Selama masa kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Sriwijaya (UNSRI) di Palembang, saya menetap di sebuah rumah tua yang cukup luas di Puncak Sekuning. Rumah itu merupakan milik seorang keturunan India yang telah lama bermukim di sana.
Ironisnya, meskipun saya sudah beberapa tahun tinggal di sana, saya tak pernah berkesempatan bertemu langsung dengan sang pemilik. Pembayaran sewa bulanan selalu saya lakukan melalui seorang tetangga yang dipercaya oleh pemilik rumah.
Tetangga tersebut merupakan pasangan suami istri yang ramah dan baik hati. Sang istri, seorang wanita asal Padang, Minangkabau, membawa kehangatan keramahan tradisionalnya dalam setiap interaksi. Sementara itu, suaminya adalah keturunan India yang bersemangat dalam usaha kuliner, menggeluti bisnis martabak Malabar yang terkenal.
Setiap hari, aroma harum martabak mereka merayapi udara sekitar, membangkitkan selera di antara para tetangga.
Rumah besar tersebut memiliki ciri khas sederhana, dengan empat kamar tidur, dua kamar mandi, dan sebuah dapur yang luas. Dapur itu menjadi tempat berkumpul dan bercengkrama bagi kami, para penyewa, saat kami bersiap untuk menikmati santapan malam.
Suasana yang hangat dan ramah di antara kami, membuat rumah itu terasa seperti rumah sendiri, meskipun sebenarnya kami adalah orang-orang asing yang bersatu oleh satu tujuan: menuntut ilmu di kota yang baru bagi kami.
Selain menjadi tempat tinggal, rumah itu juga menjadi markas bagi Mahasiswa Tuah Sakato, sebuah organisasi mahasiswa yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa asal Sumatera Barat. Pada tahun 1992, saya diberi kepercayaan untuk memimpin organisasi tersebut sebagai ketua. Tanggung jawab ini tak hanya menjadi sebuah kehormatan, tetapi juga sebuah tantangan yang besar.
Sebagai ketua Mahasiswa Tuah Sakato, saya berusaha membawa semangat baru dan memperkuat solidaritas antar mahasiswa Sumatera Barat di UNSRI. Kami sering mengadakan rapat-rapat di ruang tengah rumah, merencanakan berbagai kegiatan dan acara yang dapat mempererat tali persaudaraan di antara kami. Bersama-sama, kami berjuang untuk mewujudkan impian kami dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat sekitar.
Namun, peran sebagai ketua organisasi tidaklah mudah. Saya harus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan dalam menjalankan tugas ini. Tetapi dengan dukungan dan kerjasama dari teman-teman seperjuangan, kami berhasil mengatasi segala rintangan dan menjalankan program-program organisasi dengan sukses.
*****
Selama bulan Ramadan, penghuni kos kami seringkali memilih untuk tidak memasak di rumah. Kami lebih suka membeli makanan dari luar, meskipun terkadang harus berjalan kaki cukup jauh. Salah satu tempat favorit kami adalah Warung Uni Uda, sebuah warung Padang yang terletak di daerah Pekan Selasa. Lokasinya sekitar satu kilometer dari tempat tinggal kami, dan untuk mencapainya, kami harus melewati kawasan pekuburan Puncak Sekuning yang luas dan, terutama pada malam hari, terasa menyeramkan karena kurangnya penerangan.
Terkadang, saya memilih untuk berjalan di tengah-tengah kuburan yang memiliki jalur setapak, atau bahkan mengambil jalan pintas melalui pekuburan itu sendiri, yang tentunya memberikan kesan horor tersendiri. Ada juga restoran Padang lain yang terletak di jalur utama menuju kampus Sekip, yang bisa diakses dengan cara yang hampir sama jika melewati jalan pintas, namun jika melalui jalan raya, jaraknya hampir satu setengah kilometer.
Perjalanan ini, meskipun terkadang menegangkan, menjadi bagian dari kenangan kami selama masa kos. Kebersamaan dan kehangatan yang kami rasakan saat berbuka puasa bersama, setelah perjalanan mencari makanan yang lezat, selalu menjadi momen yang dinantikan setiap hari.
Namun, di balik keseruan itu, terdapat kisah-kisah menarik yang menjadi pembicaraan kami. Seperti ketika kami terlambat pulang karena terjebak hujan deras, atau ketika salah satu dari kami kehilangan arah di tengah kegelapan kuburan yang mencekam. Meskipun kadang-kadang menegangkan, pengalaman-pengalaman ini memperkuat ikatan antar kami sebagai teman kos.
Tidak hanya itu, perjalanan ke Warung Uni Uda atau restoran Padang lainnya juga menjadi waktu yang tepat untuk berbagi cerita dan kisah-kisah lucu dari sepanjang hari. Kami tertawa bersama di atas makanan yang lezat, merasakan kehangatan persahabatan di tengah bulan suci Ramadan.
Mungkin bagi sebagian orang, perjalanan kami mungkin terasa aneh atau bahkan menakutkan. Tetapi bagi kami, itu adalah bagian tak terpisahkan dari pengalaman hidup kami di masa kos. Kami belajar untuk menghargai setiap momen, baik yang penuh dengan ketegangan maupun kegembiraan, karena itulah yang membuat masa kos kami menjadi lebih berwarna dan berkesan.
*****
Kadang, dalam perjalanan menunaikan ibadah puasa, tantangan muncul dari arah yang tidak terduga. Saat langit masih gelap dan semangat masih terasa lesu di waktu sahur, rasa malas kadang datang tak terduga. Menghadapi keadaan seperti itu, terutama saat harus berjalan kaki dalam keadaan mengantuk menuju warung makan, lalu kembali ke kost dengan perut kenyang, bisa menjadi sebuah ujian tersendiri.
Dalam upaya mencari solusi praktis untuk mengatasi tantangan itu, pikiran saya melayang ke arah yang tak terduga: mie instan. Tidak, bukan mie instan biasa yang hanya direbus dengan air panas dan dimakan begitu saja. Saya terpikir untuk menambahkan telur ke dalamnya, disertai dengan segelas teh manis dan campuran susu bubuk. Saya berharap kombinasi sederhana ini tidak hanya mampu mengenyangkan perut, tetapi juga memberikan energi yang cukup untuk menjalani ibadah puasa dan aktivitas sehari-hari.
Namun, harapan saya tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang saya alami. Meskipun dalam dua hari pertama mie instan itu memberikan cukup energi dan kenyang, pada hari ketiga, tubuh saya memberikan peringatan keras. Saya merasa lemas, kepala terasa ringan, seolah-olah melayang di awan. Itu adalah titik balik ketika saya menyadari bahwa eksperimen pribadi dengan mie instan telah gagal.
Tidak sanggup lagi melanjutkan dengan menu yang sama untuk hari keempat, saya harus mengakui bahwa saya telah salah dalam mengevaluasi nilai nutrisi dan kesehatan dari makanan yang saya pilih. Pengalaman traumatis itu mengajarkan saya sebuah pelajaran penting tentang pentingnya nutrisi yang seimbang, terutama saat menjalankan ibadah puasa.
Dari saat itu, saya mulai memperhatikan lebih serius asupan makanan saya selama bulan suci Ramadan. Saya memilih untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat dan bernutrisi, seperti nasi dengan lauk sayuran dan protein, serta buah-buahan segar dan air putih sebagai minuman utama. Saya belajar bahwa menjaga keseimbangan nutrisi dalam tubuh sangat penting untuk menjalani puasa dengan lancar dan sehat.
Pengalaman saya dengan mie instan yang gagal itu, meskipun membuat saya merasa menyesal, juga menjadi tonggak penting dalam perjalanan spiritual dan kesehatan saya. Saya menyadari bahwa ibadah puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menjaga kesehatan tubuh dan memberikan yang terbaik bagi diri sendiri. Dengan penuh kesadaran dan kehati-hatian, saya yakin bahwa saya dapat menghadapi tantangan puasa dengan lebih baik di masa depan, dan menjalani ibadah dengan penuh semangat dan kesehatan yang prima.
*****
Mie instan mungkin menjadi pilihan praktis untuk menu sehari-hari, tetapi mengonsumsinya secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai risiko kesehatan yang serius. Inilah beberapa dampak negatif yang perlu Anda waspadai:
Sindrom Metabolik: Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi berlebihan mie instan dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik. Kondisi ini meliputi tekanan darah tinggi, glukosa darah tinggi, kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, dan kadar kolesterol abnormal. Sindrom metabolik ini merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung, stroke, dan diabetes.
Diabetes Tipe 2: Mie instan mengandung maida, tepung terigu olahan dengan kadar gula tinggi. Konsumsi berlebihan dapat meningkatkan kadar gula darah Anda dan meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Penyakit Liver: Bahan pengawet dan aditif dalam mie instan dapat memberikan beban ekstra pada hati Anda. Jika dikonsumsi secara berlebihan, zat-zat ini sulit diuraikan oleh tubuh dan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati.
Gangguan Pencernaan: Mie instan sulit dicerna oleh tubuh, yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti perut kembung, gas, dan konstipasi jika dikonsumsi terlalu sering.
Tekanan Darah Tinggi: Tingginya kandungan garam atau natrium dalam mie instan dapat meningkatkan tekanan darah Anda. Ini meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah dan penyakit kardiovaskular.
Penyakit Jantung: Kandungan MSG (Monosodium Glutamat) dan natrium yang tinggi dalam mie instan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan memicu berbagai gangguan pada jantung.
Gangguan Ginjal: Konsumsi mie instan secara berlebihan juga dapat menyebabkan gangguan pada ginjal karena kandungan sodium yang tinggi dalam mie instan.
Obesitas: Mie instan mengandung kalori kosong dan sedikit nutrisi. Jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup, ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan obesitas.
*****
Dari nostalgia manis tinggal di rumah kos, hingga tantangan menyusuri jalanan dalam kegelapan demi sahur dan berbuka puasa yang bermakna, serta petualangan tak terduga dengan mie instan yang menghadirkan kekecewaan. Melalui semua itu, kita dipertemukan dengan pelajaran berharga tentang pentingnya nutrisi yang seimbang dan bahaya konsumsi makanan cepat saji secara berlebihan.
Pengalaman-pengalaman ini bukan sekadar sekumpulan cerita, tetapi cerminan dari realitas kehidupan kita sebagai mahasiswa. Mereka mengajarkan kita akan pentingnya kesadaran akan kesehatan dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam memilih dan mengonsumsi makanan sehari-hari.
Kisah-kisah ini juga menjadi pengingat bagi kita bahwa kadang-kadang, hal-hal sederhana seperti nutrisi dan kesehatan dapat terabaikan di tengah-tengah kesibukan dan tekanan akademik. Namun, dengan kesadaran dan perhatian yang tepat, kita dapat menjaga keseimbangan antara gaya hidup yang sibuk dan kebutuhan tubuh yang penting.
Dalam menghadapi dunia yang terus berubah dan tuntutan yang semakin meningkat, penting bagi kita untuk selalu mengutamakan kesehatan dan keseimbangan dalam segala hal. Semoga cerita dan pembelajaran dari perjalanan kita ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu memperhatikan kesehatan dan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H