Di atas panggung debat cawapres terpampang,
Gimmick politik berdansa, merayu simpati pengamat.
Janji manis terucap, aksi sensasional bertabur,
Namun di baliknya, kebenaran pun tereduksi.
Dalam rimba retorika dan propaganda menggema,
Etika debat terpendam, tenggelam dalam hiruk-pikuk kata.
Bukankah debat semestinya panggung kebenaran,
Bukan sandiwara tanpa rasa, teater tanpa makna?
Dua nama terdengar,
Greenflation terkuak, pertanyaan bermunculan.
Namun di antara kata-kata, cahaya dan bayangan,
Tersembunyi gimmick, mengelabui mata penonton.
Dua bertanya, Tiga menolak,
Greenflation jadi bahan cemoohan dan cela.
Namun di balik tawa, ada pesan tersirat,
Gimmick politik, bukanlah jalan yang terang.
Puisi ini terekam di Drone Emprit,
Analisis sentimen melibatkan hati dan pikiran.
Gibran, Muhaimin, Mahfud, tiga tokoh berdansa,
Di atas panggung demokrasi, di mana kritik terukir.
Gimmick politik, bayangan dalam sorot lampu,
Menyelinap di antara kata-kata penuh warna.
Namun puisi ini bukan seruan tanpa arti,
Melainkan panggilan untuk debat yang bermakna.
Biarlah etika bersinar di atas panggung,
Bukan hanya seni kata, namun inti pemikiran.
Debat cawapres, ajang kebijakan bukan sandiwara,
Gimmick politik, hentikan tarian yang tak berarti.
Dalam pantulan cahaya dan bayangan,
Mungkin terdapat kebenaran yang tersembunyi.
Namun debat yang jujur dan beretika,
Adalah langkah pertama menuju keadilan yang hakiki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H