Mohon tunggu...
aulia chandrawidya
aulia chandrawidya Mohon Tunggu... Model - mahasiswa UMJ

haiii ini blog pertama aku di 2022 aku mahasiswa di universitas Muhammadiyah Jember semester 5

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sampai Kapan Me - Kapital

2 Januari 2022   17:32 Diperbarui: 2 Januari 2022   17:54 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua tahu bahwa standar kecantikan telah membuat sebagian orang menjadi resah , sakit hati bahkan menjadi rendah diri bagi mereka yang merasa tidak masuk dalam kategori tersebut. 

Rasa sakit hati tersebut dimanfaatkan oleh para kapitalis pemilik modal dengan menawarkan produk dan sedikit janji manis sebagai jalan keluar. Tindakan persuasif ini diperkuat dengan adanya model , influencer dalam iklan produk mereka yang dipilih melalui suatu ajang pencarian model cantik yang menilai rupa fisik perempuan. 

Hal ini didukung dengan cacatnya media yang tidak utuh menggambarkan bentuk tubuh ,tekstur kulit yang berpori di sosial media , atau televisi kita sehingga otak kita mencatat bahwa wanita berjerawat, berpori, dan berkulit kusam adalah wanita yang jelek dan rendah , tidak pandai merawat diri , malas. Dll

Tidak berhenti di situ, dewasa kini media sosial setiap harinya dipenuhi oleh konten yang menayangkan berbagai produk kecantikan dengan menyewa artis media sosial untuk mempromosikan produk tersebut, padahal kedua belah pihak bukan berlatar belakang kesehatan kulit atau jika ingin berdagang produk kecantikan setidaknya tahu mengenai detail kandungan dari produk kecantikan yang dipromosikan.

Standar kecantikan Indonesia, dimulai sejak tokoh pewayangan Ramayana populer (Titib, 1998). Tokoh Sinta, istri dari Rama, yang digambarkan ‘bercahaya bak rembulan’ ditafsirkan sebagai wanita yang memiliki kulit bercahaya.

Ketika memasuki zaman penjajahan bangsa Eropa, produk-produk kecantikan diiklankan mengikuti standar mereka, begitu juga saat penjajahan Jepang. Terlepas dari berubahnya penguasa, yang tidak berubah adalah standar kecantikan mereka yaitu, kulit putih. Bukan lagi kuning langsat, seperti kulit khas aristrocrat. Bukan juga kulit sawo matang, kulit khas penduduk negara tropis.

Di masa modern kontemporer, standar kecantikan dipengaruhi oleh dunia global yang diperluas dengan maniaknya media sosial. Semakin berkembang ilmu pengetahuan, berkembang pula cara mudah untuk menjadi cantik yang sering kali di manfaatkan seorsang kapitalis  misalnya melalui jalan operasi dan melakukan perawatan – perwatan istan yang tidak murah. 

Pilihan ini memerlukan uang dan tentunya terbatas pada orang yang memiliki uang saja yang sanggup membayarnya, pun sebetulnya hal ini masih menjadi tabu untuk negara kita. Operasi untuk memancungkan hidung, mengisi bibir agar lebih berisi, atau meniruskan wajah, merupakan serangkaian tindakan yang menyakiti tubuh sendiri sekaligus mengubah ciptaan dari Maha Pembuat Keindahan.

Mari kitaaa menghela nafas, pelan-pelan mencoba berfikir perlahan dan mulai bertanya pada diri sendiri, untuk apa?sampai kapan mengkapitalis diri sendiri?

Suatu hal yang lebih penting di tanamkan pada maindset yang perlu dibangun dalam diri kita yakni jika kita akan membeli sebuah mulaiklah kita ubah maindset produk ialah bertujuan untuk menjadikan sehat luar dalam dan mengembalikan warna kulit kita yang asli sekaligus bentuk rasa syukur kita telah diberi rupa yang cantik menurut versi kita dan mencoba merawatnya.

Cantik dari dalam juga perlu dipupuk dengan baik dimulai dengan menjadi pribadi yang baik, pendengar yang baik, berakhlak yang santun dan elegan, saling menguatkan sesama perempuan, sikap terbuka kepada banyak suara, serta memiliki pilihan untuk menjadi diri sendiri, dari hal tersebut perlahan akan muncul rasa percaya diri. Seperti itulah yang harus kita definisikan sebagai perempuan cantik, yang berdedikasi dari dalam dan luar, yang membawa nilai positif kepada sekitarnya, dan banyak hal lagi yang sebetulnya kamu sudah lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun