Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjalanan Ziarah Kubur yang Terganggu Abu Letusan Gunung Marapi dan Jalan yang Rusak antara Batusangkar dan Payakumbuh

9 Maret 2024   14:55 Diperbarui: 9 Maret 2024   20:36 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ziarah kubur merupakan salah satu tradisi yang paling khidmat dan penuh dengan refleksi diri. Walaupun tak selalu melakukannya, tahun ini kami (saya, isteri, anak perempuan dan mama mertua) melakukan ziarah tersebut di daerah Batusangkar dan Akabiluru.

Padang ke Padang Panjang

Pada tanggal 2 Maret 2024 Kami berangkat dari rumah, Cubadak Ampo, Anduring, Kuranji Padang jam 6 pagi dan terus menyinggahi mama di Siteba. Sampai di Siteba mama sudah menunggu di depan rumahnya dan langsung masuk ke mobil.

Dari Siteba kami mengambil jalan pintas melewati Meransi yang bisa langsung keluar di Bypass, di depan Kantor Walikota Padang.

Selanjutnya setelah masuk ke bypass, saya langsung tekan gas untuk mengambil kecepatan sekitar 80-100 km/jam. Kecepatan yang sangat mahal dan susah didapat kalau berada di jalur jalan raya Padang -- Bukittinggi.

Hal ini dikarenakan pada ruas jalan tersebut kecepatan 80 km/jam tidak lagi mudah diperoleh karena kepadatan jalan dan kondisi jalan ya g tidak begitu bagus.

*****

Tidak banyak halangan yang berarti di perjalanan walaupun ada di beberapa lokasi kendaraan agak melambat, terutama di lokasi pembuatan jalan layang untuk tol Padang-Sisincin di Lubuk Alung.

Sewaktu mau memotong kendaraan lain di daerah Kayutanam, kami mengalami kecelakaan kecil. Ketika saya mau memotong kendaraan di depan, ternyata kendaraan yang saya ikuti melambat sehingga saya tidak cukup waktu untuk memotong  kendaraan tersebut, sementara kendaraan lain dari arah berlawanan sudah dekat, syukurnya kecepatannya tidak tinggi.

Untuk mengindari kecelakaan saya memperlambat kendaraan saya dan menunggu kendaraan yang di sebelah kiri maju ke depan. Ternyata kendaraan tersebut malah mendekat dan terjadilah gesekan. Bunyi yang terdengar keras membuat istri saya berteriak histeris.

Setelah membiarkan kendaraan tersebut melaju dan menghindar ke kiri, saya juga membanting setir mengikutinya.

Saya perkirakan mobil tersebut akan berhenti, ternyata tidak.

Selanjutnya saya menenangkan diri dan menenangkan isteri saya. Saya bilang ke isteri sepertinya tidak ada kerusakan yang berarti walau suara gesekan cukup keras. Ntar di Padang Panjang kita cek.

*****

Setibanya di tempat parkir Katupek Pitalah, Padang Panjang, setelah kami periksa ternyata betul, hanya lecet sedikit pada bagian kap roda depan sebelah kiri dan kaca spion juga meninggalkan koresan dan sisa cat putih kendaraan box L300 tersebut.

Katupek Pitalah

Sampai di Padang Panjang jam 8:00 pagi dan langsung singgah di kedai Katupek Pitalah. Hal ini seperti sedah menjadi 'tradisi' buat saya jika berangkat setelah subuh dari Padang. Seakan sudah terpatri, ntar sarapan pagi di kedai Katupek Pitalah.

Kedai yang sekarang sudah menjadi dua ruko di lantai dasar terkesan sederhana dengan tempat parkir terbatas. Kadang kita harus parkir di pinggir jalan atau halaman ruko sebelahnya kalau lagi kosong.

*****

Banyak sopir pribadi dan keluarga yang singgah di sini. Tidak jarang berjumpa dengan kolega sesama dosen Unand atau sesama orang Batuhampar yang mau pulang kampung juga singgah di sini untuk sarapan.

*****

Setiap mampir ada dua menu yang saya pesan yaitu lontong Katupek (ketupat) Pitalah (nama kampung) dan satunya lagi adalah lupis, makanan berbentuk segitiga yang ditaburi kelapa segar yang terbuat dari beras ketan putih atau merah. Untuk memakannya kita bisa menambahkan Manisa dari gula merah.

Rasa kedua makanan tersebut sangat menyelerakan, enak dan menggoda lidah. Tak jarang saya temani dengan minuman Teh Talua, untuk menyegarkan tenaga. Sarapan khas Minang yang mantap.

Dokumen pribadi 
Dokumen pribadi 

Padang Panjang ke Batusangkar

Perjalanan spiritual ini seringkali tidak berjalan sesuai harapan. Kabut tebal akibat semburan gunung Merapi membuat langit berkabut dan berdebu sehingga mengganggu penglihatan.

Kabut tebal letusan Merapi bukan hanya mengurangi visibilitas tetapi juga menambah suasana mistis dalam perjalanan. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan tersendiri, memaksa pengendara untuk melambatkan laju kendaraan dan berhati-hati untuk menghindari kecelakaan.

Sementara itu, jalan yang rusak dengan lubang dan retakan di permukaannya menjadi simbol dari infrastruktur yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah setempat.

Dokumen pribadi 
Dokumen pribadi 

*****

Kondisi jalan yang rusak sebelum memasuki Kota Batusangkar juga telah menjadi penghalang tambahan yang tidak terduga bagi mereka yang ingin mengunjungi makam leluhur.

Situasi diperparah oleh truk besar yang menghalangi jalan di depan, tidak mau memberikan peluang mendahului karena keterbatasan ukuran badan jalan.

Truk ini hanya menepi kalau akan berpapasan dengan dengan kendaraan yang berlawanan arah. Selebihnya dia memakan habis tuh jalan. Beberapa kali saya klakson minta jalan tidak dia indahkan.

Ini mengakibatkan perjalanan menjadi lambat sekali sampai persimpangan masuk kota Batusangkar. Setelah melewati area ini, perjalanan kembali lancar menuju Pasia Laweh.

Dokumen pribadi: Pekuburan Amak dan Apak di Batuhampar 
Dokumen pribadi: Pekuburan Amak dan Apak di Batuhampar 

Pasia Laweh ke Batuhampar

Dari Pasir Laweh setelah melakukan ziarah kubur bersama istri ke kuburan almarhum ayahnya dan setelah makan siang di tempat uda istri yang bergelar Datuk Sinaro, kami melanjutkan perjalanan melalui jalan raya Payakumbuh Batusangkar.

Dari Pasia Laweh kami sampai di simpang empat Kumango, lalu kami belok kiri. Pemandangan indah kiri kanan seharusnya menjadi luar biasa tapi sayang permukaan jalan yang terkelupas aspalnya dan lubang yang berada di badan jalan membuat perhatian penuh ke jalan raya. Rasa ingin menikmati alam langsung hilang

Saya pikir ini hanya ruas tertentu dan pendek ternyata perkiraan saya salah. Sepanjang jalan sampai ke Simpang Piladang yang biasa ditempuh dengan waktu kurang dari 15 menit sekarang hampir 1 jam.

Aspal yang terkelupas di sepanjang jalan cukup banyak begitu juga lobang-lobang yang berada di bagian jalan serta ada longsor kecil di beberapa ruas di kiri kanan. Semua kendaraan ingin bergerak cepat tapi tidak bisa.

Dari jauh saya melihat kendaraan berjalan zigzag dan pelan menghindari lubang-lubang jalan yang ada, sungguh keadaan yang antagonis dengan lingkungan alam kiri kanan yang begitu indah.

Begitulah kalau hujan terlalu lama dan lebat sementara pemerintah tidak siap mengantisipasinya beginilah jadinya.

Kerusakan jalan ini tidak hanya mengganggu perjalanan ziarah yang seharusnya tenang dan khidmat, tetapi juga menimbulkan risiko bagi keselamatan para pengunjung.

Lubang dan retakan yang tersebar di sepanjang jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir atau terjebak, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan kemacetan dan bahkan kecelakaan.

Pasia Laweh ke Batuhampar lebih kurang normalnya 30 menit saja, namun sekarang lebih dar 1,5 jam, begitulah faktanya kini.

Di tengah kondisi yang tidak ideal ini, masyarakat Minangkabau tetap berusaha untuk menjaga tradisi ziarah kubur.

Mereka berbagi informasi tentang kondisi jalan, membantu sesama pengendara yang mengalami kesulitan, dan terus mendorong pemerintah untuk segera melakukan perbaikan. Ini adalah cerminan dari ketangguhan dan solidaritas yang menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau.

Kembali ke Padang

Meskipun kemacetan di beberapa titik seperti Baso, Koto Baru, Padang Panjang, Sicincin, dan Lubuk Alung menambah waktu perjalanan, sepertinya Anda berhasil menemukan cara untuk menikmati perjalanan tersebut, termasuk mampir di sate Mak Syukur yang terkenal.

Kunjungan ke kuburan orang tua di pandan pekuburan Bako, meskipun kondisinya kurang terawat, merupakan bagian dari menghormati dan mengenang leluhur.

Saya berencana untuk kembali dan membersihkan area tersebut menunjukkan komitmen terhadap pemeliharaan tradisi dan penghormatan kepada keluarga. Ini adalah contoh nyata dari cara tradisi dan kebiasaan lokal dipertahankan dari generasi ke generasi, memperkuat ikatan keluarga dan komunitas.

Memang, perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu 3 jam menjadi 5 jam bisa terasa sangat melelahkan, terutama setelah menjadi 'sopir' selama 9 jam. Namun, kami tetap memiliki kegembiraan dan semangat yang baik dan bisa tertawa bersama di akhir hari.

Perjalanan ziarah kubur di tengah kabut tebal dan jalan yang rusak ini menjadi pengingat akan pentingnya pemeliharaan tradisi dan nilai-nilai budaya, sekaligus kebutuhan mendesak akan infrastruktur yang lebih baik. Semoga di masa depan, perjalanan ziarah kubur dapat kembali menjadi perjalanan yang khidmat dan lancar, tanpa gangguan dari kabut atau kerusakan jalan.

Sebelum jam 10 malam kami sampai kembali di rumah dan bersiap untuk sholat Maghrib dan Isya. Perjalan ziarah kubur tahun ini sebelum Ramadhan telah menjadi sejarah keluarga, yang kelak akan dikenang sebagai memori indah.

Semoga istirahat yang baik dan kenangan indah dari perjalanan tersebut dapat mengimbangi kelelahan yang kami rasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun