Sampah organik merupakan salah satu tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan di era modern ini. Akumulasi sampah organik tidak hanya menciptakan masalah lingkungan seperti pencemaran udara dan air, tetapi juga mengurangi kesuburan tanah secara bertahap. Salah satu program lingkungan yang semakin mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat adalah pembuatan kompos.
Namun, proses pembuatan kompos seringkali memerlukan waktu yang cukup lama dan pemahaman yang mendalam tentang dinamika dekomposisi bahan organik. Oleh karena itu, dalam upaya menyederhanakan proses pembuatan kompos, metode Takakura muncul sebagai alternatif yang menjanjikan.Â
Metode Takakura dikembangkan oleh Dr. Yoshinori Takakura, dengan menggabungkan prinsip-prinsip sederhana dengan pemanfaatan mikroorganisme yang bermanfaat untuk mempercepat proses dekomposisi sampah organik. Metode Takakura menggunakan fermentasi sebagai sarana untuk menguraikan material sampah. Dengan menggunakan mikroba, material sampah yang dihasilkan tidak akan menghasilkan bau busuk.
Dampak positif dari penerapan metode Takakura dalam pengolahan sampah organik rumah tangga juga terlihat melalui pengurangan jumlah sampah organik yang masuk ke tempat pembuangan akhir, mengurangi risiko pencemaran lingkungan, sehingga membantu meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan. Dengan demikian, penerapan metode Takakura tidak hanya mendukung upaya pengelolaan sampah yang berkelanjutan, tetapi juga memperkuat keberlanjutan lingkungan dan pertanian lokal.
Metode Takakura dimulai dengan menempatkan biang kompos dalam keranjang, diletakkan sekitar 5 cm di atas permukaan alas. Selanjutnya, bahan-bahan kompos ditambahkan di atasnya. Bahan kompos ini terdiri dari sampah berkarbon (sampah coklat) sebagai sumber energi, serta bahan yang mengandung mikroba dan nitrogen (sampah hijau). Beberapa contoh sampah coklat yang dapat digunakan meliputi:Â
* Â Â Â dedaunan kering,Â
* Â Â Â rumput kering,Â
* Â Â Â serbuk gergaji,Â
* Â Â Â sekam padi,Â
* Â Â Â kertas,Â
* Â Â Â kulit jagung yang sudah kering,Â
* Â Â Â jerami,Â
* Â Â Â batang-batang sayuran
Berikut beberapa contoh sampah hijau:
* Â Â Â Sayuran
* Â Â Â Buah-buahan
* Â Â Â Potongan rumput yang masih segar
* Â Â Â Limbah dapur
* Â Â Â Serbuk teh atau kopi
* Â Â Â Cangkang telur
* Â Â Â Pupuk kotoran hewan
* Â Â Â Kulit buah
Guna mempercepat proses pengomposan, bisa ditambahkan bekatul dan dedak guna meningkatkan aktivitas mikroba. Proses ini biasanya memakan waktu 7-10 hari untuk mencapai kematangan. Sebelum memasukkan sampah baru, campuran kompos yang lama perlu diaduk terlebih dahulu untuk memastikan pasokan oksigen di bagian bawahnya.Â
Setelah melalui tahapan tersebut, kompos harus disaring dengan menggunakan ayakan berukuran 0,5 cm. Kompos yang halus bisa digunakan sebagai pupuk, sementara yang kasar akan dikembalikan ke dalam keranjang untuk digunakan sebagai starter kompos.
Masyarakat Desa Kauman Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo, terutama komunitas Ibu-Ibu PKK dan Bapak-Bapak anggota Kelompok Tani melaksanakan kegiatan rutin pembuatan kompos Takakura di rumah masing-masing dengan dipantau oleh koordinator dari PKK dan PokTan.Â
Teknik pengomposan Takakura begitu diminati oleh masyarakat Desa Kauman. Metode Takakura dalam prosesnya membutuhkan bantuan organisme berupa jamur sehingga tidak menimbulkan bau busuk selama prosesnya. Masyarakat Desa Kauman menggunakan campuran cairan tape tau cairan ragi dalam kegiatan pengomposan. Selain itu, letak wilayah Desa Kauman yang merupakan kawasan padat penduduk, maka kegiatan pengomposan ini sangat diminati masyarakat karena dapat membantu mengurangi sampah organik rumah tangga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H