Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Politik Malin Kundang dan Malin Kundang Politik

21 Januari 2024   13:51 Diperbarui: 21 Januari 2024   15:58 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar 

Malin Kundang adalah salah satu cerita rakyat yang paling terkenal di Indonesia. Cerita ini berasal dari provinsi Sumatera Barat, dan mengisahkan tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya, dan karena itu dikutuk menjadi batu. Cerita ini mengandung pesan moral tentang kewajiban anak untuk menghormati, menghargai, dan berbakti kepada orang tua.

Namun, cerita Malin Kundang tidak hanya menjadi bagian dari budaya dan sastra Indonesia, tetapi juga menjadi bagian dari politik dan aktualitas Indonesia. Istilah "Malin Kundang" dan "Malin Kundang politik" sering digunakan sebagai analogi atau metafora untuk menyampaikan pandangan atau pendapat tentang isu-isu politik yang sedang terjadi di Indonesia.

Apa sebenarnya makna dan implikasi dari istilah-istilah tersebut? Siapa saja yang bisa disebut sebagai Malin Kundang atau Malin Kundang politik? Bagaimana dampak dan konsekuensi dari penggunaan istilah-istilah tersebut? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengambil contoh beberapa kasus politik yang terkait dengan istilah-istilah tersebut.

 Malin Kundang: Anak Durhaka yang Lupa Asal Usul

Sebelum kita membahas tentang politik Malin Kundang, mari kita mengingat kembali ringkasan cerita Malin Kundang. Berikut ini adalah ringkasan cerita Malin Kundang:

Malin Kundang adalah anak semata wayang yang tinggal bersama ibunya di sebuah dusun nelayan. Mereka hidup serba kekurangan. Saat remaja, ia memutuskan untuk merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar. Di tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Malin Kundang diserang oleh bajak laut. Malin Kundang bersembunyi sehingga nyawanya selamat. Setelah terkatung-katung di laut, akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat, dan memulai kehidupan yang baru di sana. Berkat kegigihannya dalam bekerja, ia berhasil menjadi saudagar yang memiliki banyak kapal dagang beserta anak buah. Setelah menjadi kaya, Malin Kundang pun menikah dengan putri raja yang cantik jelita.

Suatu ketika, Malin Kundang dan istrinya melakukan pelayaran, dan berlabuh di tanah kelahirannya. Ibu Malin menyaksikan kedatangannya. Sang ibu melihat bahwa saudagar di kapal sangat mirip dengan Malin Kundang. Ia mendekati kapal untuk memastikan ciri-ciri anaknya, dan semakin yakin setelah semuanya cocok, lalu ia berusaha untuk berbicara dengan Malin Kundang. Tetapi, Malin Kundang menjadi marah meskipun dia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu akan penampilan ibunya yang lusuh dan kotor. Mendapat perlakuan seperti itu, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia pun menyumpah anaknya, "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu".

Saat Malin Kundang kembali pergi berlayar, badai dahsyat menghancurkan kapalnya. Lalu ia terdampar di pantai tanah kelahirannya. Setelah itu, tubuhnya perlahan menjadi kaku, dan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Dari ringkasan cerita tersebut, kita bisa menarik beberapa poin penting yang berkaitan dengan istilah Malin Kundang, yaitu:

  • Malin Kundang adalah seorang anak yang tidak menghargai jasa dan kasih sayang ibunya, yang telah membesarkannya dengan susah payah.
  • Malin Kundang adalah seorang anak yang tidak menghormati adat dan budaya tanah kelahirannya, yang mengajarkan anak untuk berbakti kepada orang tua.
  • Malin Kundang adalah seorang anak yang tidak bersyukur atas nikmat dan rezeki yang diberikan Tuhan, yang membuatnya menjadi kaya dan beruntung.
  • Malin Kundang adalah seorang anak yang sombong, angkuh, dan durhaka.

Dengan demikian, kita bisa mengartikan istilah Malin Kundang sebagai seseorang yang memiliki sifat-sifat seperti di atas, yaitu tidak menghargai, tidak menghormati, tidak bersyukur, dan sombong terhadap orang-orang yang telah berjasa atau berpengaruh dalam hidupnya. Istilah ini biasanya digunakan untuk mengecam atau mengkritik seseorang yang dianggap telah melupakan asal usulnya, dan berubah sikap setelah mendapatkan kekuasaan, kekayaan, atau kesuksesan.

Politik Malin Kundang: Pengkhianatan dan Perpisahan

Setelah kita memahami makna istilah Malin Kundang, mari kita melihat bagaimana istilah ini digunakan dalam konteks politik. Dalam politik, istilah Malin Kundang sering digunakan untuk menyebut seseorang yang dianggap telah berkhianat atau berpisah dengan partai, organisasi, atau tokoh politik yang telah membantunya atau mendukungnya dalam perjalanan kariernya. Istilah ini biasanya digunakan untuk menunjukkan rasa kecewa, marah, atau sakit hati terhadap seseorang yang dianggap telah melupakan jasa atau kebaikan yang telah diberikan kepadanya.

Salah satu contoh penggunaan istilah politik Malin Kundang adalah kasus hubungan antara Joko Widodo (Jokowi) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Jokowi adalah presiden Indonesia yang saat ini menjabat untuk periode kedua. PDIP adalah partai politik yang telah mengusung Jokowi menjadi presiden dua kali, pada tahun 2014 dan 2019. PDIP juga adalah partai politik yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, mantan presiden Indonesia dan putri dari Soekarno, proklamator kemerdekaan Indonesia. 

Hubungan antara Jokowi dan PDIP tampaknya tidak harmonis menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2024. PDIP mengusung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai calon presiden dan wakil presiden. Namun, Jokowi tidak secara tegas menyatakan dukungannya kepada pasangan tersebut. Bahkan, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, rival politik PDIP. 

Pernyataan Jokowi yang tidak mendukung pasangan PDIP, dan membiarkan putranya maju bersama Prabowo, dianggap sebagai bentuk pengkhianatan dan perpisahan politik oleh beberapa kader PDIP. Mereka mengkritik Jokowi dan mengibaratkannya sebagai Malin Kundang politik. Mereka mengatakan bahwa Jokowi telah melupakan jasa dan kebaikan PDIP yang telah mengusungnya menjadi presiden. Mereka juga mengatakan bahwa Jokowi telah mengkhianati Megawati, yang merupakan ketua umum PDIP dan mantan presiden Indonesia.  

Contoh lain penggunaan istilah politik Malin Kundang adalah kasus hubungan antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Anies adalah gubernur DKI Jakarta yang saat ini telah selesai menjabat untuk periode pertama. Prabowo adalah menteri pertahanan dan ketua umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Prabowo adalah orang yang telah membantu Anies menjadi gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017, dengan mengusungnya bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

Malin Kundang Politik: Kritik dan Konsekuensi

Setelah kita melihat beberapa contoh penggunaan istilah politik Malin Kundang, mari kita membahas tentang makna dan implikasi dari istilah tersebut. Apa sebenarnya tujuan dan dampak dari mengkritik seseorang sebagai Malin Kundang politik? Apa saja konsekuensi yang bisa timbul dari penggunaan istilah tersebut? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengambil contoh beberapa kasus politik yang terkait dengan istilah tersebut.

Salah satu tujuan dari mengkritik seseorang sebagai Malin Kundang politik adalah untuk menunjukkan rasa kekecewaan dan kepedulian terhadap sikap dan perilaku seseorang yang dianggap telah berkhianat atau berpisah dengan partai, organisasi, atau tokoh politik yang telah membantunya atau mendukungnya dalam perjalanan kariernya. Dengan mengkritik seseorang sebagai Malin Kundang politik, kritikus berharap bahwa seseorang tersebut akan sadar dan menyesali kesalahannya, dan kembali bersatu dengan partai, organisasi, atau tokoh politik yang telah berjasa kepadanya.

Salah satu contoh tujuan dari mengkritik seseorang sebagai Malin Kundang politik adalah kasus hubungan antara Jokowi dan PDIP. Beberapa kader PDIP yang mengkritik Jokowi sebagai Malin Kundang politik mungkin berharap bahwa Jokowi akan sadar dan menyesali sikapnya yang tidak mendukung pasangan PDIP, dan membiarkan putranya maju bersama Prabowo. Mereka mungkin berharap bahwa Jokowi akan kembali bersatu dengan PDIP dan Megawati, dan mendukung pasangan Ganjar-Mahfud sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Namun, tujuan dari mengkritik seseorang sebagai Malin Kundang politik tidak selalu tercapai. Bisa jadi, seseorang yang dikritik sebagai Malin Kundang politik tidak merasa bersalah atau menyesal, tetapi malah merasa marah atau tersinggung. Bisa jadi, seseorang yang dikritik sebagai Malin Kundang politik tidak mau kembali bersatu dengan partai, organisasi, atau tokoh politik yang telah berjasa kepadanya, tetapi malah semakin menjauh atau berlawanan dengan mereka. Bisa jadi, seseorang yang dikritik sebagai Malin Kundang politik tidak menganggap dirinya sebagai Malin Kundang politik, tetapi malah menganggap kritikusnya sebagai Malin Kundang politik.

Salah satu contoh dampak dari mengkritik seseorang sebagai Malin Kundang politik adalah kasus hubungan antara Anies dan Prabowo. Beberapa pendukung Prabowo yang mengkritik Anies sebagai Malin Kundang politik mungkin tidak menyadari bahwa Anies tidak merasa berkhianat atau berpisah dengan Prabowo, tetapi malah merasa berkompetisi secara sehat dan demokratis dengan Prabowo. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa Anies tidak mau kembali bersatu dengan Prabowo. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa Anies tidak menganggap dirinya sebagai Malin Kundang politik.

Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa penggunaan istilah politik Malin Kundang bisa memiliki konsekuensi yang beragam dan tidak terduga. Istilah ini bisa menjadi alat untuk menyampaikan kritik atau sindiran yang tajam dan menyakitkan, tetapi juga bisa menjadi bumerang yang memicu reaksi atau balasan yang keras dan menyerang. Istilah ini bisa menjadi cara untuk menunjukkan rasa kecewa atau kepedulian yang mendalam, tetapi juga bisa menjadi cara untuk menunjukkan rasa marah atau benci yang berlebihan. Istilah ini bisa menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran bagi kita semua, tetapi juga bisa menjadi sumber konflik dan perpecahan bagi kita semua.

Kesimpulan

Dari artikel ini, kita bisa menyimpulkan beberapa hal tentang politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik.Politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik adalah fenomena yang ada dalam dunia politik Indonesia, yang berkaitan dengan cerita rakyat Malin Kundang yang berasal dari Sumatera Barat. Politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang dianggap telah berkhianat atau berpisah dengan partai, organisasi, atau tokoh politik yang telah membantunya atau mendukungnya dalam perjalanan kariernya. Politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik adalah istilah yang digunakan untuk mengecam atau mengkritik seseorang yang dianggap telah melupakan jasa atau kebaikan yang telah diberikan kepadanya oleh partai, organisasi, atau tokoh politik yang telah berjasa kepadanya. Politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik adalah istilah yang memiliki tujuan, dampak, dan konsekuensi yang beragam dan tidak terduga, tergantung pada konteks, situasi, dan perspektif yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan istilah kritik Malin Kundang dan Malin Kundang politik. Kita harus memastikan bahwa kita menggunakan istilah tersebut dengan alasan yang kuat, fakta yang jelas, dan niat yang baik. Kita harus menghindari menggunakan istilah tersebut dengan emosi yang negatif, informasi yang salah, dan tujuan yang buruk. Kita harus mengingat bahwa politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik bukanlah hal yang sepele atau main-main, tetapi hal yang serius dan berdampak. Kita harus mengingat bahwa politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik bukanlah hal yang harus kita banggakan atau takuti, tetapi hal yang harus kita pahami dan pelajari.

Sebagai orang Minang saya bangga dengan kekayaan kisah rakyat yang menyebar ke seluruh Nusantara bahak ke negeri Jiran sebagai entitas budaya. Namun menjadikan Politik Malin Kundang dan Malin Kundang politik sebagai sebuah senjata menjatuhkan lawan akan merusak citra budaya itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun