Pembangunan SUTT dapat mengganggu aliran air di suatu wilayah, terutama di daerah aliran sungai (DAS). Hal ini dapat menyebabkan banjir dan kekeringan di daerah hulu DAS.
Saya juga mengkaji energi listrik yang nota bene bersumber dari alam seperti PLTA. PLTM dan PLTMH yang sumber utama penggeraknya adalah air. Jika hutan daerah tangkapan air tidak terjaga maka, volume air akan menurun drastis dan menyebabkan volume air bisa tidak mencukupi untuk memutar turbin.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang banyak diandalkan di Indonesia. Potensi PLTA di Indonesia sangat besar, mencapai 75 GW, dengan 45 GW di antaranya memiliki potensi ekonomi. Namun, keberadaan PLTA sangat bergantung pada kondisi hutan di daerah tangkapan air (DTA). Kerusakan hutan di DTA dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap kinerja PLTA, di antaranya:
1. Penurunan Volume Air
Hutan memiliki peran penting dalam mengatur tata air. Akar pohon dan vegetasi hutan membantu menyerap air hujan dan memperlambat aliran air, sehingga air tertahan di dalam tanah dan dialirkan secara perlahan ke sungai. Kerusakan hutan, seperti penebangan liar dan alih fungsi hutan, dapat menyebabkan hilangnya vegetasi dan berkurangnya daya serap tanah. Hal ini mengakibatkan air hujan mengalir lebih cepat ke sungai dan menyebabkan erosi tanah.
Akibatnya, volume air di sungai akan menurun drastis, terutama pada musim kemarau. Hal ini dapat menyebabkan PLTA tidak memiliki cukup air untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik. Contohnya, PLTA Maninjau di Sumatra Barat pernah melakukan pengurangan operasi pembangkit pada tahun 2023 karena volume air waduk menurun drastis akibat musim kemarau panjang.
2. Pendangkalan Waduk
Sedimentasi atau pendangkalan waduk merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi PLTA. Erosi tanah di DTA akibat kerusakan hutan menyebabkan lumpur dan pasir terbawa ke sungai dan akhirnya mengendap di waduk. Pendangkalan waduk dapat mengurangi volume tampungan air dan mengganggu operasi PLTA.
PLTA Koto Panjang di Sumatra Barat juga mengalami masalah pendangkalan waduk. Pada tahun 2022, waduk PLTA Koto Panjang telah kehilangan sekitar 20% dari kapasitasnya akibat sedimentasi. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas pembangkit listrik PLTA Koto Panjang.
3. Pencemaran Air