Nama : Aulia Rahma Putri Wijaya
NIM : 43222010034
Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Kode EtikÂ
Dosen :Â Prof. Dr. Apollo, Ak., M., Si.
Semar adalah sebuah tokoh legendaris dalam kebudayaan Jawa yang memiliki makna dan peran yang sangat mendalam. Dalam tradisi Jawa, Semar dikenal sebagai figur yang bijaksana, penuh kasih sayang, dan sering kali dihubungkan dengan kebijaksanaan spiritual (Sungaidi, 2019). Beliau sering dianggap sebagai penasehat para penguasa dan pemimpin, memberikan petuah-petuah yang sarat makna dan memiliki dimensi lebih dari sekadar nasihat kebijakan. Keberadaan Semar mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi bagian integral dari identitas masyarakat Jawa, memberikan warna dan kedalaman pada warisan budaya yang kaya dan beragam.
Dalam panorama kepemimpinan, gaya kepemimpinan Visi Misi Semar mengemuka sebagai sebuah konsep yang mendalam dan sarat makna. Gaya kepemimpinan ini mencirikan semangat kepemimpinan yang tidak hanya mengarah pada pencapaian tujuan, tetapi juga meresapi nilai-nilai luhur dalam setiap langkahnya. Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh negara-negara, termasuk Indonesia, adalah upaya pencegahan korupsi. Dalam konteks ini, gaya kepemimpinan Visi Misi Semar muncul sebagai model yang menjanjikan, menawarkan suatu landasan yang kokoh dalam membentuk sistem yang bersih dan akuntabel. Pada artikel ini akan digali dalam tentang bagaimana visi dan misi Semar menjadi landasan utama dalam menjalankan pemerintahan yang bebas dari belenggu korupsi.
APA MAKNA PENCEGAHAN KORUPSI?
Pencegahan korupsi memiliki makna mendalam dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Korupsi, sebagai tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi untuk memperoleh keuntungan pribadi, telah menjadi permasalahan serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Pencegahan korupsi bukan hanya sebatas tindakan hukum atau penindakan terhadap pelaku korupsi, melainkan merupakan suatu pendekatan holistik yang mencakup berbagai lapisan masyarakat dan sektor pemerintahan (Hestaria, dkk., Â 2022).
Baru-baru ini, Transparency International melaporkan hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021, mengungkap bahwa Indonesia mengalami peningkatan IPK sebesar 1 poin, mencapai skor 38 dari rentang 0 hingga 100 pada tahun 2021. Kenaikan ini tidak hanya mencerminkan perbaikan dalam penilaian korupsi di Indonesia tetapi juga mengangkat peringkat global negara tersebut, naik ke posisi 96 dari sebelumnya peringkat 102. Sebelumnya, IPK Indonesia mencapai nilai tertinggi 40 pada tahun 2019, tetapi mengalami penurunan 3 poin menjadi 37 pada tahun 2020. Survei IPK dilakukan oleh Transparency International di 180 negara, di mana skor 0 menandakan tingkat korupsi tinggi, sementara skor 100 menunjukkan tingkat ketidakberesan korupsi yang rendah. Menariknya, rata-rata IPK global tetap stabil sekitar 43 selama dekade terakhir, dengan sebagian besar negara, dua per tiga dari mereka, masih memiliki skor di bawah 50. Hal ini menunjukkan bahwa masalah korupsi tetap menjadi perhatian serius di banyak negara.
Di Indonesia sendiri, perspektif sosial pencegahan korupsi dapat diartikan sebagai usaha bersama untuk menciptakan masyarakat yang bersih, adil, dan bermoral. Korupsi tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan pemerintahan. Masyarakat yang terbebas dari korupsi dapat membangun fondasi yang kokoh untuk pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Oleh karena itu, pencegahan korupsi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat.