Mohon tunggu...
Alivia Aulia Cendekia Rachmah
Alivia Aulia Cendekia Rachmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pamulang

bersama Kompasiana, saya harap dapat mengembangkan minat saya dalam menulis serta terus menambah wawasan saya terhadap lingkungan sekitar dengan membaca berita-berita terkini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ditetapkannya Sekda Kabupaten Keerom Sebagai Tersangka Tilep Dana Bansos, Menambah Bukti Indonesia Hadapi Masalah Serius dalam Melawan Korupsi

22 April 2024   14:14 Diperbarui: 22 April 2024   14:14 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Opini dari Alivia Aulia Cendekia Rachmah/Dok Pribadi

Pemerintahan dan segala urusan didalamnya merupakan pokok penting bagi kelangsungan suatu negara. Sudah menjadi suatu kewajiban bagi para aparatur pemerintahan sebagai perwakilan dari suara rakyat untuk mengedepankan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi, yaitu dengan menjalankan semua kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka dengan benar. Harapannya dapat mewujudkan pemerintahan yang lebih baik di masa mendatang.

Kendati demikian, kenyataan di lapangan sangat berbanding terbalik dengan yang seharusnya dilakukan. Para pihak yang seharusnya menjadi perwujudan pilar demokrasi justru gencar melakukan penyimpangan dan pelanggaran untuk kepentingan pribadi masing-masing. Salah satu penyimpangan yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat adalah tindakan korupsi di kalangan pejabat atau aparatur pemerintahan.

Belum lama ini, seorang Sekretaris Daerah (Sekda) Keerom, Provinsi Papua, TIN telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos) tahun anggaran 2018. Didampingi Kasubdit Tipikor Direskrimsus Polda Papua AKBP Leonardo Yoga, Kombes Pol. Ade Sapari menjelaskan, TIN terjerat kasus dugaan korupsi saat tersangka menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Keerom tahun 2018. TIN ditangkap pada hari Minggu malam (14/4) di seputar Kota Jayapura dan sudah ditahan di Rutan Polda Papua.

Awalnya dana yang dialokasikan untuk kegiatan belanja bantuan sosial kepada kelompok masyarakat atau perorangan yang dananya dialokasikan melalui DPA BPKAD Keerom Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp3.800.000.000,- namun kemudian terjadi perubahan yang dituangkan dalam daftar pelaksanaan perubahan anggaran (DPPA) menjadi sebesar Rp24.700.000.000,-. Dari dana sebesar Rp24.700.000.000,- telah dicairkan sebesar Rp24.220.000.000,- sehingga dari hasil audit BPKP terungkap kerugian negara sebesar Rp18.201.250.000,-.

Tersangka dalam hal ini bisa dikatakan termasuk kedalam tindak pidana korupsi kategori merugikan keuangan negara, sehingga  dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kasus Sekda Kabupaten Keerom, TIN hanyalah satu diantara kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat atau aparatur pemerintah lainnya. Maraknya fenomena ini di Indonesia menandakan belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif dan lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana korupsi. Sehingga tidak heran apabila kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melindungi hak-hak sosial dan ekonomi semakin terkikis.

Berdasarkan hasil survei dari Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) yang diluncurkan oleh Transparency International, pada tahun 2023 Indonesia memperoleh skor 34 poin dan menempati peringkat 115 dari 180 negara yang di survei. Sebelumnya, pada tahun 2022, skor CPI Indonesia mengalami penurunan skor menjadi 34/100 dibandingkan tahun 2021 yang mencapai skor 38/100. Hasil ini membuktikan bahwa Indonesia terus menghadapi tantangan yang serius dalam memerangi tindak pidana korupsi.

Kompleksnya permasalahan korupsi sering menemui kesulitan dalam pembuktian kasus-kasus tertentu. Hal ini dikarenakan, korupsi bersifat struktural dan termasuk kedalam golongan “white-collar crime” yaitu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan status sosial ekonomi tinggi, dimana semakin tinggi levelnya maka semakin besar pula pengaruh yang dimilikinya. Dalam hal ini mereka mungkin mampu untuk ‘mengacak-acak’ suatu kebijakan atau suatu keputusan yang telah ditetapkan dan bahkan memutarbalikan fakta-fakta yang ada. 

Kondisi ini sangat memprihatinkan jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin semua warga negara berkedudukan sama di dalam hukum dan pemerintahan. Maka dari itu sudah seharusnya semua pihak bahu-membahu dalam memberantas kekacauan yang merugikan banyak pihak ini.

Dalam upaya pemberantasan korupsi, harus didukung oleh semua faktor agar usaha yang dilakukan tidak sia-sia. Salah satunya adalah mewujudkan good governance, yang prinsip-prinsip dasarnya adalah kepastian hukum, dimana penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan, asas kepatutan dan keadilan, keterbukaan, yang mengisyaratkan adanya hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintah oleh birokrasi pemerintah dengan tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Akuntabilitas publik, yang menentukan aspek pertanggungjawaban semua kegiatan birokrasi pemerintah kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertingggi negara, dan terakhir profesionalitas yang mengutamakan keahlian berlandaskan kompetensi, kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun