Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Orang Minang Memilih Capres 2024, Anies vs Prabowo

2 Februari 2024   11:37 Diperbarui: 2 Februari 2024   15:17 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2022/05/10/prabowo-subianto-vs-anies-baswedan-dok-detikcom_169.jpeg?w=700&q=90

Tradisi dan Tantangan

Masyarakat Minang memiliki cara unik dalam menentukan pemimpin, yang terwujud melalui tiga kriteria utama: tokoh, takah, dan tageh. Tiap-tiap kriteria ini memiliki peran penting dalam menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin. Mari kita telaah lebih lanjut mengenai masing-masing kriteria:

Tokoh: Tokoh merujuk pada figur yang memiliki pengaruh dan dihormati dalam masyarakat. Mereka biasanya berasal dari garis keturunan bangsawan atau ulama yang terhormat. Selain itu, mereka juga harus memahami secara mendalam tentang adat dan budaya Minangkabau serta memiliki kemampuan berbicara yang baik untuk menyatukan masyarakat.

Takah: Takah mencerminkan kemampuan kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin yang layak haruslah kompeten dan memiliki pengalaman dalam bidang pemerintahan atau bidang lain yang relevan. Mereka juga harus mampu membuat keputusan yang tepat dan adil, serta memiliki visi dan misi yang jelas untuk kemajuan masyarakat.

Tageh: Tageh mengacu pada kekuatan dan keteguhan pendirian. Seorang pemimpin yang dipilih harus memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau golongan, dan berani memperjuangkan kebenaran serta keadilan.

Selain dari ketiga kriteria utama tersebut, masyarakat Minang juga mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kharisma dan kepribadian, kemampuan berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan masyarakat, riwayat hidup dan rekam jejak, serta keterampilan dan pengetahuan.

Proses Pemilihan

Proses pemilihan pemimpin di Minangkabau umumnya dilakukan melalui musyawarah mufakat, di mana para pemuka adat dan tokoh masyarakat berkumpul untuk berdiskusi dan mencari kesepakatan bersama. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili aspirasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

Contoh penerapan kriteria tersebut terlihat jelas dalam pemilihan pemimpin di Minangkabau. Seorang calon pemimpin yang memiliki garis keturunan dari ulama terkemuka di daerah akan lebih dihormati dan dipercaya oleh masyarakat. Demikian juga, seorang calon pemimpin yang telah membuktikan diri dalam memimpin organisasi masyarakat atau berani melawan ketidakadilan dan korupsi akan mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat.

Tidak Terikat Dengan Sosok

Meskipun memiliki tradisi yang kokoh dalam menentukan pemimpin, budaya orang Minang juga dikenal dengan kritiknya yang tajam dan sikap tidak mudah terikat pada satu pemimpin tertentu. Masyarakat Minang menyadari bahwa penilaian terhadap kinerja pemimpin mereka adalah proses yang berkelanjutan, dan tindakan serta perkataan pemimpin akan senantiasa menjadi bahan pertimbangan penting dalam menentukan apakah mereka akan tetap mendukungnya di masa yang akan datang.

Terdapat beberapa alasan mengapa masyarakat Minang tidak mudah terikat pada satu pemimpin, antara lain:

Budaya Demokrasi: Masyarakat Minang memiliki tradisi musyawarah mufakat yang kuat, yang mendorong penghindaran terhadap pemimpin yang otoriter.

Nilai-Nilai Adat: Budaya adat dan tradisi Minangkabau dihormati tinggi, dan masyarakat menginginkan pemimpin yang mampu menjaga dan menghormati nilai-nilai tersebut.

Semangat Kemajuan: Masyarakat Minang memiliki dorongan untuk kemajuan dan kesejahteraan, dan mencari pemimpin yang mampu memberikan solusi konkret untuk memajukan daerah dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.

Oleh karena itu, seorang pemimpin di Minangkabau harus selalu menunjukkan kinerja yang baik dan menjaga kepercayaan masyarakat. Jika pemimpin tersebut gagal memenuhi harapan masyarakat, mereka tidak akan ragu untuk mencari alternatif yang lebih kompeten.

Contoh-contoh pemimpin Minang yang kehilangan dukungan karena kinerja mereka yang kurang memuaskan, seperti Gubernur Sumatera Barat tahun 2010, Gamawan Fauzi, menunjukkan bahwa masyarakat Minang tidak segan untuk mengganti pemimpin mereka jika kinerjanya dinilai tidak memadai. Hal ini mencerminkan kontrol yang kuat yang dimiliki oleh masyarakat terhadap pemimpin mereka, serta kesadaran akan pentingnya kepentingan bersama dalam pembangunan daerah.

Pasangan Ganjar-Mahfud di Sumatera Barat

Pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diusung oleh koalisi partai PDIP, PPP, Hanura, dan Perindo, menjadi salah satu kandidat capres-cawapres utama yang akan bersaing sengit dalam Pemilu 2024. Namun, meskipun berhasil menarik perhatian secara nasional, elektabilitas mereka di Sumatera Barat menunjukkan tren yang menurun.

Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada November 2023, pasangan Ganjar-Mahfud mendapat tingkat keterpilihan sebesar 22,6 persen secara nasional, berada di posisi kedua setelah pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang mendapat 25,9 persen. Namun, di Sumatera Barat, pasangan Ganjar-Mahfud hanya mencatatkan tingkat keterpilihan sebesar 9,8 persen, berada di posisi ketiga setelah pasangan Anies-Cak Imin (37,5 persen) dan pasangan Sandiaga Uno-Agus Harimurti Yudhoyono (17,8 persen).

Berbagai faktor dapat menjelaskan rendahnya tingkat keterpilihan pasangan Ganjar-Mahfud di Sumatera Barat:

Basis PDIP yang Lemah: Meskipun PDIP menjadi partai pengusung utama pasangan Ganjar-Mahfud, partai ini memiliki basis massa yang lemah di Sumatera Barat. Dalam Pemilu 2019, PDIP hanya meraih 7,8 persen suara di provinsi ini dan tidak memiliki perwakilan di DPRD Sumatera Barat.

Komentar Kontroversial Ganjar: Pada Desember 2019, Ganjar membuat pengakuan kontroversial tentang menonton film porno. Pengakuan ini menuai kritik, terutama dari kalangan Islam di Sumatera Barat yang mayoritas beragama Islam, sehingga berpotensi merusak citra dan elektabilitasnya di sana.

Kurangnya Popularitas dan Koneksi: Ganjar dan Mahfud berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga mungkin kurang dikenal dan memiliki koneksi yang lemah di Sumatera Barat. Selain itu, mereka juga tidak memiliki tim sukses atau relawan yang aktif di provinsi ini.

Dengan berbagai tantangan ini, pasangan Ganjar-Mahfud harus mengupayakan strategi yang lebih efektif dan memperkuat kampanye mereka di Sumatera Barat untuk meningkatkan elektabilitas dan memenangkan hati pemilih di provinsi tersebut.

Pilih Anies atau Prabowo

Dalam menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) dihadapkan pada sebuah persimpangan yang kompleks yang melibatkan dua figur calon presiden utama: Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Hal ini dikarenan tingkat elektibilitas Ganjar Pranowo sangat rendah sehingga kemungkinan besar yang akan berhadapan adalah Anis dan Prabowo saja.

Kehadiran kandidat baru seperti Anies membawa nuansa baru dalam politik nasional, sementara Prabowo telah lama dikenal dan mendapat dukungan yang kuat dari Sumbar dalam dua pemilu sebelumnya.

Anies Baswedan, dengan latar belakangnya sebagai seorang non-partai yang dikenal sebagai seorang aktivis, akademisi, dan mantan gubernur DKI Jakarta, menawarkan alternatif kepemimpinan yang berbeda. Terutama dikenal dalam upaya-upayanya di bidang pendidikan dan pembangunan di Jakarta, prestasinya menarik perhatian banyak orang, termasuk di Sumbar. Ketiadaannya dari latar belakang politik formal menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang Minang yang mengharapkan kehadiran pemimpin dengan pendekatan yang lebih segar dan inovatif.

Di sisi lain, Prabowo Subianto memiliki ikatan emosional yang kuat dengan Sumbar. Dukungan yang telah diberikan padanya pada pemilihan presiden sebelumnya, yakni pada tahun 2014 dan 2019, didasarkan pada penghargaan terhadap rekam jejaknya sebagai tokoh oposisi dan kesetiaannya pada perjuangan politik. Namun, keputusannya untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi pada tahun 2019 mengecewakan sebagian pendukungnya di Sumbar yang merasa dikhianati.

Namun, situasi Sumbar tidaklah semata-mata hitam atau putih. Ada berbagai pertimbangan yang kompleks dan beragam yang memengaruhi preferensi masyarakat dalam memilih calon presiden. Salah satu faktor penting adalah kondisi ekonomi dan sosial di daerah tersebut. Bagaimana kinerja pemerintahan pusat memengaruhi kehidupan sehari-hari penduduk Sumbar akan menjadi pertimbangan krusial. Selain itu, isu-isu lokal seperti infrastruktur, ketahanan pangan, dan pendidikan juga akan memainkan peran dalam penentuan pilihan.

Selain itu, dinamika politik nasional juga tidak boleh diabaikan. Kedekatan atau jarak antara partai politik yang mendukung kedua calon presiden, serta isu-isu nasional yang sedang berkembang, akan mempengaruhi pandangan masyarakat Sumbar terhadap para kandidat.

Sebagai daerah yang kaya akan budaya dan tradisi, nilai-nilai kearifan lokal juga akan menjadi faktor dalam proses pengambilan keputusan. Bagaimana calon presiden tersebut memahami dan merespons kebutuhan serta aspirasi masyarakat adat akan sangat memengaruhi dukungan yang mereka terima. Selain itu, faktor sosial dan budaya juga dapat memainkan peran penting. Nilai-nilai adat dan tradisi, serta hubungan personal dengan kandidat-kandidat tertentu, dapat memengaruhi persepsi dan preferensi masyarakat Minang. Keterlibatan tokoh-tokoh lokal dan dukungan dari lembaga adat juga bisa menjadi faktor penentu dalam proses pengambilan keputusan.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa aspek lain yang juga akan memengaruhi keputusan orang Minang dalam Pemilu 2024. Salah satunya adalah isu-isu sosial dan ekonomi yang berkembang di Sumbar. Kondisi ekonomi daerah, tingkat pengangguran, akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, serta infrastruktur merupakan hal-hal yang akan dipertimbangkan oleh penduduk setempat dalam menentukan pilihan mereka.

Tidak kalah pentingnya adalah isu-isu lingkungan dan keberlanjutan. Sumbar, seperti daerah lain di Indonesia, dihadapkan pada tantangan serius terkait dengan perubahan iklim, keberlanjutan sumber daya alam, dan masalah lingkungan lainnya. Kandidat yang mampu menawarkan solusi konkret dan komprehensif terhadap tantangan-tantangan ini kemungkinan akan mendapatkan dukungan lebih dari masyarakat Minang yang peduli akan isu-isu lingkungan.

Selain itu, partisipasi politik masyarakat juga merupakan faktor penting. Tingkat partisipasi dalam pemilihan, baik dalam bentuk pemilih aktif maupun pemilih yang golput, akan memengaruhi hasil akhir dan legitimasi pemerintahan yang terpilih. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran politik dan keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi sangatlah penting untuk memastikan bahwa suara mereka benar-benar terwakili dalam hasil pemilu.

Dengan demikian, dalam menyikapi Pemilu 2024, orang Minang di Sumatera Barat dihadapkan pada sejumlah pertimbangan yang kompleks. Keputusan mereka tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor politik dan kebijakan, tetapi juga oleh dinamika sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, dan partisipasi politik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Sumbar untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum membuat keputusan yang akan memengaruhi masa depan daerah mereka dan bangsa secara keseluruhan. Dalam memilih antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, masyarakat Sumbar harus mempertimbangkan berbagai aspek yang kompleks dan beragam. Diskusi terbuka, pemikiran yang matang, dan pemahaman yang mendalam tentang implikasi pilihan mereka akan menjadi kunci dalam menentukan arah politik Sumbar dan Indonesia secara keseluruhan.

Pengaruh Debat Capres-Cawapres

Partisipasi dalam debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bukanlah sekadar acara rutin, terutama bagi warga Sumatera Barat (Sumbar) dan orang Minang. Bagi mereka, debat ini adalah kesempatan emas untuk mengobservasi secara langsung kemampuan serta karakter dari setiap pasangan capres-cawapres, sekaligus mengukur kecerdasan dan keterampilan berkomunikasi mereka. Siapa yang tak terkesan dengan keahlian diplomasi yang meyakinkan? Pilihan kata yang menggerakkan, motivasi yang tulus, dan unsur pendidikan yang terdapat dalam setiap argumen menjadi kunci utama.

Konsep "tokoh, takah, dan tageh" yang dijunjung tinggi oleh orang Minang menjadi landasan dalam mengevaluasi kinerja pasangan capres-cawapres selama debat. "Tokoh" mencerminkan kepemimpinan dan pengaruh yang dimiliki baik secara lokal maupun nasional. "Takah" mengacu pada kemampuan intelektual, pemahaman yang luas, serta kemampuan analisis yang tajam, sedangkan "tageh" menunjukkan keberanian, ketegasan, dan integritas.

Penampilan dan Etika dalam Debat

Orang Minang dengan cermat akan menilai bagaimana capres-cawapres berdebat dengan etika dan sopan santun. Mereka akan mengamati sejauh mana kedua belah pihak mampu menyampaikan gagasan dengan menghormati satu sama lain, serta menunjukkan kemampuan berargumentasi secara cerdas dan logis. Debat juga menjadi ajang bagi orang Minang untuk mengevaluasi nilai dan wawasan yang dimiliki oleh setiap pasangan capres-cawapres. Mereka akan menilai seberapa baik kedua belah pihak memahami berbagai isu penting dan sejauh mana mereka mampu mengusulkan solusi konkret atas permasalahan yang dihadapi.

Faktor Usia dan Kesehatan

Selain itu, orang Minang akan mempertimbangkan dengan seksama kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pasangan capres-cawapres. Faktor-faktor seperti usia, kesehatan, dan kemampuan cawapres untuk menggantikan presiden jika diperlukan, akan menjadi pertimbangan penting. Bagi orang Minang, kemampuan seorang pemimpin untuk berbicara di forum internasional dan menunjukkan kecerdasan serta kemampuan intelektualnya sangatlah penting. Oleh karena itu, debat akan menjadi tolak ukur utama untuk mengevaluasi kemampuan capres-cawapres dalam hal ini.

Faktor Kecerdasan

Dalam mengamati debat, warga Minang akan menelusuri dan menilai setiap argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak, serta melihat sejauh mana argumen tersebut didasarkan pada data yang valid dan informasi yang akurat. Selain itu, mereka akan memperhatikan bagaimana kedua calon memperlakukan satu sama lain, apakah dengan sikap saling menghormati dan berkomunikasi secara efektif, ataukah terjadi kecenderungan untuk saling menyerang dan memanipulasi informasi.

Visi dan Misi

Tidak hanya itu, orang Minang juga akan mengukur sejauh mana visi dan misi dari kedua pasangan capres-cawapres sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat Sumbar. Kemampuan untuk merumuskan rencana aksi konkret dan menghadirkan solusi yang realistis bagi berbagai masalah yang dihadapi daerah mereka akan menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan.

Secara keseluruhan, debat capres-cawapres menjadi momen penting bagi orang Minang untuk mengkaji dan mengevaluasi calon pemimpin yang akan mereka pilih. Dengan memperhatikan dengan seksama kualitas kepemimpinan, kemampuan berargumentasi, integritas, dan visi masa depan dari masing-masing pasangan, orang Minang akan dapat membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam Pemilu 2024, yang akan membawa dampak besar bagi Sumatera Barat dan juga Indonesia secara keseluruhan.

Simulasi Kepemimpinan Wakil Presiden

Simulasi tentang kinerja calon wakil presiden dalam situasi di mana presiden tidak bisa melaksanakan tugasnya juga akan menjadi bagian penting dari persiapan orang Minang menjelang Pemilu 2024. Mereka akan menilai dengan cermat apakah wakil presiden memiliki kapasitas dan karakter yang diperlukan untuk memimpin negara jika situasi membutuhkan.

Selain itu, debat antara calon presiden dan wakil presiden bukanlah sekadar ajang politik biasa bagi masyarakat Minang. Mereka akan memperhatikan secara seksama aspek-aspek seperti penampilan, etika, nilai-nilai yang diusung, wawasan, kelebihan dan kekurangan, serta kemampuan dalam berkomunikasi di tingkat internasional dan kepemimpinan negara. Debat yang substansial dan informatif akan sangat membantu orang Minang dalam menentukan pilihan mereka. Mereka akan cenderung memilih pemimpin yang memiliki kecerdasan, integritas, dan kualitas kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mengarahkan Indonesia ke masa depan yang lebih cerah.

Dengan demikian, keseluruhan proses pemilihan di Pemilu 2024 akan melibatkan serangkaian evaluasi yang teliti dan mendalam dari berbagai aspek kepemimpinan, baik dari presiden maupun wakil presiden. Masyarakat Minang akan mengedepankan pertimbangan yang matang dan rasional dalam menentukan arah politik negara, dengan harapan untuk memilih pemimpin yang mampu membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Perbincangan di Palanta Tentang Gibran

Beberapa diskusi lapau atau kedai atau lebih keren lagi adalah palanta, masyarakat minang menghadapi pilihan dilematis jika memilih Prabowo karena pasangan cawapresnya adalah Gibran Rakabumi yang muncul dengan "keputusan MK" yang kontroversial. Umurnya masih muda dan baru 3 tahun terjun ke politik dan 2 tahun menajbat Walikota Solo. Beberap analis politik menilai bahwa  Gibran dipilih oleh Prabowo sebagai Cawapres lebih karena kedekatannya dengan Jokowi, dan tidak menutup kemungkinan ini sudah direncanakan 3-4 tahun yang lalu sebelum Gibran terjun ke dunia politik. Secara tersirat dan tersurat dapat dibaca bahwa Prabowo sekarang ini begitu setia dan dekat dengan Jokowi, dan sebaliknya, Jokowi sudah terang-terangan sejak satu tahun lalu menyatakan bahwa berikutnya giliran Prabowo menjadi presiden.

Kebanyakan orang Minang dan Sumatera Barat melihat kiprah Gibran sebagai representatif Jokowi, di mana Jokowi tidak begitu disukai karena dulunya didukung oleh PDIP. Secara historis orang Minang dan Sumatera Barat tidak memperlihatkan dukungan yang signifikan kepada partai PDIP. Bisa jadi ini imbas sejarah masa lalu dimana beberapa tokoh minang "dianaiaya" secara politik oleh Sukarno, termasuk M. Hatta dan Prof. Dr. Hamka . Faktor lain adalah beberapa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Jokowi menurut kacamata orang Minang itu tidak sepatutnya keluar dari bilik Presiden RI. 

Cacat utama Gibran di mata orang Minang ada dua, yang pertama adalah kontroversi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan kedua adalah representasinya sebagai figur Presiden Jokowi. Kontroversi terkait keputusan MK semakin menguat dengan pemecatan ketua MK dan munculnya laporan terhadap Gibran dari pihak Penggugat di MK, yang telah membuka jalan bagi penunjukannya sebagai calon wakil presiden yang sah secara undang-undang.

Menurut pandangan saya sebaiknya Gibran dan Jokowi bersabar 5 atau 10 tahun lagi sebelum mencalonkan diri sebagai cawapres, apalagi capres. Alasan-alasan yang mendukung pendapat ini cukup beralasan. Pertama, pengalaman politik Gibran yang masih terbatas, hanya 3 tahun terjun ke politik, mungkin belum cukup untuk memahami dinamika politik secara mendalam. Kedua, sebagai representatif Jokowi, keputusan politik yang diambilnya bisa dianggap sebagai kelanjutan dari kebijakan Jokowi, yang belum tentu selalu disukai oleh semua golongan, terutama di daerah-daerah tertentu seperti Sumatera Barat.

Menunggu beberapa tahun juga akan memberikan kesempatan bagi Gibran untuk memperluas wawasannya, membangun koneksi politik yang lebih luas, dan memperoleh pengalaman yang lebih berharga dalam memimpin. Tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan terhadap Gibran sekarang ini karena factor Jokowi yang masih berkuasa. Beda hal kalua Jokowi sedang tidak berkuasa, hamper dipastikan status cawapres sulit diperoleh. Dengan menunggu 5-10 tahun lagi dia akan berkemabng secaa almi sebagao actor politik dan akan membuatnya menjadi kandidat yang lebih matang dan siap untuk mengemban tanggung jawab sebagai cawapres atau bahkan calon presiden di masa yang akan datang.

Di sisi lain dengan bersabar, Gibran dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk lebih mengenal dirinya secara mendalam, bukan hanya sebagai putra Jokowi atau figur yang kontroversial, tetapi sebagai pemimpin yang memiliki visi, komitmen, dan integritas yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka.

Dengan demikian, menunda pencalonan Gibran sebagai cawapres atau calon presiden bukanlah tindakan yang sia-sia, tetapi alangkah yang bijak untuk memastikan bahwa pemimpin yang dipilih benar-benar siap dan layak untuk memimpin bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik. 

Penutup

Memilih pemimpin merupakan bagian tak terpisahkan dari kultur budaya Indonesia, termasuk di Sumatera Barat yang didasarkan pada kearifan lokal Minangkabau. Sifat egaliter dan budaya musyawarah telah membentuk karakter orang Minang, yang tidak hanya terpaku pada satu figur pemimpin, tetapi lebih mengutamakan nilai-nilai tokoh, takah, dan tageh. Dengan prinsip-prinsip ini sebagai panduan, masyarakat Minangkabau selalu terbuka terhadap kemungkinan perubahan pilihan calon presiden.

Dalam konteks Pemilu 2024, persaingan antara Anies dan Prabowo menjadi sorotan utama, sementara Ganjar diperkirakan memiliki peluang yang lebih kecil. Namun, bagi masyarakat Minang, pilihan politik bukanlah hal yang statis. Mereka cenderung untuk mengevaluasi kinerja dan integritas setiap calon dengan seksama, tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal seperti popularitas atau afiliasi partai.

Gibran memang sudah resmi menjadi Cawapres Prabowo secara undang-undang, namun di tingkat arus bawah orang Minang, belum saatnya dia tampil mengingat pengalaman politik yang masih sedikit dan kontroversi keputusan MK. Ini juga baik untuk meningkatkan pengalaman, wawasan dan jaringan politiknya sendiri, bukan jaringan semata jaringan politik Jokowi.

Dengan demikian, keputusan akhir akan tergantung pada bagaimana masing-masing calon mampu menunjukkan komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip kepemimpinan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau. Dalam hal ini, tantangan bagi setiap calon adalah untuk memperoleh dukungan dengan menunjukkan kualitas kepemimpinan yang sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi masyarakat Sumatera Barat.

Realita telah membawa kita ke dalam arena kontes pemilu, seperti sebuah hidangan yang tersaji di hadapan kita. Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden telah sah ditetapkan, dan sekarang giliran pemilih untuk memutuskan. Tidak ada pasangan yang sempurna dalam politik ini, namun yang ada hanyalah pasangan yang nyata. Yang menentukan pada akhirnya bukanlah citra sempurna yang digambarkan oleh kampanye politik, melainkan nurani yang berbicara dan tangan yang memilih di bilik suara. Inilah esensi demokrasi, di mana keputusan terletak pada tangan rakyat, yang akan menentukan arah masa depan negara ini. Oleh karena itu, penting bagi setiap pemilih untuk mempertimbangkan dengan hati-hati, mengkaji pilihan mereka secara seksama, dan mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun