Pengantar
Pada 30 Januari 2024, sebuah ledakan hebat terjadi di Rumah Sakit Semen Padang (SPH) di Kota Padang, Sumatera Barat. Ledakan tersebut diduga berasal dari AC yang sedang diperbaiki oleh teknisi di lantai tujuh. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, namun ada 18 orang yang mengalami luka-luka akibat pecahan kaca atau benda lainnya1. Korban luka-luka tersebut sudah dievakuasi ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan medis. Tidak ada korban yang mengalami luka kritis1. Selain itu, ledakan juga menyebabkan atap rumah sakit hancur, kaca pecah, dan debu beterbangan. Sejumlah fasilitas rumah sakit, seperti loteng, kursi, meja, dan peralatan medis, juga mengalami kerusakan. Kejadian ini menimbulkan banyak pertanyaan dan spekulasi tentang penyebab dan dampaknya, terutama dari perspektif etika keinsinyuran dan sertifikasi teknisi operator di bidang kelistrikan.
Akibat ledakan tersebut, operasional SPH dihentikan sementara. Seluruh pasien yang sedang dirawat di SPH terpaksa dipindahkan ke rumah sakit lain. Pasien yang dipindahkan berjumlah 102 orang. Pihak rumah sakit dan polisi masih menyelidiki penyebab pasti ledakan tersebut. Kapolresta Padang, Kombes Ferry Harahap, mengatakan bahwa pekerja yang sedang beristirahat diduga lupa menutup gas las sehingga menimbulkan ledakan yang merusak enam unit AC luar ruangan1. Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, Ferimulyani Hamid, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan audit terhadap SPH untuk mengevaluasi standar keselamatan dan pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.
Ketika ledakan terjadi saya masih di Kampus Universitas Andalas, Limau Manis. Tanpa menunggu lama, berita dan video menyebar dengan cepat baik secara berita daring maupun melalui grup WA. Bagi saya berita ini adalah berita sedih dan mengagetkan, mengingat SPH selama ini sudah menjadi tempat yang nyaman untuk berobat. Saya sudah sering kali menemani istri berobat dan juga beberapa kali membesuk tetangga yang di rawat. SPH termasuk sakit yang nyaman dan cukup ramah terhadap pasien dan keluarganya, termasuk pengunjung. Sayang SPH sedang ada masalah seperti ini dan akan sangat mengganggu pelayan pasien. Ledakan telah menoreh luka di masyarakat kota Padang. Semoga SPH cepat kembali beroperasi dan masalah bisa diselesaikan dengan baik sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Etika Keinsinyuran
Etika keinsinyuran adalah kumpulan prinsip dan tuntunan yang harus diikuti oleh insinyur dalam menjalankan praktik keinsinyuran. Etika keinsinyuran bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan umat manusia, memajukan peradaban, dan menjaga kehormatan dan martabat profesi keinsinyuran.
Etika keinsinyuran di Indonesia terdiri dari catur karsa dan sapta dharma. Catur karsa adalah empat prinsip dasar yang harus dimiliki oleh insinyur Indonesia, yaitu  mengutamakan keluhuran budi, menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, dan bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran
Sapta dharma adalah tujuh tuntunan sikap dan perilaku insinyur yang merupakan pengejawantahan dari catur karsa, yaitu Mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat, Bekerja sesuai dengan kompetensinya, Hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan, Menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya, Membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing, Memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan yang terakhir adalah mengembangkan kemampuan professional
Indikasi Pelanggaran Etika Keinsinyuran
Dari perspektif etika keinsinyuran, ledakan di SPH diduga bersumber dari gas las yang bocor sehingga  dapat dipandang sebagai sebuah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar yang harus diikuti oleh insinyur. Pelanggaran tersebut antara lain adalah:
- Tidak mengutamakan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat, karena menyebabkan kerusakan fasilitas kesehatan, luka-luka pada pasien dan pegawai, dan gangguan pelayanan kesehatan.
- Tidak bekerja sesuai dengan kompetensinya, karena melakukan perbaikan AC tanpa memperhatikan standar keselamatan, kualitas, dan efisiensi.
- Tidak menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan, karena tidak melaporkan adanya potensi bahaya atau risiko yang dapat menyebabkan ledakan.
- Menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya, karena mungkin ada motif ekonomi, politik, atau lainnya yang melatarbelakangi perbaikan AC tersebut.
- Tidak membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing, karena merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi keinsinyuran.
- Tidak memegang teguh kehormatan dan martabat profesi, karena melanggar kode etik dan peraturan yang berlaku.
- Tidak mengembangkan kemampuan profesional, karena tidak mengikuti pelatihan, sertifikasi, atau pembinaan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas kerja.
Sertifikasi Teknisi dan Operator Tenaga Kelistrikan
Sertifikasi teknisi dan operator adalah sebuah proses yang bertujuan untuk menjamin bahwa teknisi operator memiliki kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi yang diakui oleh pemerintah. Sertifikasi teknisi operator juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan efisiensi kerja teknisi operator, serta melindungi masyarakat dari praktik keinsinyuran yang tidak profesional.
Sertifikasi teknisi operator di bidang kelistrikan di Indonesia diatur oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Tenaga Kerja Bidang Ketenagalistrikan. Sertifikasi teknisi operator di bidang kelistrikan meliputi beberapa bidang keahlian, antara lain instalasi listrik, pemeliharaan listrik, operasi listrik, pengujian listrik, perencanaan listrik, pengawasan listrik dan audit energi listrik
Sertifikasi teknisi operator di bidang kelistrikan dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Lembaga sertifikasi tersebut bertanggung jawab untuk menyelenggarakan uji kompetensi, menerbitkan sertifikat kompetensi, dan melakukan pemeliharaan kompetensi bagi teknisi operator di bidang kelistrikan.
Dari perspektif sertifikasi teknisi operator, ledakan di SPH dapat dipandang sebagai sebuah indikasi bahwa ada kekurangan dalam sistem sertifikasi yang berlaku di Indonesia. Kekurangan tersebut antara lain adalah:
- Tidak adanya standar kompetensi yang jelas dan konsisten untuk teknisi operator di bidang kelistrikan, terutama untuk bidang keahlian yang berkaitan dengan perbaikan AC.
- Tidak adanya mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang efektif untuk memastikan bahwa teknisi operator di bidang kelistrikan memiliki sertifikat kompetensi yang valid dan sesuai dengan bidang keahliannya.
- Tidak adanya insentif dan sanksi yang memadai untuk mendorong teknisi operator di bidang kelistrikan untuk mengikuti sertifikasi dan memelihara kompetensinya secara berkala.
- Tidak adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antara pemerintah, lembaga sertifikasi, asosiasi profesi, dan pengguna jasa teknisi operator di bidang kelistrikan untuk meningkatkan kualitas dan akuntabilitas sertifikasi.
Perkiraan Kerugian Akibat Ledakan
Ledakan di SPH tidak hanya menimbulkan korban luka-luka, tetapi juga kerugian materiil dan nonmaterial yang cukup besar. Diperkirakan kerugian akibat ledakan tersebut bisa mencapai milyaran rupiah. Kerugian tersebut meliputi kerusakan bangunan, peralatan medis, instalasi listrik, dan AC. Selain itu, kerugian juga terjadi akibat terganggunya pelayanan kesehatan di SPH, yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan di Kota Padang. Pasien yang sedang dirawat di SPH terpaksa dipindahkan ke rumah sakit lain, yang tentunya membutuhkan biaya tambahan.
Ledakan di SPH juga menimbulkan dampak psikologis bagi masyarakat, khususnya bagi pasien, pegawai, dan pengunjung rumah sakit. Mereka mengalami trauma, ketakutan, dan kecemasan akibat ledakan yang tiba-tiba dan mengancam keselamatan mereka. Beberapa di antara mereka membutuhkan bantuan psikologis untuk mengatasi dampak tersebut.
Ledakan di SPH juga menimbulkan pertanyaan dan kritik dari berbagai pihak, terutama terkait dengan standar keselamatan dan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Beberapa pihak menuntut agar pihak rumah sakit dan teknisi bertanggung jawab atas kejadian tersebut, serta memberikan kompensasi yang layak kepada korban dan keluarganya6 . Beberapa pihak juga menyoroti perlunya peningkatan pengawasan dan regulasi terhadap praktik keinsinyuran dan sertifikasi teknisi operator di bidang kelistrikan, agar dapat mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan .
Pengalaman Traumatik Pasien dan Keluarga
Video yang beredar memperlihatkan suasana yang mencekam di Rumah Sakit Semen Padang (SPH) setelah ledakan terjadi. Keluarga dan pasien terlihat berusaha menyelamatkan diri dari akibat bunyi ledakan yang keras. Salah satu momen yang terekam adalah seorang ibu bersama bayinya, siap untuk melompat dari lantai atas ke lantai dasar akibat kepanikan yang melanda. Untungnya, ada yang menenangkan dan mengurungkan niatnya. Terlihat juga korban luka yang meminta dievakuasi dengan segera.
Dari video tersebut, terlihat kesan bahwa petugas SPH tidak sepenuhnya siap menghadapi kejadian darurat seperti ini. Hal ini menjadi pembelajaran penting tentang perlunya memperhatikan faktor keselamatan dan keamanan di sebuah objek vital seperti rumah sakit. Kepanikan yang melanda ratusan bahkan mungkin ribuan orang dapat menimbulkan masalah baru. Misalnya, jika akses tangga darurat tidak memadai, situasinya akan semakin rumit dan berpotensi mengakibatkan kerugian yang lebih besar.
Hal ini menunjukkan pentingnya perencanaan dan pelatihan untuk menghadapi situasi darurat di semua fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit. Petugas dan staf harus dilatih secara rutin tentang prosedur evakuasi dan penanganan darurat. Sistem peringatan dan evakuasi yang efektif juga harus dipasang dan diuji secara berkala. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan rumah sakit dapat lebih siap menghadapi situasi darurat dan melindungi keselamatan serta keamanan pasien, staf, dan pengunjung.
Pertanggungjawaban Hukum
Dalam kasus seperti ini, siapa yang bertanggung jawab? Dari pandangan hukum, pertanggungjawaban dapat dibagi menjadi dua, yaitu pertanggungjawaban pidana dan pertanggungjawaban perdata. Pertanggungjawaban pidana adalah tanggung jawab yang ditetapkan oleh undang-undang kepada pelaku tindak pidana yang melanggar norma hukum yang berlaku1. Pertanggungjawaban perdata adalah tanggung jawab yang ditetapkan oleh undang-undang kepada pelaku perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain.
Dari perspektif pertanggungjawaban pidana, teknisi yang melakukan perbaikan AC dapat dipidana jika terbukti bersalah melakukan kelalaian yang menyebabkan ledakan. Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur bahwa barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya atau luka berat orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Selain itu, Pasal 193 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) mengatur bahwa setiap tenaga kesehatan yang melakukan praktik kesehatan dengan sengaja atau karena kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka berat pada pasien, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.
Dari perspektif pertanggungjawaban perdata, rumah sakit dapat dituntut ganti rugi oleh korban atau keluarganya jika terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) mengatur bahwa barang siapa secara melawan hukum melakukan perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain, wajib mengganti kerugian tersebut5. Selain itu, Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit) mengatur bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh sumber daya manusia kesehatan rumah sakit.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus seperti ini, siapa yang harus bertanggung jawab tergantung dari jenis dan bukti pertanggungjawaban yang diajukan. Secara pidana, teknisi yang melakukan perbaikan AC dapat dipidana jika terbukti bersalah melakukan kelalaian yang menyebabkan ledakan. Secara perdata, rumah sakit dapat dituntut ganti rugi oleh korban atau keluarganya jika terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian.
Sikap Lembaga PII dan LSP
Dalam pandangan saya sebaiknya kasus ini bisa menjadi perhatian bagi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan bereaksi keras karena ledakan yang terjadi di Rumah Sakit Semen Padang (SPH) yang diduga disebabkan oleh kelalaian teknisi dalam melakukan perbaikan AC1. Ada indikasi bahwa ledakan tersebut mengandung  pelanggaran terhadap etika keinsinyuran dan standar kompetensi yang harus dijunjung tinggi oleh setiap insinyur. Desakan juga perlu dilayangkan agar pihak berwenang segera mengusut tuntas penyebab dan akibat ledakan tersebut, serta memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku dan pihak yang bertanggung jawab.
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Bidang Ketenagalistrikan mengungkapkan juga perlu mengungkapkan keprihatinan dan duka cita atas ledakan yang terjadi di SPH yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil2. LSP Bidang Ketenagalistrikan harus menegaskan bahwa sertifikasi teknisi operator di bidang kelistrikan adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap tenaga kerja yang berkecimpung di bidang tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 20122. LSP Bidang Ketenagalistrikan juga mengimbau agar semua teknisi operator di bidang kelistrikan untuk selalu mengikuti sertifikasi dan pemeliharaan kompetensi secara berkala, serta mematuhi standar keselamatan dan kualitas kerja, terutama bagi mereka yang bekerja pada objek vital seperti rumah sakit dan pelayan publik. Tanga pengawas yang bersertifikasi juga harus disertakan dengan SOP yang standar sehingga tidak akan terjadi kelalaian di mana seorang teknisi bisa lalai menutup tabung gas las, kelalaian kecil yang berakibat fatal.
Seorang Teknisi Harus Tersertifikasi
Tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur bahwa seorang teknis listrik harus insinyur. Namun, sebuah ketentuan yang penting adalah bahwa seorang teknis listrik harus memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Sertifikat ini dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), berdasarkan standar kompetensi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.
Proses untuk memperoleh sertifikat kompetensi ini melibatkan sejumlah langkah yang ketat. Pertama, seorang teknis listrik harus mempersiapkan diri secara matang untuk mengikuti uji kompetensi. Uji kompetensi ini biasanya meliputi uji tulis, uji praktik dan/atau observasi, dan uji lisan. Ini bertujuan untuk menilai pemahaman teoritis dan praktis serta kemampuan komunikasi mereka dalam bidang teknis listrik.
Selanjutnya, hasil uji kompetensi tersebut akan dievaluasi oleh lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh BNSP. Lembaga sertifikasi ini akan menilai apakah seorang teknis listrik telah memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. Jika mereka berhasil, mereka akan diberikan sertifikat kompetensi yang mengakui kemampuan dan keahlian mereka dalam bidang teknis listrik.
Penting untuk dicatat bahwa proses ini tidak hanya sekadar formalitas. Sebaliknya, itu adalah langkah kritis untuk memastikan bahwa teknis listrik yang bekerja di lapangan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan tugas mereka dengan baik dan aman. Dengan adanya sertifikat kompetensi, masyarakat dapat memiliki kepercayaan lebih dalam menggunakan jasa teknis listrik yang memegang sertifikasi tersebut, karena hal itu menunjukkan bahwa mereka telah melewati serangkaian evaluasi ketat untuk mengkonfirmasi kemampuan mereka.
Peraturan terkait dengan Pengawas Teknisi Listrik
Beberapa ketentuan perundang-undangan telah mengatur tentang kualifikasi dan kompetensi seorang pengawas teknisi di bidang kelistrikan, antara lain:
- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran1. PP ini mengatur bahwa setiap Insinyur yang akan melakukan Praktik Keinsinyuran di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Sertifikat Kompetensi Insinyur yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan lulus program studi Program Profesi Insinyur yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan kementerian terkait, PII, dan kalangan industri sesuai dengan standar Program Profesi Insinyur.
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Tenaga Kerja Bidang Ketenagalistrikan. Permen ESDM ini mengatur bahwa setiap tenaga kerja bidang ketenagalistrikan yang melakukan pekerjaan di bidang ketenagalistrikan harus memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan bidang keahliannya, yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari BNSP berdasarkan standar kompetensi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.
- Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2022 tentang Program Profesi Insinyur. Permen Dikbudristek ini mengatur bahwa seseorang yang akan mengikuti program studi Program Profesi Insinyur memiliki kualifikasi akademik sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik; atau sarjana pendidikan bidang teknik atau sarjana bidang sains yang disetarakan dengan sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik melalui program penyetaraan.
Dari ketentuan perundang-undangan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pengawas teknisi di bidang kelistrikan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai berikut:
- Sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik; atau sarjana pendidikan bidang teknik atau sarjana bidang sains yang disetarakan dengan sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik melalui program penyetaraan.
- Lulus program studi Program Profesi Insinyur yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan kementerian terkait, PII, dan kalangan industri sesuai dengan standar Program Profesi Insinyur.
- Lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari BNSP berdasarkan standar kompetensi Insinyur yang ditetapkan oleh DII untuk bidang Keinsinyuran tertentu.
- Memiliki sertifikat kompetensi Insinyur yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari BNSP.
- Memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur yang dikeluarkan oleh PII.
Penyebab Ledakan Pada Berbagai Kasus
Ada beberapa kemungkinan sumber gas dan percikan api yang dapat menyebabkan ledakan, tergantung pada jenis dan kondisi bahan bakar yang digunakan. Berikut adalah beberapa contoh misalnya jika bahan bakar adalah bensin, maka sumber gas dapat berasal dari uap bensin yang terbentuk akibat penguapan atau pemanasan. Sumber percikan api dapat berasal dari busi, korek api, listrik statis, atau benda panas lainnya. Jika bahan bakar adalah gas alam, maka sumber gas dapat berasal dari pipa gas yang bocor atau tangki gas yang rusak. Sumber percikan api dapat berasal dari kompor, rokok, korek api, atau benda panas lainnya. Jika bahan bakar adalah bubuk mesiu, maka sumber gas dan percikan api dapat berasal dari reaksi kimia antara kalium nitrat, karbon, dan belerang yang terjadi ketika bahan bakar dinyalakan. Model persamaan matematika yang sesuai adalah reaksi pembakaran bubuk mesiu. Gas freon AC dan gas agon yang bocor jika ada pemicu seperti percikan listrik misalnya, juga bisa menyebabkan ledakan. Semakin padat volume gas makan ledakan juga semakin besar, begitu jika sumber pemicu besar juga akan menghasilkan ledakan yang besar.
Kesimpulan
Ledakan di Rumah Sakit Semen Padang (SPH) pada 30 Januari 2024 adalah sebuah kejadian yang menimbulkan banyak pertanyaan dan spekulasi tentang penyebab dan dampaknya, terutama dari perspektif etika keinsinyuran dan sertifikasi teknisi operator di bidang kelistrikan. Walaupun kejadian yang ini di Padang tetapi pemikiran kita akan mengaitkan dengan kejadian yang sama di berbagai tempat di Indonesia bahkan dunia. Dari perspektif etika keinsinyuran, ledakan tersebut dapat dipandang sebagai sebuah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar yang harus diikuti oleh insinyur dalam menjalankan praktik keinsinyuran. Dari perspektif sertifikasi teknisi operator, ledakan tersebut dapat dipandang sebagai sebuah indikasi bahwa ada kekurangan dalam sistem sertifikasi yang berlaku di Indonesia. Kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran dan peringatan bagi semua pihak yang terlibat dalam praktik keinsinyuran, agar dapat mencegah terjadinya kejadian serupa di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H