1. Daya Tahan yang Lebih Rendah: Salah satu risiko utama dalam memilih alutsista bekas adalah daya tahannya yang mungkin lebih rendah dibandingkan dengan alutsista baru. Meskipun seiring waktu dan penggunaan intensif, performa alutsista bisa menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terkait kondisi fisik, pemeliharaan sebelumnya, dan riwayat penggunaan dari alutsista yang akan dibeli.
2. Potensi Keamanan yang Lebih Tinggi: Keamanan menjadi aspek kritis dalam konteks alutsista militer. Meskipun secara umum alutsista dirancang untuk keamanan, alutsista bekas mungkin memiliki potensi risiko yang lebih tinggi terkait dengan kebocoran informasi, perangkat keamanan yang usang, atau kelemahan sistem yang mungkin telah teridentifikasi oleh pihak asal. Oleh karena itu, evaluasi keamanan menyeluruh dan peningkatan sistem yang diperlukan harus menjadi prioritas.
3. Efek Gentar yang Tidak Optimal: Alutsista, sebagai elemen strategis pertahanan, seharusnya mampu memberikan efek gentar yang signifikan kepada pihak-pihak yang mungkin mengancam keamanan negara. Risiko terkait efek gentar yang tidak optimal dapat berasal dari performa yang menurun, kurangnya teknologi terkini, atau perasaan skeptis dari pihak asing terhadap keandalan alutsista bekas. Oleh karena itu, perlu diupayakan langkah-langkah untuk memastikan bahwa alutsista bekas tetap relevan dan menginspirasi rasa hormat.
Melihat risiko-risiko tersebut, penting bagi kebijakan pertahanan untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek finansial dalam pembelian alutsista bekas. Sebaliknya, evaluasi menyeluruh terhadap daya tahan, keamanan, dan efek gentar harus menjadi pijakan utama dalam proses pengadaan. Oleh karena itu, penelitian, pengujian, dan perbaikan yang cermat menjadi langkah-langkah esensial untuk meminimalkan risiko dan memastikan bahwa alutsista bekas dapat memberikan kontribusi maksimal bagi pertahanan negara.
Tren Pembelian Alutsista Bekas: Kiat Bijak di Dunia Pertahanan
Begitu banyak negara di jagad raya ini yang tak segan memilih jalur bijak dengan membeli alutsista bekas sebagai solusi pertahanan mereka. Dari pesawat gagah, kapal laut yang megah, hingga tank-tank garang, berikut beberapa contoh negara yang telah sukses mengeksekusi kebijakan ini:
1. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kebijakan pertahanan yang dinamis, telah melibatkan diri dalam pembelian alutsista bekas. Pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat, kapal selam dari Jerman, dan tank dari Inggris menjadi perwujudan dari kebijakan ini.
2. India, dengan tekadnya untuk menjaga kedaulatan wilayahnya, telah memilih jalur serupa. Mereka memperoleh pesawat tempur MiG-29 dari Rusia, kapal selam Kilo dari Rusia, dan tank T-72, semuanya berstatus bekas tapi tetap memiliki daya gedor yang mumpuni.
3. Israel, negara yang selalu mewaspadai ancaman di sekitarnya, juga ikut meramaikan tren pembelian alutsista bekas. Pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat, kapal selam Dolphin dari Jerman, dan tank Merkava bukan hanya mencerminkan kebijakan pertahanan, tetapi juga kelincahan diplomasi Israel di dunia internasional.
4. Arab Saudi, dengan segala kekayaan minyaknya, juga tak segan-sedikitnya untuk melibatkan diri dalam pembelian alutsista bekas. Pesawat tempur F-15 dari Amerika Serikat, kapal induk USS Enterprise dari Amerika Serikat, dan tank Abrams menegaskan bahwa kebijakan ini juga menjadi bagian integral dari pertahanan mereka.
5. Yunani, dengan sejarah kejayaan militer klasiknya, ikut serta dalam tren pembelian alutsista bekas. Pesawat tempur Mirage 2000 dari Prancis, kapal selam Type 212 dari Jerman, dan tank Leopard 2 dari Jerman, semuanya menjadi pilihan bijak bagi Yunani dalam menghadapi dinamika keamanan di kawasan mereka.
Tak hanya kelima negara tersebut, banyak lagi negara di pelosok dunia yang menapaki jalur serupa. Alasan di balik tren ini tak lain adalah alternatif yang lebih ekonomis, terutama bagi negara-negara yang memiliki keterbatasan anggaran pertahanan.