Mohon tunggu...
Aulia Anggraini
Aulia Anggraini Mohon Tunggu... Model - IR STUDENT

Targib Tarhib :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Politik Realisme dalam Perspektif Islam

21 Oktober 2019   10:30 Diperbarui: 21 Oktober 2019   10:51 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbicara mengenai politik, ia merupakan salah satu unsur penting pada pembahasan dalam ilmu hubungan internasional. Dalam prespektif realisme, mereka memiliki pandangan tentang politik yang cukup berpengaruh pada pola politik yang berlangsung di Barat. Sebagaimana pendapat Colin Elman, menurutnya pandangan realisme terhadap sifat negara bergantung pada kecacatan dan kekurangan manusia pada aspek sifat manusiawinya didalam menjalankan politik tersebut. 

Keadaan manusia yang dimaksud oleh realisme adalah manusia secara menyeluruh yang memiliki sifat egois yang kemudian membawa manusia kedalam keinginan untuk selalu berkuasa dan memiliki kekuatan. 

Dan karena sifat dasar tersebut melekat dalam diri mereka, maka berdampak pada perang yang berkepanjangan.  Penjelasan Colin diatas mewakili dasar pandangan realisme dalam konsep politik, yakni menempatkan perilaku politik dengan sifat dasar manusia menurut pandangan aliran tersebut.

Pernyataan diatas senada dengan Waltz  yang juga memberikan asumsi mengenai definisi politik, ia juga berpendapat bahwa landasan pandangan realisme ini tidak lepas dari pengalaman-pengalaman para tokoh realis dari Yunani, Roma, India, dan Cina. 

Alasan dari asumsi tersebut adalah karena perpsektif realisme memandang manusia dengan sikap skeptis kemudian menjadikannya sebagai landasan pemikiran realismenya.  

Hal inilah yang dijadikan oleh realisme sebagai modal argument mereka tentang konsep-konsep didalam perspektif tersebut. Begitu juga dengan politik realisme yang tidak terlepas dari sifat manusia sebagai hal yang paling signifikan berpengaruh dalam perjalanan politik tersebut.

Lepas dari pembahasan manusia yang menjadi dasar paham politik realisme, salah seorang tokoh realisme Morgenthau memberikan asumsi tentang politik realisme sebagai suatu hal yang memiliki kepentingan (interest) terhadap segala bentuk kekuatan dan kekuasaan. 

Dalam asumsinya tersebut, Morgenthau juga tidak terlepas dari definisi manusia dengan menganggap bahwa politik dan sistem sosial bersandar pada sifat manusia.  Ia melihat bahwa manusia baik laki-laki dan perempuan memiliki keinginan untuk berkuasa, menurutnya pula bahwa politik adalah perjuangan memperoleh kekuasaan atas manusia, apapun tujuan akhirnya kekuasaan adalah tujuan terpenting didalamnya.  

Melalui penjelasan Morgenthau tersebut dapat terlihat bahwa dari perspektif realisme politik tidak lepas dari bagaimana manusia yang berada didalamnya, dengan seluruh sifat negatif yang berada didalam diri manusia tersebut pola politik menurut realisme pun tidak jauh berbeda yaitu selalu berkutat dalam masalah kekuasan dan kekuatan.  Bagi realis politik dijadikan sebagai proses mencari kekuasaan dan kekuatan agar mampu berkuasa dan memiliki pengaruh didunia.

Dalam Islam, terdapat sebuah konsep berpolitik yang lebih relevan mencapai sebuah perdamaian dan keadilan. Bukan menganggap politik sebagai ranah pencarian kekuasaan semata atau game yang dimainkan setiap aktor didalamnya, namun politik berdasarkan pada kesejahteraan bersama dengan mengambil keputusan melalui jalan musyawarah yang melibatkan rakyat didalamnya. 

Seperti contoh yang sering disebutkan "Piagam Madinah" dimana aturan dalam berpolitik jelas terealisasikan didalamnya. Hal ini bukan berarti sebelum dimadinah Islam belum memiliki konsep politik namun mereka telah memulai politik secara praktis sejak di Makkah. 

Lepas dari bentuk ingin menang sendiri dalam mengatur sesuatu dengan mengandalkan kekuasaan, dalam piagam tersebut Islam menunjukkan sistem kepemerintahan berdasarkan keagamaan dan keadilan serta kesejahteraan bersama, sehingga dapat terlihat hasil bahwa kabilah-kabilah di Madinah dapat bersatu dalam satu naungan yang damai.  

Terdapat beberapa konsep berpolitik yang bisa menjadi acuan dalam Islam bagi perkembangan politik didunia yang lebih sehat, seperti konsep musyawarah, dan demokrasi dalam sudut pandang Islam.

Konsep musyawarah misalkan, ini akan dapat menjadi hal lebih relevan dari pada pandangan Barat yang menganggap bahwa politik hanya sebagai alat permainan manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya dengan segala unsur duniawinya, seperti kekuasaan dan kekuatan. 

Musyawarah juga mampu menjadi jalan keluar dari tindak kecurangan jika dijalankan sesuai dengan prinsip dan oleh mereka yang benar-benar konsisten berbicara tentang kepentingan umat bersama. 

Konsep musyawarah dalam Islam menandakan sebuah arti bahwa Islam menerima setiap gagasan dari umat manusia, namun perlu dicatat bahwa gagasan tersebut tidaklah utuh bebas seperti Barat dengan segala hal didunia. Islam memiliki dua hal yang perlu diperhatikan dalam musyawarah yaitu masalah-masalah tauqifiyah  dan masalah taufiqiyah.

Islam mengenal musyawarah sebagai sistem yang ada dalam negara Islam, dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan pandangan ulama Islam tentang ajaran musyawarah yang dibawa oleh Rasulullah Saw. sebagian beranggapan bahwa Beliau diperintah oleh Allah untuk bermusyawarah dalam hal perang, sebagian lainnya dalam menemukan sebuah manfaat sebagian lainnya mengatakan adanya perintah tersebut agar menjadi tradisi umat manusia kedepannya.  Melalui tiga anggapan diatas, dapat terlihat sebuah perintah dalam Islam mengenai musyawarah yang memiliki banyak manfaat, terlepas dari latarbelakang anggapan-anggapan tersebut.

Jejak musyawarah yang disyariatkan oleh Rasulullah Saw. dalam Islam kemudian diteruskan melalui khulafaurrasyidin bahkan dipakai di sebuah negara Eropa, Andalusia (Spanyol) yang memiliki beberapa anggota yang tergabung dalam majlis syuro yang beranggotakan pembesar-pembesar negara dan para pemimpinnya.  

Melalui permisalan tersebut terlihat bahwa konsep musyawarah adalah hal yang tidak asing lagi, namun sengaja dibuang beberapa prinsip Islam didalamnya dan dicampurkan dengan konsep kebebasan berpendapat da bertindak milik Barat. Sedangkan Al-Qur'an sendiri memerintah para Ulil Amri  untuk selalu bermusyawarah.

Proses politik dalam realisme memiliki banyak kekurangan seperti yang dijelaskan diatas, anggapan mereka mengenai politik yang bebas dan bertujuan pada kekuasaan semata justru menjauhkan cita-cita berpolitik yang menuju kepada keadilan bersama. 

Islam memberikan konsep musyawarah terkontrol dengan memandang seluruh pendapat boleh dikemukakan namun tetap berlandaskan pada suatu tatanan moral dan etika serta agama. Berbeda dengan Barat yang menonaktifkan agama dalam pandangan politik mereka seperti yang dilakukan oleh realisme tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun