Dikutip dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (disingkat KemenPPPA), perundungan atau bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai "penindasan/risak") merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus. Bullying dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu perundungan fisik, perundungan non fisik, perundungan verbal, perundungan non verbal langsung, perundungan non verbal tidak langsung, cyber bullying, dan pelecehan seksual.
Sejak Januari-Juli 2023, FSGI mencatat terdapat 16 kasus perundungan di Indonesia. Namun, berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) terkini, kasus perundungan atau bullying di satuan pendidikan mencapai 23 kasus hingga September 2023. Jumlah kasus perundungan paling banyak terjadi di jenjang SMP, yakni sebesar 50%, disusul SD sebanyak 23%, SMA mencapai 13,5% dan SMK 13,5%.
Bullying di tingkat pendidikan selalu menjadi sorotan dan kian memprihatinkan. Baru-baru ini telah terjadi aksi perundungan terhadap siswa SMP Negeri, FF (14), di Kecamatan Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah. Korban dianiaya teman sekolah dari dipukul, diinjak, sampai diseret oleh pelaku meskipun alasannya sepele. Pelaku berinisial MK diketahui menjadi ketua dari geng bernama Barisan Siswa (Basis). MK tidak terima lantaran korban, FF (14), mengaku sebagai anggota kelompok Barisan Siswa.
Pada Agustus 2023, pelajar di jenjang SMP pun mendapatkan perlakuan yang sama. Siswi SMP berinisial S, di Kecamatan Gondang, Sragen, Jawa Tengah, mengalami perundungan dengan cara ditendang dan dipukul oleh siswi lain. Wakil Kepala Sekolah tempat korban belajar, Teguh Hartadi, mengonfirmasi bahwa korban merupakan muridnya dan saat ini duduk di bangku kelas 9. Sementara itu, pelaku diketahui sudah tak bersekolah lagi di SMP yang sama sejak kelas 8 semester satu.
Belakangan ini aksi bullying di jenjang SD pun viral di media sosial. Seorang siswi Sekolah Dasar di Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur, matanya ditusuk menggunakan tusuk bakso hingga buta oleh kakak kelasnya.
Dari pernyataan di atas, terlihat potret buram pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai pancasila yang diajarkan guru di kelas luntur seketika. Aksi semacam itu tentu melanggar nilai Pancasila sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Menurut Kaelan (2014), nilai kemanusiaan yang adil memiliki makna bahwa hakikat manusia adalah makhluk yang berbudaya, beradab, dan harus berkodrat adil. Sedangkan nilai kemanusiaan yang beradab berarti makhluk yang berbudaya, bermoral, dan beragama.
Nilai kemanusiaan berarti mengakui adanya harkat, martabat, dan keberadaan manusia sebagai makhluk paling mulia yang diciptakan oleh Tuhan. Sebagai bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila, kita seharusnya mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dengan terbiasa berlaku adil terhadap sesama, bersikap tenggang rasa, dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
Adanya pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan menunjukkan bahwa masih ada pelajar yang tidak paham salah satu fungsi dasar negara Indonesia (Pancasila). Dalam praktiknya, Pancasila dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa. Akan tetapi, para pelaku seolah buta dengan penjelasan guru. Bullying di jenjang sekolah merupakan cerminan pelajar yang tidak menghargai hak dan martabat manusia sebagai makhluk hidup. Salah satu dampaknya yaitu merosotnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Bukan hanya di tingkat pendidikan bullying terjadi, melainkan juga kehidupan figur publik yang mengalami body shaming sebagai bentuk perundungan verbal.
Dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 11, bahkan Allah SWT berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ