Â
Pengantar
Amicus curiae, atau "sahabat pengadilan", kembali menjadi perbincangan hangat menjelang pengumuman keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait berbagai perkara penting. Istilah ini merujuk pada pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam suatu perkara hukum, namun diizinkan untuk memberikan informasi dan masukan kepada pengadilan untuk membantu mempertimbangkan putusan yang adil dan tepat.
Kemunculan amicus curiae di berbagai kasus krusial, seperti Pilpres, Pilkada 2024 dan uji materi UU Cipta Kerja, menunjukkan peran pentingnya dalam memperkaya khazanah hukum dan memperluas perspektif hakim dalam pengambilan keputusan.
Menurut berita terbaru, MK telah menerima 21 surat amicus curiae terkait sengketa Pilpres 2024. Fenomena ini menarik karena jumlahnya yang signifikan dibandingkan dengan sengketa pilpres sebelumnya, menandakan tingginya partisipasi publik dalam proses hukum ini. Di antara yang menyerahkan dokumen amicus curiae adalah Presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri. MK telah menetapkan bahwa hanya amicus curiae yang diterima hingga 16 April 2024 akan dipertimbangkan.
Pengamat dan narasumber di berbagai podcast dan video YouTube telah menyoroti fenomena pengajuan amicus curiae oleh berbagai pihak, termasuk akademisi, yang biasanya lebih tenang dalam menyuarakan pendapat mereka. Hal ini dianggap sebagai indikasi adanya masalah signifikan dalam penyelenggaraan pemilu, mulai dari proses pencalonan, pemungutan suara, hingga penghitungan suara yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), khususnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Menurut Bawaslu, terdapat 19 masalah yang ditemukan selama proses pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024, termasuk pembukaan TPS yang terlambat, logistik pemungutan suara yang tidak lengkap, dan ketidaksesuaian jumlah hasil penghitungan surat suara dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih. Temuan ini menambah kekhawatiran tentang integritas dan transparansi proses pemilu.
Pengajuan amicus curiae oleh akademisi dan pengacara Indonesia di AS juga menyoroti dugaan kecurangan pemilu yang dialami WNI di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, yang mencakup temuan surat suara yang sudah tercoblos sebelum pemilu dilakukan.
Berita terkini menyebutkan bahwa Asosiasi Pengacara Indonesia di Amerika Serikat (Indonesian American Lawyers Association - IALA) telah menyampaikan amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan sengketa pemilihan umum yang akan diputuskan dalam beberapa hari ini. IALA telah melakukan berbagai diskusi ilmiah dan kajian mengenai penyelenggaraan Pemilu 2024, khususnya di AS, sejak bulan Oktober 2023.
Menurut perwakilan IALA, Bhirawa Jayasidayatra Arifi, penyampaian amicus curiae ini merupakan bentuk kekhawatiran sekaligus harapan diaspora Indonesia untuk penyelenggaraan pemilu yang adil dan transparan. IALA mencatat adanya berbagai dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif atas penyelenggaraan pemilu di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat.
Surat amicus curiae yang disampaikan oleh IALA juga mendukung gugatan yang dilayangkan oleh pasangan calon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024. IALA berharap MK dapat memutuskan sengketa tersebut dengan putusan yang adil serta bernafaskan kepastian hukum dan kemanfaatan.
Peran Amicus Curiae
Amicus curiae dapat diajukan oleh individu, organisasi, atau ahli yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus terkait isu-isu yang dibahas dalam suatu perkara. Mereka dapat memberikan informasi, analisis, dan argumen yang diharapkan dapat membantu hakim dalam memahami kompleksitas perkara dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.
Peran amicus curiae dibedakan dari pihak berperkara yang secara langsung memiliki kepentingan dalam putusan pengadilan. Amicus curiae bertindak sebagai penasihat objektif yang diharapkan dapat membantu hakim dalam mencapai putusan yang adil dan berlandaskan hukum yang kuat.
Implikasi Amicus Curiae dalam Sistem Peradilan
Kehadiran amicus curiae dapat membawa beberapa implikasi penting bagi sistem peradilan, antara lain:
Meningkatkan Kualitas Putusan: Amicus curiae dapat membantu hakim dalam memahami kompleksitas perkara dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang, sehingga diharapkan dapat menghasilkan putusan yang lebih berkualitas dan adil.
Meningkatkan Transparansi: Keterlibatan amicus curiae dapat meningkatkan transparansi proses peradilan dengan membuka ruang bagi partisipasi publik yang lebih luas.
Memperkaya Khazanah Hukum: Amicus curiae dapat memperkaya khazanah hukum dengan menghadirkan informasi dan argumen baru yang mungkin belum dipertimbangkan oleh hakim.
Namun, perlu dicatat bahwa amicus curiae bukan tanpa potensi penyalahgunaan. Kekhawatiran utama adalah bahwa pihak-pihak tertentu dapat menggunakan mekanisme ini untuk memengaruhi hakim atau mencederai independensi peradilan.
Menjaga Keseimbangan dan Independensi Peradilan
Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa mekanisme amicus curiae digunakan secara bertanggung jawab dan etis. Pengadilan perlu memiliki panduan yang jelas dan tegas dalam mengatur pengajuan dan pertimbangan amicus curiae, serta memastikan bahwa tidak ada pihak yang mencoba mencampuri atau memengaruhi proses peradilan.
Selain itu, penting untuk meningkatkan literasi hukum masyarakat agar mereka dapat memahami peran amicus curiae dengan baik dan dapat berpartisipasi secara konstruktif dalam proses peradilan.
Penutup
Amicus curiae merupakan instrumen penting dalam sistem peradilan yang demokratis dan terbuka. Dengan penerapan yang bertanggung jawab dan etis, amicus curiae dapat membantu meningkatkan kualitas putusan, memperkaya khazanah hukum, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Dengan adanya kekhawatiran ini, penting bagi MK untuk mempertimbangkan semua masukan dari amicus curiae yang diajukan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil dapat mencerminkan keadilan dan kebenaran hukum yang berlaku. Kesimpulan dari MK akan sangat menentukan arah demokrasi dan kepercayaan publik terhadap sistem pemilu di Indonesia.
Namun, perlu diingat bahwa mekanisme ini harus digunakan dengan hati-hati dan seimbang untuk menjaga independensi dan imparsialitas peradilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H