Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ndas Mu Etik: Polemik Etika Politik Pasca Debat Capres

12 Januari 2024   17:28 Diperbarui: 12 Januari 2024   22:50 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya rasa pernyataan Prabowo ini menunjukkan beberapa hal tentang etika politik di Indonesia. Pertama, pernyataan ini menunjukkan bahwa etika politik di Indonesia masih rendah dan tidak dihormati. Prabowo, sebagai seorang calon presiden, seharusnya tidak menggunakan kata-kata yang bersifat mengejek atau menyinggung lawan bicaranya, apalagi di forum resmi dan di depan publik.

Prabowo, sebagai seorang pemimpin, seharusnya memberikan contoh yang baik dan menghargai perbedaan pendapat. Prabowo, sebagai seorang warga negara, seharusnya menghormati hukum dan keputusan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Kedua, pernyataan ini menunjukkan bahwa etika politik di Indonesia masih dipengaruhi oleh budaya dan bahasa yang bersifat paternalistik dan otoriter.

Prabowo, sebagai seorang prajurit TNI, mungkin terbiasa menggunakan bahasa yang tegas dan kasar untuk menunjukkan kewibawaan dan kekuasaan. Prabowo, sebagai seorang politisi senior, mungkin merasa lebih berhak dan lebih tahu daripada politisi muda yang dianggapnya kurang berpengalaman dan berkompeten. Prabowo, sebagai seorang pria, mungkin merasa lebih superior dan lebih berani daripada wanita yang dianggapnya lemah dan penakut.

Ketiga, pernyataan ini menunjukkan bahwa etika politik di Indonesia masih dipengaruhi oleh media sosial dan tren yang bersifat sensasional dan menghibur.

Prabowo, sebagai seorang calon presiden, mungkin ingin menarik perhatian dan simpati dari masyarakat, terutama pemilih muda yang merupakan mayoritas dalam Pemilu 2024. Prabowo, sebagai seorang tokoh publik, mungkin ingin menampilkan citra yang lucu dan menggemaskan, sekaligus menutupi citra emosional, keras, kaku, dan sangkaan pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lampau. Prabowo, sebagai seorang manusia, mungkin ingin melampiaskan emosi dan frustrasi yang dialaminya akibat tekanan dan tantangan yang dihadapinya.

Penutup

Demikianlah refleksi kritis tentang etika politik di Indonesia, khususnya berkaitan dengan ndas mu etik. Saya berharap refleksi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi Anda yang membacanya. Saya juga berharap refleksi ini dapat menjadi ajang dialog dan diskusi yang sehat dan produktif antara saya dan Anda. Saya menghargai setiap tanggapan dan partisipasi Anda dalam refleksi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun