwa 58% pemimpin muda yang terjerat kasus korupsi memiliki gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan pendapatan mereka.

Gaya hidup mewah yang konsumtif dapat mendorong pemimpin muda untuk melakukan korupsi demi memenuhi gaya hidup tersebut. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh media sosial dan budaya materialisme yang marak di kalangan generasi muda.

4. Kurangnya Pengawasan

Data KPK menunjukkan bahwa 34% kasus korupsi yang melibatkan pemimpin muda terjadi di tingkat daerah, di mana pengawasan dan akuntabilitas publik masih lemah.

Kurangnya pengawasan dari masyarakat dan lembaga terkait, seperti pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, dapat membuka celah bagi pemimpin muda untuk melakukan korupsi. Hal ini diperparah dengan sistem pelaporan dan penindakan korupsi yang belum optimal di tingkat daerah.

5. Budaya Politik Dinasti

Data KPK menunjukkan bahwa 28% pemimpin muda yang terjerat kasus korupsi berasal dari keluarga politisi yang korup.

Budaya politik dinasti, di mana posisi politik diwariskan kepada keturunan, dapat menjadi faktor pendorong korupsi. Keturunan dari politisi korup mungkin tidak memiliki kemampuan dan integritas yang memadai untuk memimpin, sehingga mereka lebih mudah terjerumus dalam praktik korupsi.

6. Kelemahan Sistem Rekrutmen dan Penilaian

Penelitian Universitas Indonesia tahun 2022 menemukan bahwa 63% proses rekrutmen dan penilaian calon pemimpin politik tidak mempertimbangkan faktor integritas dan moralitas secara memadai.

Kelemahan dalam sistem rekrutmen dan penilaian calon pemimpin politik dapat membuka celah bagi individu dengan kecenderungan korupsi untuk lolos seleksi. Hal ini karena kriteria seleksi yang masih fokus pada faktor politik dan popularitas, dan kurang memperhatikan rekam jejak dan nilai-nilai moral calon pemimpin.Dampak Negatif:

Korupsi oleh pemimpin muda memiliki dampak negatif yang signifikan, antara lain:

Menurunkan Kepercayaan Publik: Korupsi oleh pemimpin muda dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan sistem demokrasi. Masyarakat akan merasa kecewa dan kehilangan harapan terhadap masa depan bangsa jika pemimpin yang mereka pilih ternyata korup.

Menghambat Pembangunan: Korupsi dapat menghambat pembangunan dan menghambat kemajuan bangsa. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat malah dikorupsi oleh para pemimpin muda.

Memperkuat Budaya Korupsi: Korupsi oleh pemimpin muda dapat memperkuat budaya korupsi di masyarakat. Masyarakat akan melihat bahwa korupsi merupakan hal yang lumrah dan mudah dilakukan, sehingga mereka terdorong untuk melakukan korupsi juga.

Menimbulkan Krisis Moral: Korupsi oleh pemimpin muda dapat menimbulkan krisis moral di masyarakat. Generasi muda akan kehilangan kepercayaan terhadap nilai-nilai moral dan etika, dan mereka akan lebih mudah terjerumus dalam tindakan koruptif.

Kajian Saintifik dan Laporan Investigasi

Beberapa kajian saintifik dan laporan investigasi dari berbagai sumber terpercaya memperkuat temuan tentang tren peningkatan koruptor muda.

Laporan KPK tahun 2023 menunjukkan bahwa 42,8% koruptor yang terjerat pada semester pertama 2023 berusia 20-55 tahun. Laporan ini juga menyebutkan bahwa faktor-faktor seperti minimnya pengalaman, tekanan politik, dan gaya hidup mewah menjadi pendorong utama korupsi di kalangan generasi muda.

 Jurnal Anti-Korupsi yang diterbitkan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2022 mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan korupsi pada pemimpin muda. Jurnal ini menyimpulkan bahwa kurangnya edukasi anti-korupsi dan budaya politik yang koruptif merupakan faktor utama yang mendorong tren ini.

Beberapa media massa ternama di Indonesia telah melakukan investigasi mendalam tentang kasus korupsi yang melibatkan pemimpin muda. Laporan-laporan ini mengungkapkan modus operandi dan faktor-faktor yang melatarbelakangi kasus korupsi tersebut.

Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi tren ini. Upaya ini harus melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, hingga keluarga dan masyarakat.

1. Memperkuat Pendidikan Anti-Korupsi

Memasukkan materi anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan formal: Sejak usia dini, anak-anak perlu ditanamkan nilai-nilai anti-korupsi seperti kejujuran, integritas, dan akuntabilitas. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan materi anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan formal di sekolah-sekolah.

Meningkatkan edukasi anti-korupsi di luar sekolah: Edukasi anti-korupsi juga perlu dilakukan di luar sekolah melalui berbagai program dan kegiatan, seperti seminar, workshop, dan kampanye anti-korupsi.

Melibatkan berbagai pihak dalam edukasi anti-korupsi: Edukasi anti-korupsi tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dan lembaga pendidikan, tetapi juga oleh organisasi masyarakat sipil, media massa, dan tokoh masyarakat.

2. Membangun Sistem yang Akuntabel

Menerapkan sistem pengadaan barang dan jasa yang transparan dan akuntabel: Sistem pengadaan barang dan jasa yang transparan dan akuntabel dapat membantu mencegah korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Memperkuat peran lembaga pengawas: Lembaga pengawas seperti KPK dan BPK perlu diperkuat agar dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dalam mengawasi penggunaan keuangan negara.

Meningkatkan transparansi informasi publik: Masyarakat harus memiliki akses yang mudah terhadap informasi publik, seperti anggaran negara dan laporan keuangan pemerintah. Hal ini dapat membantu masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintah dan mencegah korupsi.

3. Menegakkan Hukum Secara Tegas

Memberikan sanksi yang tegas dan adil bagi pelaku korupsi: Sanksi yang tegas dan adil bagi pelaku korupsi dapat memberikan efek jera dan mencegah potensi korupsi oleh pemimpin muda.

Melindungi saksi dan pelapor korupsi: Saksi dan pelapor korupsi harus dilindungi dari ancaman dan intimidasi agar mereka berani melaporkan tindakan korupsi.

Mempercepat proses penyelesaian kasus korupsi: Proses penyelesaian kasus korupsi harus dipercepat agar para pelaku korupsi tidak mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

4. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat

Masyarakat harus aktif dalam mengawasi kinerja pemerintah: Masyarakat harus aktif dalam mengawasi kinerja pemerintah dan melaporkan jika melihat adanya indikasi korupsi.

Masyarakat harus terlibat dalam proses pengambilan keputusan: Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan pemerintah, terutama yang terkait dengan anggaran negara.

Masyarakat harus membangun budaya anti-korupsi: Masyarakat harus membangun budaya anti-korupsi dalam kehidupan sehari-hari dengan menerapkan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan akuntabilitas.

5. Membangun Budaya Politik yang Bersih

Memperkuat partai politik: Partai politik perlu diperkuat agar menjadi organisasi yang bersih dan berintegritas. Hal ini dapat dilakukan dengan memperketat proses seleksi calon pemimpin dan kader partai, serta meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan partai.

Mendorong kampanye politik yang bersih: Kampanye politik harus dilakukan secara bersih dan berintegritas, tanpa menggunakan politik uang atau praktik kotor lainnya.

Melibatkan media massa dalam membangun budaya politik yang bersih: Media massa dapat berperan dalam membangun budaya politik yang bersih dengan memberitakan informasi yang objektif dan kritis terhadap praktik korupsi.

Peran Penting Keluarga dan Masyarakat: Keluarga dan masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah korupsi pada generasi muda. Orang tua dan keluarga harus menanamkan nilai-nilai moral dan anti-korupsi sejak dini kepada anak-anak mereka. Masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengawasi dan mengingatkan pemimpin muda untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan menghindari praktik korupsi.

Penutup

Tren peningkatan persentase koruptor berusia 20-55 tahun merupakan masalah serius yang perlu diatasi dengan upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan. Upaya ini harus melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, hingga keluarga dan masyarakat. Dengan kerja sama dan komitmen dari semua pihak, diharapkan generasi muda dapat menjadi pemimpin yang bersih dan berintegritas, demi mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Daftar Pustaka

https://databoks.katadata.co.id/tags/korupsi-indonesia

https://www.kompas.com/tag/korupsi-di-indonesia

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/02/01/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-memburuk-pada-2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun