Pernyataan sikap para guru besar ini menyebabkan efek domino di kalangan akademisi di Indonesia. Tekanan politik dan sosial yang dirasakan oleh masyarakat di era Jokowi, termasuk tekanan terhadap para akademisi yang dipandang berseberangan dengan pemerintah, memicu reaksi dari berbagai universitas lainnya. Ada kemungkinan bahwa para guru besar dari universitas lain akan mengikuti jejak para guru besar dari 4 universitas ini dan menyampaikan sikap mereka terhadap Jokowi. Hal ini dapat menunjukkan adanya keresahan dan ketidakpuasan yang meluas di kalangan akademisi terhadap sikap dan kebijakan Jokowi.
Para guru besar telah memainkan peran penting dalam sejarah pergerakan politik dan sosial di Indonesia, terutama pada masa-masa kritis, seperti perjuangan kemerdekaan, reformasi, dan demokratisasi. Sikap mereka yang turun gunung menunjukkan bahwa situasi politik dan sosial saat ini dianggap serius dan membutuhkan respons yang tegas dari kalangan akademisi.
Respon beberapa pihak
Dukungan dan penolakan terhadap sikap para guru besar mencerminkan perpecahan dalam masyarakat terkait arah politik dan pembangunan negara. Namun, hal ini juga menunjukkan bahwa demokrasi masih hidup di Indonesia, di mana berbagai pandangan dan opini dapat diungkapkan secara terbuka dan bebas.
Pernyataan sikap para guru besar ini akan mempengaruhi dinamika politik dan sosial di Indonesia dalam waktu yang akan datang. Mereka telah memberikan contoh kepemimpinan moral yang kuat dan menegaskan pentingnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan kedaulatan nasional.
Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang peduli terhadap nasib bangsa, para guru besar telah menyuarakan kebenaran dan keadilan untuk kepentingan rakyat. Dukungan yang mereka terima dari berbagai elemen masyarakat menunjukkan bahwa kekhawatiran mereka tidaklah sia-sia, dan bahwa ada harapan untuk perubahan menuju masyarakat yang lebih adil dan demokratis.
Memori Peristiwa 1998
Kemungkinan terjadinya peristiwa serupa dengan yang terjadi pada tahun 1998 jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus menerus menunjukkan sikap cawe-cawe dalam Pilpres 2024 merupakan suatu isu yang menarik untuk dibahas. Namun, untuk menjawab pertanyaan ini dengan pasti, diperlukan analisis yang mendalam mengenai berbagai faktor dan variabel yang dapat mempengaruhi situasi politik dan sosial di Indonesia. Mari kita telaah beberapa analisis dan opini berdasarkan berbagai sumber informasi.
Pertama, mari kita definisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan peristiwa 1998 dan sikap cawe-cawe Jokowi. Peristiwa 1998 merujuk pada serangkaian peristiwa yang terjadi pada tahun tersebut, meliputi krisis ekonomi, kerusuhan sosial, kekerasan seksual, pembantaian, pembakaran, penjarahan, demonstrasi mahasiswa, dan reformasi politik. Peristiwa ini berakhir dengan lengsernya Presiden Soeharto, yang telah memerintah selama 32 tahun, dan dimulainya era Reformasi yang membawa perubahan besar dalam sistem politik, hukum, dan sosial di Indonesia.
Sementara itu, sikap cawe-cawe Jokowi menggambarkan perilaku Jokowi yang dianggap campur tangan atau memihak dalam proses pemilihan presiden 2024. Jokowi sendiri telah mengakui bahwa ia akan terlibat secara aktif dalam urusan politik, termasuk dalam kampanye Pilpres 2024, dengan alasan demi kepentingan bangsa dan negara. Namun, sikap ini telah mendapat kritik dan protes dari berbagai pihak, terutama dari kalangan akademisi, yang melihatnya sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi, konstitusi, dan nasionalisme.
Kedua, mari kita bandingkan situasi politik dan sosial di Indonesia saat ini dengan situasi pada tahun 1998. Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat dari kedua situasi tersebut.
Beberapa persamaan antara lain terjadi ketidakpuasan dan keresahan masyarakat terhadap pemerintahan yang dianggap tidak adil, tidak transparan, dan tidak demokratis. Berikutnya adalah daya beli masyarakat menurun dan berdampak negatif pada kesehatan dan pendidikan. Munculnya gerakan mahasiswa yang aktif dan kritis dalam menyuarakan aspirasi dan tuntutan rakyat, serta mengawal proses demokrasi dan pemilu dan terakhir potensi konflik sosial dan kekerasan yang dipicu oleh isu-isu sensitif, seperti politik dinasti, rasisme, agama, dan hak asasi manusia.
Namun, terdapat juga perbedaan antara kedua periode tersebut seperti sistem politik dan hukum antara era Orde Baru dan era Reformasi memberikan ruang lebih besar bagi partisipasi politik, kebebasan berpendapat, dan perlindungan hak asasi manusia. Karakter  dan latar belakang antara Soeharto dan Jokowi sebagai presiden mempengaruhi gaya kepemimpinan, kebijakan, dan hubungan dengan berbagai elemen masyarakat. Berikutnya perbedaan kondisi global dan regional mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi di Indonesia, seperti perkembangan teknologi, media sosial, geopolitik, dan kerjasama internasional.