Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengajaran MK Kewirausahaan, Mungkinkah Indonesia Menjadi Negara Maju atau Terjebak sebagai Negara Berpenghasilan Menengah?

13 Februari 2024   20:20 Diperbarui: 13 Februari 2024   21:07 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Kewirausahaan adalah salah satu faktor penting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan kesejahteraan suatu negara. Selain itu, kewirausahaan juga menjadi fondasi yang kuat dalam mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan sosial yang terus menghantui banyak negara di dunia. Oleh karena itu, pentingnya pengembangan dan penanaman nilai-nilai kewirausahaan sejak dini, terutama di lingkungan pendidikan tinggi, tidak dapat diragukan lagi.

Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi merupakan proses pembelajaran yang bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku kewirausahaan yang dibutuhkan. Dengan demikian, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan yang mampu mengidentifikasi, menciptakan, dan memanfaatkan peluang bisnis yang ada di sekitar mereka. Selain itu, pendidikan kewirausahaan juga bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan menghadapi tantangan dan risiko yang mungkin dihadapi dalam menjalankan bisnis.

Pendidikan kewirausahaan diharapkan dapat menginspirasi dan mengembangkan minat serta semangat kewirausahaan di kalangan mahasiswa. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya akan melihat diri mereka sebagai pencari kerja, tetapi juga sebagai pencipta lapangan kerja baru yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan.

Namun, bagaimana pengajaran kewirausahaan di berbagai perguruan tinggi di negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan lainnya? Apakah pendekatan yang mereka gunakan efektif dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa? Selain itu, peran Indonesia dalam meningkatkan rasio wirausaha dengan jumlah penduduknya juga menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas. Apakah langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah dan lembaga terkait sudah cukup untuk mendorong pertumbuhan kewirausahaan di Indonesia? Ataukah masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk memaksimalkan potensi kewirausahaan di tanah air?

Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengkaji beberapa data dan literatur yang relevan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang posisi Indonesia dalam peta kewirausahaan global serta upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan potensi tersebut demi mewujudkan visi Indonesia sebagai negara maju yang berdaya saing.

MK Kewirausahaan di Beberapa Negara ASEAN

Beberapa data dan literatur telah menyajikan informasi tentang pengajaran kewirausahaan di berbagai perguruan tinggi di negara-negara ASEAN, serta rasio wirausaha dengan jumlah penduduknya. Berikut ini adalah beberapa informasi yang dapat dijadikan acuan:

Menurut data Global Entrepreneurship Monitor (GEM) tahun 2019, jumlah wirausahawan di Indonesia sebesar 3,76% dari total populasi usia 18-64 tahun, atau sekitar 7,8 juta orang. Angka ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan Malaysia (5,2%), Singapura (7,2%), dan Thailand (14,4%). Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah wirausahawan di Indonesia adalah kurangnya pendidikan kewirausahaan, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.

Berdasarkan data dari BPS, pada Agustus 2023 terdapat sekitar 52 juta wirausaha pemula di Indonesia. Jumlah ini terdiri dari 32,2 juta orang yang berusaha sendiri, serta 19,8 juta orang yang berusaha dengan bantuan buruh tak tetap/buruh tak dibayar. Sementara itu, jumlah wirausaha mapan mencapai sekitar 4,5 juta orang, yang merupakan individu yang berusaha dengan bantuan buruh tetap/buruh dibayar. Dengan demikian, pada Agustus 2023, rasio wirausaha pemula mencapai 35,21%, sedangkan rasio wirausaha mapan sebesar 3,04% dari total angkatan kerja nasional.

Menurut artikel yang ditulis oleh Susilaningsih (2012), pendidikan kewirausahaan di Malaysia telah berkembang sejak tahun 1980-an, dengan adanya program-program kewirausahaan di berbagai tingkat pendidikan, termasuk pendidikan tinggi.

Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi di Malaysia disajikan dalam berbagai bentuk, seperti kursus, program diploma, program sarjana, program pascasarjana, dan program doktoral. Beberapa perguruan tinggi yang menawarkan pendidikan kewirausahaan di Malaysia antara lain Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Universiti Malaya (UM), Universiti Putra Malaysia (UPM), Universiti Sains Malaysia (USM), Universiti Teknologi Malaysia (UTM), dan beberapa lainnya.

Menurut artikel yang ditulis oleh Poh Kam Wong dan Yuen Ping Ho (2007), pendidikan kewirausahaan di Singapura telah berkembang sejak tahun 1990-an, dengan adanya inisiatif-inisiatif pemerintah dan swasta untuk meningkatkan kesadaran dan minat kewirausahaan di kalangan masyarakat, termasuk mahasiswa. Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi di Singapura tersedia dalam bentuk kursus, program diploma, program sarjana, program pascasarjana, dan program doktoral. Beberapa perguruan tinggi yang menawarkan pendidikan kewirausahaan di Singapura adalah National University of Singapore (NUS), Nanyang Technological University (NTU), Singapore Management University (SMU), Singapore Institute of Management (SIM), dan beberapa lainnya.

Menurut artikel yang ditulis oleh Chaiyuth Punyasavatsut (2006), pendidikan kewirausahaan di Thailand telah berkembang sejak tahun 1990-an, dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan kewirausahaan di berbagai sektor ekonomi, termasuk pendidikan.

Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi di Thailand ditawarkan dalam bentuk kursus, program diploma, program sarjana, program pascasarjana, dan program doktoral. Beberapa perguruan tinggi yang menawarkan pendidikan kewirausahaan di Thailand adalah Chulalongkorn University, Thammasat University, Kasetsart University, Mahidol University, King Mongkut's University of Technology Thonburi, dan beberapa lainnya.

Analisis dan Diskusi

Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, yaitu sekitar 270 juta jiwa, yang merupakan pasar potensial bagi para wirausahawan. Namun, jumlah wirausahawan di Indonesia masih sangat rendah, yaitu sekitar 7,8 juta orang, atau 3,76% dari total populasi usia 18-64 tahun. Jumlah ini masih kalah jauh dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, yang memiliki rasio wirausaha di atas 5%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan jumlah dan kualitas wirausahawannya, serta memanfaatkan potensi pasar yang ada.

Indonesia terlambat mengintegrasikan pendidikan kewriausahaan ke dalam kurikulumnya dibandingkan dengan negara ASEAN lainya. Tiga negara seperti Malaysia, Singapura dan Thailand telah lebih dahulu melakukannya bahkan ada yang telah memulai sejakan tahun 80-an. Indonesia tertinggal lebih dari 10 tahun dibandingkan tiga Negra tersebut. Pengenalan kewirausahaan tidak hanya di level Pendidikan tinggi saja tetapi dilakukan sejak dini. Barangkali ini yang membuat tiga negara tersebut memiliki persentase pengusaha yang lebih tinggi.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak, gas, batubara, emas, tembaga, nikel, timah, karet, kelapa sawit, kakao, kopi, dan lain-lain, yang merupakan modal dasar bagi pengembangan usaha. Namun, Indonesia masih mengandalkan ekspor komoditas mentah, yang rentan terhadap fluktuasi harga dan permintaan global, serta memiliki nilai tambah yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan diversifikasi dan inovasi produk, serta mengembangkan industri hilir yang berbasis teknologi dan pengetahuan, yang dapat memberikan nilai tambah yang tinggi dan berdaya saing global.

Indonesia, dengan keberagaman budaya yang melimpah, mencerminkan kreativitas dan keunikan yang menjadi ciri khas bangsa ini. Dari Sabang hingga Merauke, dari Aceh hingga Papua, Indonesia menyajikan kekayaan budaya yang begitu beragam dan menarik. Kesenian tradisional, seni rupa kontemporer, sastra, musik, tarian, dan berbagai ekspresi kreatif lainnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Namun, meskipun Indonesia kaya akan warisan budaya, masih ada tantangan besar yang perlu diatasi dalam mengembangkan industri kreatif. Industri kreatif merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Namun, sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan optimal di Indonesia.

Kendala yang dihadapi antara lain adalah kurangnya infrastruktur yang mendukung, kurangnya akses terhadap pendanaan, kurangnya pengetahuan tentang manajemen bisnis di kalangan pelaku industri kreatif, serta kurangnya dukungan dari pemerintah dan sektor swasta. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang komprehensif dan terintegrasi.

Pertama-tama, perlu adanya peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia di bidang industri kreatif. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan yang lebih terarah dan berkualitas. Pendidikan formal maupun non-formal yang fokus pada pengembangan keterampilan kreatif, manajemen bisnis, pemasaran, dan teknologi informasi akan sangat membantu para pelaku industri kreatif untuk bersaing secara global.

Selain itu, perlu juga diberikan dukungan dan insentif bagi para wirausahawan kreatif. Dukungan ini dapat berupa bantuan pendanaan, pembinaan bisnis, akses pasar, dan perlindungan hukum. Pemerintah dapat memainkan peran yang penting dalam memberikan insentif, baik dalam bentuk kebijakan fiskal maupun non-fiskal yang mendukung pertumbuhan industri kreatif.

Di samping itu, penting juga untuk meningkatkan akses terhadap pasar baik di dalam negeri maupun internasional. Diperlukan langkah-langkah konkret untuk memperluas jangkauan pasar, memperkenalkan produk-produk kreatif Indonesia ke pasar global, dan membangun jejaring dan kolaborasi dengan pelaku industri kreatif dari negara lain.

Indonesia juga perlu terus memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, dan akuntabel. Penegakan hukum yang tegas terhadap korupsi dan birokrasi yang berbelit akan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi dan pertumbuhan bisnis, termasuk industri kreatif. Selain itu, perlu juga diperkuat kerukunan dan persatuan bangsa untuk mengatasi berbagai tantangan seperti intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan nasional.

Dari segi strategi pengembangan ekonomi, Indonesia perlu memperkuat sektor-sektor yang berbasis teknologi, pengetahuan, dan kreativitas. Investasi dalam riset dan pengembangan, inovasi teknologi, dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi akan menjadi kunci dalam meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global yang semakin kompetitif.

Namun demikian, Indonesia juga dihadapkan pada risiko terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah jika tidak mampu mengatasi berbagai hambatan dan tantangan yang ada. Persaingan global yang semakin ketat menuntut Indonesia untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang serius dan berkelanjutan dari semua pihak, termasuk pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat, untuk mendorong dan mendukung pengembangan industri kreatif di Indonesia.

Dengan potensi yang besar dan kerja keras yang terus-menerus, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi negara maju di masa depan. Namun, hal ini hanya akan tercapai jika semua pihak bersatu padu dan berkomitmen untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan industri kreatif dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan.

Penutup

Pengajaran kewirausahaan di berbagai perguruan tinggi di negara-negara ASEAN menunjukkan variasi yang signifikan. Variasi tersebut dipengaruhi oleh visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, model, dan sumber daya yang tersedia di masing-masing institusi pendidikan. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada pendekatan tunggal yang paling optimal dalam mengajarkan kewirausahaan di tingkat pendidikan tinggi; sebaliknya, metode pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks lokal.

Indonesia, dalam konteks ini, terlihat tertinggal dalam meningkatkan rasio wirausaha dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Untuk mewujudkan potensi sebagai negara maju, Indonesia harus fokus pada peningkatan jumlah wirausaha seiring dengan pertumbuhan populasi, serta menggali dan mengembangkan sektor-sektor berbasis teknologi, pengetahuan, dan kreativitas. Namun, ada risiko bagi Indonesia untuk terjebak dalam perangkap negara berpenghasilan menengah jika tidak mengatasi hambatan dan tantangan yang dihadapi serta tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain yang lebih maju dan inovatif.

Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dan berkelanjutan dari semua pihak, termasuk pemerintah, perguruan tinggi, pelaku usaha, dan masyarakat secara keseluruhan, untuk mendorong dan mendukung pengembangan kewirausahaan di Indonesia. Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi mereka yang tertarik untuk mengeksplorasi dunia kewirausahaan dalam konteks pendidikan tinggi di negara-negara ASEAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun