Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ndas Mu Etik: Polemik Etika Politik Pasca Debat Capres

12 Januari 2024   17:28 Diperbarui: 12 Januari 2024   22:50 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Pada artikel ini saya ingin berbagi dengan Anda sebuah refleksi kritis tentang etika politik di Indonesia, khususnya berkaitan dengan debat capres yang baru saja berlangsung. Saya tertarik dengan topik ini karena saya merasa bahwa etika politik adalah salah satu hal yang penting dan menarik untuk dibahas, terutama menjelang Pemilu 2024. Saya ingin berbagi pandangan dan argumen saya tentang topik ini dengan Anda, sekaligus belajar dari Anda juga.

Tulisan ini tidak bermaksud memojokkan apalagi seseorang, pagi saya ini hanya sebuah pembelajaran semata dalam pergaulan lintas budaya karena sebagai seorang yang berasal dari Sumatera kata ndasmu edit ini baru saya dengar setelah debat capres pertama. Bagi saya tulisan ini hanyalah pembelajaran semata dan berbagi pandangan bagaimana pentingnya ketika dalam sebuah politik dan saya yakin ini akan berpengaruh bagaimana konstituen akan memandang calon presidennya.

Saya berharap refleksi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi Anda yang membacanya. Saya juga berharap refleksi ini dapat menjadi ajang dialog dan diskusi yang sehat dan produktif antara saya dan Anda. Saya menghargai setiap tanggapan dan partisipasi Anda dalam refleksi ini.

Dalam refleksi ini, saya akan membahas tentang ndas mu etik, sebuah ungkapan yang menjadi viral setelah diucapkan oleh Prabowo Subianto, capres nomor urut 2, saat debat capres pertama pada pertengahan Desember 2023. Saya akan menjelaskan makna dan konteks dari ungkapan tersebut, serta dampak dan implikasinya terhadap etika politik di Indonesia.

Makna kata Ndas

Kata "ndas" dalam bahasa Jawa dapat dianggap kasar, terutama ketika disampaikan dengan nada tinggi atau dalam konteks negatif. Penggunaan kata ini sering terkait dengan bagian tubuh dari leher ke atas, yang dalam bahasa Jawa ngoko, dapat menunjukkan hal yang tidak baik.

Penting untuk memperhatikan bahwa kata "ndas" dapat memiliki konotasi negatif tergantung pada intonasi, ekspresi kasar, dan konteks penyampaian. Secara khusus, kata ini dianggap kasar jika digunakan untuk menangkis kritik, disampaikan langsung kepada orang yang memberikan kritik, atau jika disertai dengan nada kasar.

Namun kata "ndas" bisa memiliki makna positif dalam situasi tertentu. Misalnya, diucapkan di antara teman sebaya, sesuai konteks candaan, dan dengan intonasi yang baik, kata ini dapat dianggap akrab dan tidak mengandung konotasi negatif.

Penekanan diberikan pada pemahaman konteks dan nuansa dalam menggunakan kata-kata dalam bahasa Jawa, mengingat bahwa makna kata dapat bervariasi tergantung pada situasi dan cara penyampaian

Ndasmu Etik Viral

Kata ini menjadi viral setelah diucapkan oleh Prabowo Subianto saat Rakornas Gerindra pada 16 Desember 2023. Prabowo menceritakan kembali momen saat berdebat dengan Anies Baswedan, capres nomor urut 1, soal putusan judical review atau uji materi UU Pemilu terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. "Gimana perasaan mas Prabowo, soal etik, etik, etik. Ndas mu etik," ucap Prabowo disambut tawa dan tepuk tangan kader Partai Gerindra.

Pernyataan ini diduga ditujukan ke Anies Baswedan sebagai bentuk sindiran atau ejekan. Namun, banyak orang yang menganggapnya sebagai lelucon atau bercanda. Menurut sebuah survei online yang dilakukan oleh Liputan6.com pada 17 Desember 2023, seribu persen responden mengaku bercanda ketika mendengar pernyataan Prabowo tersebut.

Saya rasa pernyataan Prabowo ini menunjukkan beberapa hal tentang etika politik di Indonesia. Pertama, pernyataan ini menunjukkan bahwa etika politik di Indonesia masih rendah dan tidak dihormati. Prabowo, sebagai seorang calon presiden, seharusnya tidak menggunakan kata-kata yang bersifat mengejek atau menyinggung lawan bicaranya, apalagi di forum resmi dan di depan publik.

Prabowo, sebagai seorang pemimpin, seharusnya memberikan contoh yang baik dan menghargai perbedaan pendapat. Prabowo, sebagai seorang warga negara, seharusnya menghormati hukum dan keputusan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Kedua, pernyataan ini menunjukkan bahwa etika politik di Indonesia masih dipengaruhi oleh budaya dan bahasa yang bersifat paternalistik dan otoriter.

Prabowo, sebagai seorang prajurit TNI, mungkin terbiasa menggunakan bahasa yang tegas dan kasar untuk menunjukkan kewibawaan dan kekuasaan. Prabowo, sebagai seorang politisi senior, mungkin merasa lebih berhak dan lebih tahu daripada politisi muda yang dianggapnya kurang berpengalaman dan berkompeten. Prabowo, sebagai seorang pria, mungkin merasa lebih superior dan lebih berani daripada wanita yang dianggapnya lemah dan penakut.

Ketiga, pernyataan ini menunjukkan bahwa etika politik di Indonesia masih dipengaruhi oleh media sosial dan tren yang bersifat sensasional dan menghibur.

Prabowo, sebagai seorang calon presiden, mungkin ingin menarik perhatian dan simpati dari masyarakat, terutama pemilih muda yang merupakan mayoritas dalam Pemilu 2024. Prabowo, sebagai seorang tokoh publik, mungkin ingin menampilkan citra yang lucu dan menggemaskan, sekaligus menutupi citra emosional, keras, kaku, dan sangkaan pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lampau. Prabowo, sebagai seorang manusia, mungkin ingin melampiaskan emosi dan frustrasi yang dialaminya akibat tekanan dan tantangan yang dihadapinya.

Penutup

Demikianlah refleksi kritis tentang etika politik di Indonesia, khususnya berkaitan dengan ndas mu etik. Saya berharap refleksi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi Anda yang membacanya. Saya juga berharap refleksi ini dapat menjadi ajang dialog dan diskusi yang sehat dan produktif antara saya dan Anda. Saya menghargai setiap tanggapan dan partisipasi Anda dalam refleksi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun