Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mahfud MD Mundur dari Menhan, Sebuah Pembelajaran Mahal dalam Arus Demokrasi Oligarki

1 Februari 2024   06:20 Diperbarui: 1 Februari 2024   16:39 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/calon-wakil-presiden-nomor-urut-03-mahfud-md-kembali_240103204659-298.jpg

Resmi mundur 

Mahfud MD, calon wakil presiden nomor urut 3 dari pasangan Ganjar Pranowo, telah mengumumkan rencana mundurnya dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di kabinet Presiden Joko Widodo. Keputusan ini diambil setelah Mahfud mendapat banyak kritik dan tuntutan dari berbagai pihak, termasuk dari lawan politiknya, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang menilai bahwa Mahfud tidak etis dan tidak netral sebagai menteri yang ikut berkontestasi dalam Pilpres 2024.

Mahfud mengatakan bahwa ia sudah berencana mundur sejak debat pertama Pilpres 2024, di mana ia mengucapkan terima kasih kepada Jokowi yang sudah mempercayainya sebagai Menko Polhukam. Mahfud juga mengatakan bahwa ia sudah mendapat izin dan restu dari Jokowi untuk maju sebagai cawapres dari Ganjar Pranowo. Namun, Mahfud masih menunggu momentum yang tepat untuk menyampaikan surat pengunduran dirinya kepada Jokowi, sebagai bentuk penghormatan dan etika politik.

Mahfud mengaku bahwa ia ingin mundur dengan baik dan menjaga independensi selama proses Pilpres 2024. Ia tidak ingin terlibat dalam konflik kepentingan atau penyalahgunaan wewenang sebagai menteri. Ia juga tidak ingin menjadi beban bagi Ganjar Pranowo, yang ia yakin sebagai pemimpin yang prorakyat dan berintegritas. Mahfud berharap bahwa sikapnya ini dapat menjadi contoh bagi pelaku politik lain yang mencalonkan diri dalam pemilu, agar dapat menjaga etik politik yang baik dan menghormati aturan yang berlaku.

Pengunduran diri Mahfud MD dari Menhan adalah sebuah pembelajaran mahal dalam arus demokrasi oligarki yang melanda Indonesia. Demokrasi oligarki adalah sebuah sistem politik di mana kekuasaan dan pengambilan keputusan berada di tangan sekelompok elit politik dan ekonomi, yang saling berkaitan dan berbagi kepentingan. Dalam sistem ini, rakyat dan masyarakat sipil tidak memiliki peran yang signifikan dalam menentukan arah dan nasib bangsa.

Dominasi elit politik 

Dalam konteks Pilpres 2024, demokrasi oligarki terlihat dari dominasi para elit politik yang berasal dari partai-partai besar, dinasti politik, atau militer. Para calon presiden dan wakil presiden, baik dari pasangan Jokowi-Gibran, Prabowo-Gibran, maupun Ganjar-Mahfud, adalah orang-orang yang memiliki latar belakang, jaringan, dan sumber daya yang kuat dalam dunia politik dan bisnis. Mereka juga didukung oleh partai-partai politik yang memiliki basis massa dan mesin politik yang solid.

Dalam situasi seperti ini, rakyat dan masyarakat sipil menjadi terpinggirkan dan tidak berdaya. Mereka tidak memiliki pilihan yang representatif dan alternatif dalam pemilu. Mereka juga tidak memiliki akses dan pengaruh yang cukup untuk mengawasi dan mengkritisi kinerja dan kebijakan pemerintah. Mereka hanya menjadi objek dan sasaran dari kampanye dan propaganda politik yang seringkali menyesatkan dan memecah belah.

Langkah berani

Oleh karena itu, pengunduran diri Mahfud MD dari Menhan adalah sebuah langkah yang berani dan bermakna dalam menghadapi demokrasi oligarki. Mahfud menunjukkan bahwa ia tidak mau menjadi bagian dari elit politik yang korup dan oportunis. Mahfud juga menunjukkan bahwa ia menghargai hak dan aspirasi rakyat sebagai pemilih yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab. Mahfud memberikan pelajaran bahwa etik politik adalah hal yang penting dan harus dijunjung tinggi oleh setiap pelaku politik, terutama dalam pemilu.

Namun, Mahfud MD bukanlah satu-satunya yang harus menjaga etik politik dalam pemilu. Lawan politiknya, baik dari pasangan Jokowi-Gibran, Prabowo-Gibran, maupun dari partai-partai lain, juga harus melakukan hal yang sama. Mereka harus menghindari kampanye negatif, tidak terlibat dalam politik uang atau kecurangan pemilu, dan mempertahankan integritas dalam setiap tindakan dan keputusan politik yang mereka buat. Mereka juga harus menghormati hak dan kewajiban rakyat sebagai pemilih, dan tidak menyalahgunakan kekuasaan dan sumber daya yang mereka miliki.

Bisa jadi contoh 

Presiden Jokowi sendiri juga harus menjaga etik politik dalam pemilu. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Jokowi harus menjaga netralitas dan integritas dalam pemilu. Jokowi tidak boleh berpihak atau berkampanye untuk salah satu pasangan calon, apalagi menggunakan fasilitas negara untuk melakukannya. Jokowi harus menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, yang mengayomi seluruh rakyat Indonesia, tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, atau golongan.

Respon beragam 

Pengunduran diri Mahfud MD dari Menhan juga mendapat respon dari berbagai tokoh dan netizen. Berikut ini adalah beberapa respon yang saya temukan dari sumber-sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun