Amerika Serikat, yang menempati posisi terdepan dalam pengembangan dan penerapan AI di bidang pertahanan. Contohnya mencakup sistem Iron Dome, menggunakan AI untuk mendeteksi dan melacak ancaman roket; Synthetic Training Environment (STE), yang melibatkan AI dan teknologi augmented reality (AR) serta virtual reality (VR) untuk melatih personel militer; dan AlphaDogfight, memanfaatkan AI untuk melatih jet tempur otonom dalam pertempuran udara.
China, yang menjadi pesaing utama Amerika Serikat dalam menggabungkan AI dan pertahanan. China mengaplikasikan AI dalam sistem seperti Sharp Sword, pesawat tak berawak (UAV) yang dilengkapi dengan kecerdasan buatan untuk serangan presisi; Divine Eagle, UAV yang menggunakan AI untuk pengintaian dan pemantauan target strategis; serta Cloud Brain, platform AI yang mengintegrasikan data dan memberikan informasi dan solusi untuk pengambilan keputusan militer.
Rusia, dengan ambisi besar dalam mengembangkan AI dalam pertahanan. Contohnya termasuk Uran-9, kendaraan tempur lapis baja (AFV) yang dilengkapi dengan AI untuk operasi tanpa awak; Poseidon, torpedo nuklir bertenaga AI untuk menghancurkan target bawah air; dan Avangard, rudal hipersonik yang mengandalkan AI untuk mengatur arah dan kecepatan.
Turki, yang telah mengembangkan sistem militer seperti drone, rudal, dan tank dengan penerapan AI. Bayraktar TB2, drone tempur dengan AI untuk serangan presisi; SOM-J, rudal jelajah menggunakan AI untuk menghindari deteksi radar dan mengenali target dengan akurasi tinggi; dan Altay, tank tempur utama dengan AI meningkatkan kemampuan navigasi, penglihatan, dan tembakan.
Sistem dan Teknologi AI Militer Indonesia
Indonesia, menunjukkan minat dan komitmen dalam mengadopsi AI dalam pertahanan, termasuk penggunaan AI oleh Pemerintah untuk analisis data keuangan dan laporan kepatuhan, Badan Intelijen Negara (BIN) untuk operasi intelijen, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk pengembangan teknologi pertahanan baru.
Indonesia menggunakan AI dalam bidang pertahanan untuk berbagai tujuan, seperti menganalisis data pengelolaan keuangan negara dan memberikan laporan kepatuhan yang jelas dan terperinci. Sistem AI yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia dapat mengolah data dari berbagai sumber dan format, seperti teks, gambar, video, suara, dan sensor. Sistem AI ini dapat mendeteksi penyimpangan, pelanggaran, atau korupsi dalam pengelolaan keuangan negara, dan memberikan rekomendasi tindakan yang sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Mendukung operasi intelijen dan keamanan nasional. Sistem AI yang digunakan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dapat mengidentifikasi ancaman potensial atau mengancam, baik dengan menggunakan data dari radar, satelit, pesawat tak berawak, atau sumber lainnya. Sistem AI ini dapat mengenali pola, wajah, atau objek tertentu yang berkaitan dengan target. Sistem AI ini juga dapat mengolah data citra dan video yang diperoleh dari satelit, pesawat tak berawak, atau kamera lainnya, untuk mendukung operasi intelijen dan keamanan.
Mengembangkan teknologi pertahanan baru, seperti pesawat nirawak, radar, dan sistem komando dan kontrol. Sistem AI yang digunakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dapat menggunakan teknik pembelajaran mesin, analisis perilaku, dan pemrosesan bahasa alami untuk mengembangkan teknologi pertahanan yang lebih canggih dan efektif. Sistem AI ini dapat meningkatkan kemampuan navigasi, penglihatan, dan tembakan pesawat nirawak; meningkatkan kecepatan, akurasi, dan daya tanggap radar; dan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan daya tanggap sistem komando dan kontrol.
Penggunaan AI dalam Peperangan di Gaza
Salah satu contoh yang menunjukkan bahaya dan kontroversi yang ditimbulkan oleh penggunaan AI dalam peperangan adalah kasus Gaza. Israel diketahui menggunakan AI untuk menentukan sasaran di Gaza dan melakukan serangan yang sengaja menyasar bangunan perumahan warga sipil. Tujuan dari serangan ini adalah untuk menekan tekanan sipil terhadap Hamas, kelompok militan yang menguasai Gaza.
Namun, penggunaan AI dalam menentukan target tidak bebas dari kesalahan dan risiko yang serius. Salah satu kesalahan fatal yang terjadi adalah kurangnya validasi target oleh operator militer. Dalam beberapa kasus, AI dapat memutuskan untuk menembak tanpa validasi yang tepat, mengakibatkan serangan yang tidak terkendali dan berpotensi mengakibatkan korban sipil yang tidak bersalah.
Penggunaan AI dalam peperangan memunculkan tantangan etis dan hukum yang kompleks. Perlunya menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan perlindungan hak asasi manusia menjadi salah satu isu yang perlu diperhatikan. Selain itu, perlunya mengembangkan standar dan regulasi yang mengatur penggunaan AI dalam peperangan menjadi salah satu langkah yang perlu dilakukan.