Pengantar
Dalam era globalisasi, mobilitas akademik menjadi semakin penting. Dosen Indonesia yang memilih untuk mengajar di luar negeri sering kali menemukan peluang baru untuk pertumbuhan profesional dan pribadi. Namun, mobilitas ini juga membawa hambatan yang harus diatasi. Artikel ini akan mengeksplorasi kedua aspek tersebut, dengan memberikan ulasan yang mendalam menggunakan data dan informasi yang tersedia.
Migrasi Akademik
Migrasi akademik adalah fenomena yang terjadi ketika para akademisi meninggalkan negara asal mereka untuk bekerja di negara lain, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Migrasi akademik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya di negara asal dan tujuan, serta motivasi pribadi, profesional, dan akademik dari para migran1.
Salah satu negara tujuan yang populer bagi para dosen Indonesia adalah Malaysia. Menurut data KBRI Kuala Lumpur, pada tahun 2011 terdapat sekitar 4.000 dosen Indonesia yang mengajar di berbagai perguruan tinggi di Malaysia, baik sebagai tenaga kontrak maupun peneliti234. Jumlah ini menunjukkan bahwa ada permintaan yang tinggi akan tenaga pengajar dan peneliti dari Indonesia di Malaysia, yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
- Kedekatan geografis, budaya, dan bahasa antara Indonesia dan Malaysia, yang memudahkan adaptasi dan komunikasi bagi para dosen Indonesia.
- Kualitas pendidikan tinggi di Malaysia yang cukup baik dan diakui secara internasional, yang menarik minat para dosen Indonesia untuk meningkatkan kompetensi dan kredibilitas mereka.
- Kesempatan untuk berkolaborasi dengan para akademisi dan peneliti dari berbagai negara dan bidang ilmu, yang dapat memperluas jaringan dan wawasan para dosen Indonesia.
- Fasilitas dan dukungan yang diberikan oleh pemerintah dan institusi Malaysia kepada para dosen asing, seperti visa kerja, perumahan, asuransi, dan beasiswa.
- Namun, migrasi akademik juga menimbulkan beberapa tantangan bagi para dosen Indonesia, seperti:
- Persaingan yang ketat dengan para dosen lokal dan asing lainnya, yang membutuhkan kualifikasi, prestasi, dan publikasi yang tinggi dari para dosen Indonesia.
- Perbedaan sistem akademik, kurikulum, dan standar penilaian antara Indonesia dan Malaysia, yang memerlukan penyesuaian dan pembelajaran dari para dosen Indonesia.
- Masalah sosial, seperti diskriminasi, stereotip, dan konflik antara kelompok etnis, agama, dan budaya, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kepuasan kerja para dosen Indonesia.
- Dilema antara loyalitas terhadap negara asal dan tujuan, yang dapat menimbulkan rasa bersalah, konflik batin, dan identitas ganda bagi para dosen Indonesia.
Perbedaan Sistem Penggajian
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan para dosen Indonesia untuk berkarir di luar negeri adalah perbedaan sistem penggajian antara Indonesia dan negara tujuan. Sistem penggajian adalah cara yang digunakan oleh suatu negara atau institusi untuk menentukan besaran dan komponen gaji yang diterima oleh para dosen. Sistem penggajian dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, seperti tingkat pendidikan, jabatan, kinerja, pengalaman, dan bidang ilmu.
Untuk membandingkan sistem penggajian antara dosen di Indonesia dan Malaysia, kita dapat menggunakan data dari beberapa sumber, seperti laporan OECD, World Bank, dan situs web resmi perguruan tinggi di kedua negara. Berikut adalah beberapa temuan yang dapat disimpulkan dari data tersebut:
Gaji pokok dosen di Malaysia lebih tinggi daripada di Indonesia, baik untuk jenjang S1, S2, maupun S3. Misalnya, menurut data OECD tahun 2019, gaji pokok dosen S1 di Malaysia adalah sekitar USD 28.000 per tahun, sedangkan di Indonesia hanya sekitar USD 8.000 per tahun.
Gaji dosen di Malaysia lebih bervariasi tergantung pada institusi, bidang ilmu, dan kualifikasi. Misalnya, menurut data World Bank tahun 2018, gaji dosen S3 di Malaysia berkisar antara USD 18.000 hingga USD 60.000 per tahun, sedangkan di Indonesia berkisar antara USD 6.000 hingga USD 12.000 per tahun.
Gaji dosen di Malaysia lebih banyak terdiri dari komponen variabel, seperti tunjangan, insentif, dan bonus, yang tergantung pada kinerja, publikasi, dan proyek penelitian. Misalnya, menurut data Universiti Malaya tahun 2020, gaji dosen S3 di sana terdiri dari gaji pokok sekitar USD 24.000 per tahun, ditambah dengan tunjangan sekitar USD 6.000 per tahun, insentif sekitar USD 3.000 per tahun, dan bonus sekitar USD 2.000 per tahun.
Gaji dosen di Indonesia lebih banyak terdiri dari komponen tetap, seperti gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan, yang tergantung pada golongan, pangkat, dan masa kerja. Misalnya, menurut data Universitas Indonesia tahun 2020, gaji dosen S3 di sana terdiri dari gaji pokok sekitar USD 7.000 per tahun, ditambah dengan tunjangan keluarga sekitar USD 1.000 per tahun, dan tunjangan jabatan sekitar USD 1.000 per tahun.
Dari perbandingan di atas, dapat dikatakan bahwa sistem penggajian di Malaysia lebih menguntungkan bagi para dosen yang memiliki kualifikasi, prestasi, dan publikasi yang tinggi, serta berkecimpung di bidang ilmu yang diminati oleh pasar. Sementara itu, sistem penggajian di Indonesia lebih menguntungkan bagi para dosen yang memiliki masa kerja yang panjang, serta berada di golongan dan pangkat yang tinggi.
Kontribusi Intelektual
Kontribusi intelektual adalah sumbangan yang diberikan oleh para akademisi kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Kontribusi intelektual dapat diukur dengan berbagai indikator, seperti jumlah dan kualitas publikasi, sitasi, paten, hibah, penghargaan, dan dampak sosial.
Kontribusi intelektual yang diberikan oleh dosen Indonesia yang mengajar di Malaysia juga patut diapresiasi. Mereka tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga aktif dalam penelitian dan publikasi ilmiah. Banyak dosen Indonesia yang berhasil mempublikasikan karya ilmiah mereka di jurnal-jurnal internasional terkemuka dan berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Malaysia.
Begitu juga kontribusi Indonesia di negara lain seperti Singapura, Amerika Serikat, Canada, Jepang dan Eropa. Prestasi mereka sangat membanggakan. Bahkan ada yang digelari dosen tiga benua karena mengajar dan menjadi peneliti di Singapura, Jerman dan Amerika Serikat dalam tahun yang sama terkait fisika kuantum.
Pengalaman Kembali ke Indonesia
Pengalaman kembali ke Indonesia setelah mengajar di luar negeri adalah hal yang tidak mudah bagi para dosen Indonesia. Mereka harus menghadapi berbagai perubahan dan tantangan, baik di bidang akademik maupun non-akademik, yang dapat mempengaruhi karir dan kehidupan mereka. Beberapa hal yang harus dihadapi oleh para dosen Indonesia yang kembali ke Indonesia adalah sebagai berikut:
Reintegrasi ke sistem pendidikan tinggi Indonesia, yang mungkin berbeda dengan sistem pendidikan tinggi Malaysia, baik dari segi kurikulum, standar, fasilitas, maupun budaya. Para dosen Indonesia harus menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan di Indonesia.
Rekognisi terhadap kualifikasi, prestasi, dan publikasi yang telah diraih di Malaysia, yang mungkin tidak diakui atau dihargai oleh pihak-pihak terkait di Indonesia, seperti pemerintah, institusi, kolega, atau masyarakat. Para dosen Indonesia harus berusaha untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang sesuai dengan kontribusi intelektual mereka, serta mempertahankan kualitas dan produktivitas mereka di bidang akademik.
Penutup
Kontribusi terhadap pembangunan Indonesia, yang mungkin tidak sejalan dengan harapan atau kepentingan dari pihak-pihak terkait di Indonesia, seperti pemerintah, institusi, kolega, atau masyarakat. Para dosen Indonesia harus berusaha untuk memberikan manfaat dan dampak positif dari pengetahuan dan pengalaman mereka di Malaysia dan negaran lain, serta terus berkolaborasi dengan para akademisi dan peneliti lainnya di Indonesia untuk mengatasi berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa.
Dengan memahami pengalaman dan tantangan yang dihadapi oleh para dosen Indonesia yang kembali ke Indonesia, kita dapat memperoleh wawasan tentang bagaimana sistem pendidikan tinggi Indonesia dapat lebih mendukung dan menghargai para akademisi, serta mempersiapkan mereka untuk sukses di panggung internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H