Perkembangan teknologi yang berkembang pesat ikut mendorong lahirnya industri baru untuk ekonomi digital di Indonesia. Industri yang tumbuh seiring dengan kemajuan teknologi memberikan dampak positif bagi perekonomian negara dan membawa masyarakat ke dalam ekonomi digital (Fai, 2024). Ekonomi digital berarti, menggunakan teknologi modern untuk mentransformasi ekonomi, dalam hal ini ekonomi digital bergantung pada teknologi yang memungkinkan produsen, konsumen, dan pelaku ekonomi lainnya untuk berinteraksi satu sama lain (Maghfiroh et al., 2023).
Salah satu elemen dari ekonomi digital yakni adanya e-commerce. E-commerce telah mengubah bisnis dan memungkinkan akses ke lebih banyak pembeli dan pasar di seluruh dunia. Cara orang berbelanja, berbisnis, dan berinteraksi secara ekonomi telah diubah oleh e-commerce (Maghfiroh et al., 2023). Menurut Laudon dan Laudon (1998) dalam (Maulana et al., 2015) membeli dan menjual barang secara elektronik antara konsumen dan bisnis dengan menggunakan komputer sebagai perantara disebut e-commerce. Terdapat beberapa bentuk dasar e-commerce, salah satunya adalah C2C (Widyastuti et al., 2021).
Konsumen ke konsumen (C2C) mengacu pada cara-cara inovatif bagi konsumen untuk memproses dan mengirim data yang terkait dengan pembelian komersial melalui internet (Widyastuti et al., 2021). Jadi sederhananya, C2C ini memainkan peran sebagai model bisnis yang mana terjadi penjualan barang dari konsumen, ke konsumen lain menggunakan yang namanya pihak ketiga (platform seperti e-bay) yang memfasilitasinya. Tidak perlu mengunjungi toko fisik, umumnya penjual mendaftarkan produk yang ingin dijual secara online, dan nanti pembeli akan menemukannya (Tarver, 2024). Adapun contoh beberapa portal e-commerce yang menerapkan konsep C2C adalah e-bay, Tokopedia, Bukalapak dan Olx.Â
Menurut (Zorayda, 2003) dalam (Widyastuti et al., 2021), umumnya  transaksi C2C dilakukan dengan berbagai bentuk, diantaranya:
- Lelang yang difasilitasi oleh pasar online
- Sistem peer-to-peer
- Iklan Baris
Terdapat peluang yang ditawarkan model bisnis C2C ini, antara lain:
1. Mengurangi perantara
(Widyastuti et al., 2021) mengungkapkan bahwa, penggunaan pihak ketiga menurun karena maraknya sosial media seperti Facebook dan Twitter yang memungkinkan konsumen untuk menjual/beriklan produknya secara gratis disana. Dalam transaksi C2C dengan bentuk sistem peer-to-peer, yang mana di Indonesia banyak penjual yang menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram untuk mempromosikan barang dagangan mereka (Pradana, 2015), maka disinilah perantara berkurang. Hal tersebut dapat memungkinkan harga yang lebih kompetitif bagi konsumen dan margin keuntungan yang lebih baik bagi penjual.
2. Jangkauan Pasar yang Luas
Platform e-commerce yang menerapkan konsep C2C seperti Tokopedia, Bukalapak, dan OlX (Widyastuti et al., 2021), dapat memungkinkan menjangkau konsumen yang lebih besar. Berdasarkan data oleh (Departemen Riset Statista, 2024) jumlah pengguna di pasar e-commerce di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat antara tahun 2024 dan 2029 dengan total 33,5 juta pengguna (+51,03 persen). Dengan jutaan pengguna aktif tersebut, penjual dapat menjangkau konsumen di berbagai lokasi geografis tanpa memerlukan investasi besar dalam infrastruktur fisik.
Disamping peluang yang menguntungkan, terdapat pula risiko yang perlu diwaspadai. Risiko dalam C2C atau yang dinyatakan sebagai kekurangan dalam C2C menurut (Prihantoro, 2024) antara lain: